Selasa, 20 Januari 2015

Ini Kata-Kata Bijak Bob Sadino yang Jadi Inspirasi Bisnis By Rio Apinino on Jan 20, 2015 at 12:14 WIB Comment 11. "Orang 'pintar' menganggap, untuk berbisnis perlu tingkat pendidikan tertentu. Orang 'bodoh' berpikir, dia pun bisa berbisnis" 12. "Orang 'pintar' menganggap sudah mengetahui banyak hal, tapi seringkali melupakan penjualan. Orang 'bodoh' berpikir sederhana, yang penting produknya terjual" 13. "Orang 'Pintar' sering terlalu pede dengan kehebatannya. Dia merasa semuanya sudah oke berkat kepintarannya sehingga mengabaikan suara konsumen. Orang 'bodoh'? Dia tahu konsumen seringkali lebih pintar darinya" 14. "Orang 'pintar' dengan mudah beralih dari satu bisnis ke bisnis yang lain karena punya banyak kemampuan dan peluang. Orang 'bodoh' mau tidak mau harus menuntaskan satu bisnisnya saja" 15. "Orang 'pintar' merasa gengsi ketika gagal di satu bidang sehingga langsung beralih ke bidang lain, ketika menghadapi hambatan. Orang 'bodoh' seringkali tidak punya pilihan kecuali mengalahkan hambatan tersebut" 16. "Banyak orang tanya, 'bisnis apa yang bagus?' Jawabnya, 'Bisnis yang bagus adalah yang di buka, bukan di tanya terus!'" 17. "Berhentilah membuat rencana! Melangkahlah!" 18. "jika ingin bahagia, jangan jadi karyawan" 19. "Jadi orang sukses harus cari kegagalan, karena kegagalan akan membuat kita belajar untuk masa depan" 20. "Dalam berbisnis, jangan terlalu memikirkan sukses. Kalau terlalu banyak memikirkan sukses, bekerja pasti dalam tekanan, tidak rileks sehingga hasil kerja tidak akan bagus. Santai saja, hilangkan semua beban, ingat sandaran itu tadi, kemauan, komitmen, keberanian mengambil peluang, pantang menyerah dan selalu belajar pada yang lebih pintar serta selalu bersyukur"
Ini Kata-Kata Bijak Bob Sadino yang Jadi Inspirasi Bisnis By Rio Apinino on Jan 20, 2015 at 12:14 WIB Comment 11. "Orang 'pintar' menganggap, untuk berbisnis perlu tingkat pendidikan tertentu. Orang 'bodoh' berpikir, dia pun bisa berbisnis" 12. "Orang 'pintar' menganggap sudah mengetahui banyak hal, tapi seringkali melupakan penjualan. Orang 'bodoh' berpikir sederhana, yang penting produknya terjual" 13. "Orang 'Pintar' sering terlalu pede dengan kehebatannya. Dia merasa semuanya sudah oke berkat kepintarannya sehingga mengabaikan suara konsumen. Orang 'bodoh'? Dia tahu konsumen seringkali lebih pintar darinya" 14. "Orang 'pintar' dengan mudah beralih dari satu bisnis ke bisnis yang lain karena punya banyak kemampuan dan peluang. Orang 'bodoh' mau tidak mau harus menuntaskan satu bisnisnya saja" 15. "Orang 'pintar' merasa gengsi ketika gagal di satu bidang sehingga langsung beralih ke bidang lain, ketika menghadapi hambatan. Orang 'bodoh' seringkali tidak punya pilihan kecuali mengalahkan hambatan tersebut" 16. "Banyak orang tanya, 'bisnis apa yang bagus?' Jawabnya, 'Bisnis yang bagus adalah yang di buka, bukan di tanya terus!'" 17. "Berhentilah membuat rencana! Melangkahlah!" 18. "jika ingin bahagia, jangan jadi karyawan" 19. "Jadi orang sukses harus cari kegagalan, karena kegagalan akan membuat kita belajar untuk masa depan" 20. "Dalam berbisnis, jangan terlalu memikirkan sukses. Kalau terlalu banyak memikirkan sukses, bekerja pasti dalam tekanan, tidak rileks sehingga hasil kerja tidak akan bagus. Santai saja, hilangkan semua beban, ingat sandaran itu tadi, kemauan, komitmen, keberanian mengambil peluang, pantang menyerah dan selalu belajar pada yang lebih pintar serta selalu bersyukur"
Ini Kata-Kata Bijak Bob Sadino yang Jadi Inspirasi Bisnis By Rio Apinino on Jan 20, 2015 at 12:14 WIB Comment 1. "Pebisnis itu harus nyentrik" 2. "Bisnis itu hanya modal dengkul. Bahkan jika Anda tidak punya dengkul, pinjam dengkul orang lain" 3. "Orang 'pintar' biasanya banyak ide, bahkan mungkin telalu banyak ide, sehingga tidak satu pun yang menjadi kenyataan. Sedangkan orang 'bodoh' mungkin hanya punya satu ide dan satu itu lah yang menjadi pilihan usahanya" 4. "Sebagian besar orang 'pintar' sangat pintar menganalisis. Setiap satu ide bisnis, dianalisis dengan sangat lengkap, mulai dari modal, untung rugi sampai break event point . Orang 'bodoh' tidak pandai menganalisis, sehingga lebih cepat memulai usaha" 5. "Jadikanlah keluarga sebagai motivator dan supporter pada saat baru memulai menjalankan bisnis maupun ketika bisnis semakin meguras waktu dan tenaga" 6. "Banyak orang 'bodoh' yang hanya mengandalkan semangat dan kerja keras plus sedikit kerja cerdas, menjadikannya sukses dalam berbisnis. Di lain sisi, kebanyakan orang 'pintar' malas untuk berkerja keras dan sok cerdas" 7. "Kebanyakan orang merasa sukses itu adalah hasil jerih payah diri sendiri, tanpa campur tangan Tuhan. Mengingat Tuhan adalah sebagai ibadah vertikal dan menolong sesama sebagai ibadah horizontal" 8. "Keberhasilan itu adalah sebuah titik kecil yang berada di puncak segunung kegagalan. Maka kalau mau sukses, carilah kegagalan sebanyak- banyaknya" 9. "Cukup satu langkah awal. Ada kerikil saya singkirkan. Melangkah lagi. Bertemu duri saya sibakkan. Melangkah lagi. Terhadang lubang saya lompati. Melangkah lagi. Berjumpa api saya mundur. Melangkah lagi. Berjalan terus dan mengatasi masalah" 10. "Orang 'pintar' merasa mampu melakukan berbagai hal dengan kepintarannya, termasuk mendapatkahn hasil dengan cepat. Sebaliknya, orang 'bodoh' merasa dia harus melalui jalan panjang dan berliku sebelum mendapatkan hasil"

Minggu, 18 Januari 2015

Sebelum PHK, Perusahaan Harus Punya Putusan Pidana Kuasa hukum pekerja menyatakan keputusan perusahaan untuk melakukan PHK telah melanggar beberapa aturan dan putusan MK tentang ketenagakerjaan. IHW Perseteruan antara perusahaan PT Huntsman Indonesia (Huntsman) dengan Sabar Siregar mendekati babak akhir. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta pada Kamis (14/2), kedua pihak menyerahkan berkas kesimpulan masing- masing kepada majelis hakim yang diketuai Heru Pramono. Sekedar mengingatkan, sengketa antara Huntsman dengan Sabar di PHI terkait dengan perselisihan PHK . Huntsman berniat memecat Sabar yang dianggap telah menyalahgunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Saat itu Huntsman mengkualifisir tindakan Sabar sebagai pelanggaran berat yang bisa langsung dipecat tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu. Disnakertrans Jakarta Timur sebagai mediator menganjurkan agar Huntsman memutus hubungan kerja dan membayarkan uang pisah kepada Sabar sebesar sebulan gaji. Di dalam kesimpulannya, Sabar melalui kuasa hukumnya, Johnson Siregar menyatakan tindakan pemecatan yang dilakukan Huntsman adalah bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan perusahaan. Betapa tidak, menurut Johnson, dalam perkara ini Huntsman dianggap menabrak beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Ditambahkan Johnson, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 012/PUU-1/2003 menjelaskan bahwa keberadaan Pasal 158 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan -yang memungkinkan perusahaan bisa langsung melakukan PHK buruh ketika dianggap melakukan pelanggaran berat berupa tindak pidana- sudah dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Artinya, buruh yang di-PHK karena dianggap melakukan pelanggaran berat, harus dibuktikan terlebih dulu dengan putusan pidana. Perusahaan tidak boleh mem-PHK sebelum mengantongi putusan itu, kata Johnson. Selain putusan MK, Johnson menggunakan Surat Edaran Menakertrans bernomor SE-13/MEN/SJ- HK/I/2005 sebagai dasar argumennya. Pada poin 3 huruf a Surat Edaran Menteri itu disebutkan bahwa pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja/ buruh melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dihubungi melalui telepon pada Kamis (14/2), Kemalsyah Siregar, kuasa hukum Huntsman membantah tudingan yang menyebutkan bahwa pihaknya telah melanggar peraturan dalam mem-PHK Sabar. Dijelaskan Kemal, Huntsman tidak pernah menuduh Sabar melakukan kesalahan berat dalam konteks pidana seperti pencurian atau penggelapan. Sabar kami nilai telah melakukan kesalahan dengan menyalahgunakan fasilitas perusahaan yang terdapat di dalam Pasal 59.2 (e) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di Huntsman, jelasnya. Pernyataan Kemal ini yang dikritik Johnson. Seperti tertuang dalam berkas kesimpulannya, Johnson menerangkan bahwa selain Pasal 59.2 (e), Sabar juga dianggap melanggar Pasal 64 Ayat (3) PKB yang berbunyi mencuri, memalsukan dokumen, menipu, penggelapan dan atau kejahatan lainnya. Mereka tidak pernah mau mengakui bahwa dasar pemecatan Sabar adalah juga dengan pasal 64 Ayat (3) ini. Mereka tahu bahwa posisi mereka lemah kalau ketahuan menggunakan pasal ini dalam memecat. Terlepas dari perdebatan Kemal dan Johnson, berdasarkan catatan hukumonline , penafsiran hakim PHI atas putusan MK dan surat edaran Menakertrans ternyata belum seragam. Dalam perkara Nudin melawan PT Wisma Bumputera misalnya. Nudin yang dianggap melakukan penganiayaan terhadap rekan kerjanya akhirnya di-PHK melalui putusan PHI Jakarta. Padahal saat itu belum ada putusan pidana yang menghukum Nudin bersalah. Skorsing tak berujung Pada bagian lain kesimpulannya, Johnson kembali menguraikan bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan Huntsman yang telah melakukan skorsing selama lebih kurang sepuluh bulan sejak Maret 2007 lalu. Padahal, mengacu pada Pasal 62 Ayat (3) PKB, disebutkan bahwa skorsing dilakukan untuk jangka waktu paling lama 6 bulan. Ini apa lagi kalau bukan bentuk arogannya perusahaan? Masa PKB-nya sendiri dilanggar juga? geram Johnson. Mengenai hal itu, Kemal kembali membantah. Ia mengaku telah mengirimkan surat kepada Sabar yang isinya memberitahukan perubahan status skorsing. Kami sudah sampaikan surat, bahwa status skorsing diubah menjadi skorsing dalam proses PHK sebagaimana diatur dalam Pasal 155 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan, jelasnya. Hakim Heru Pramono menunda persidangan hingga sepekan mendatang (21/2) dengan agenda pembacaan putusan.

Jumat, 16 Januari 2015

SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.

Kamis, 15 Januari 2015

Kisah Bripda Taufik, Wujudkan Mimpi Jadi Polisi meski Tinggal di Bekas Kandang Sapi TRIBUN JOGJA/SANTO ARI Bripda Muhammad Taufik Hidayat di depan rumahnya. Ia dan keluarga tingga di bangunan yang sebelumnya adalah kandang sapi. Kamis, 15 Januari 2015 | 06:45 WIB YOGYAKARTA, KOMPAS.com — "Bapak tampar pipi saya. Ini bukan mimpi toh . Saya benar diterima menjadi polisi". Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut Bripda M Taufik Hidayat kepada ayahnya, Triyanto, saat pertama kali tahu kalau dia lulus menjadi calon anggota polisi. Kata-kata itu bukanlah tanpa alasan. Sebab, meski dengan segala keterbatasan ekonomi, pemuda kelahiran 20 Maret 1995 ini perlu berjuang keras untuk dapat meraih cita-citanya menjadi anggota kepolisian. Terlahir dari keluarga tidak mampu, sejak kecil M Taufik Hidayat sudah terbiasa kerja keras untuk meraih apa yang diinginkannya. Pendapatan Triyanto yang hanya sebagai buruh bangunan terbilang pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi untuk membiayai sekolah Taufik dan ketiga adik-adiknya. Tak jarang, Taufik harus menunggak biaya sekolahnya karena tak punya biaya. Karena itu, demi dapat menyelesaikan sekolahnya dan membantu keuangan keluarga, Taufik rela ikut bekerja sebagai tukang gali pasir di Sungai Gendol. "Saya bantu bapak menambang pasir di Sungai Gendol. Ya untuk biaya hidup dan biaya sekolah saya dan adik-adik," ucapnya. Menunda mimpi Lulus dari sekolah menengah kejuruan (SMK), anak pertama dari empat bersaudara ini pun harus menahan cita-citanya mendaftar menjadi anggota kepolisian. Kebutuhan ekonomi memaksanya untuk bekerja di bekas sekolahnya, SMK 1 Seyegan, sebagai pembina Pramuka merangkap asisten perpustakaan. "Honor saya dari pembina Pramuka dan asisten perpustakaan sekitar Rp 700.000," tuturnya. Pada awal Desember 2014 lalu, Taufik memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan di SMK 1 Seyegan. Ia membulatkan tekadnya untuk mendaftar sebagai calon anggota polisi di Mapolda DIY. Berkat kerja keras dan doa sang ayah, pada akhir Desember 2014 Taufik lulus dari tes Calon Anggota Polisi dan mengikuti pendidikan di Sekolah Polisi Negara Selopamioro, Imogiri, Bantul. "Saya tidak percaya, sampai minta bapak menampar pipi. Bahkan saat di gerbang SPN saya masih tidak percaya," ujar Taufik sambil tersenyum ketika mengingat satu fragmen dalam hidupnya. Setelah lulus dengan pangkat Bripda, Taufiq menjalani karier pertamanya di Direktorat Sabhara Polda DIY. Namun, lagi-lagi karena tidak punya biaya dan kendaraan, setiap pagi saat berangkat dinas, Bripda M Taufik Hidayat harus rela berjalan kaki sekitar 7 kilometer dari rumahnya di Dusun Jongke Tengah RT 04 RW 23 Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, menuju Mapolda DIY. "Bangun subuh, salat, lalu jalan kaki ke Mapolda DIY. Kadang kalau pas ketemu teman ya bonceng," tuturnya. Diakuinya, meski telah bangun subuh, tetapi dirinya sering terlambat masuk dinas. Keterlambatan itulah yang menuai kecurigaan dari atasannya. Setelah memberikan penjelasan dan mengecek kebenaran itu, atasan Bripda Taufik lantas meminjamkan motor pribadinya. "Sekarang saya dipinjami motor Pak Wadir Sabhara," ucapnya. Hidup prihatin Seperti bola tenis, ketika dilempar dengan keras ke tanah maka lentingannya akan lebih tinggi ke atas. Seperti itulah tekad Bripda Taufik. Pahit getir dan kerasnya kehidupan yang dijalani anggota Sabhara Polda DIY sejak kedua orangtuanya bercerai menjadi kekuatan untuk melenting lebih tinggi. Saat duduk di bangku SMP, Bripda Taufik harus menerima kenyataan pahit. Kedua orangtuanya bercerai. Rumah satu-satunya pun dijual oleh sang ibu. Alhasil, Bripda Taufik bersama ayah dan ketiga adiknya harus pindah rumah. Namun, karena uang tidak mencukupi untuk membeli rumah, Triyanto selaku ayah memutuskan untuk mengontrak bekas kandang sapi di Dusun Jongke Tengah. Kandang sapi itu kemudian dialihfungsikan sebagai tempat tinggal. "Per bulan bayar Rp 170.000. Ya memang seperti itu kondisinya. Lantainya masih tanah," ucap Triyanto. Rumah semipermanen berukuran 2,5 m x 5 m kondisinya memang memprihatinkan. Bahkan karena belum ada biaya, daun pintu dan dinding sisi utara dibiarkan terbuka. Untuk mengurangi embusan dingin udara malam dan tetesan air hujan, terpaksa pintu dan sisi yang masih terbuka ditutup dengan mengunakan spanduk-spanduk bekas. Sekeliling bangunan yang ditempati Bripda Taufik pun merupakan kandang sapi yang dikelola kelompok masyarakat setempat sehingga bau menyengat kotoran sapi setiap hari harus dirasakannya. Di dalam rumah semipermanen itu hanya ada dua kasur tempat tidur. Dua kasur dengan kodisi berlubang itu dipakai oleh lima orang, yaitu tiga adiknya, ayah, dan dirinya. Bahkan, ketika Bripda Taufik tidur di rumah, Triyanto mengalah untuk tidur di mobil pikap beralaskan tikar dan beratap langit. "Saya senang kalau piket dan tidak pulang. Soalnya kasihan bapak kalau tidur di luar. Bapak sering mengalah tidur di bak mobil," kata Taufik. Melihat keadaan itu, di gaji pertamanya menjadi anggota kepolisian, Taufik berencana akan menggunakannya untuk mengontrak rumah yang lebih layak. Ini dilakukan demi ayah dan ketiga adiknya yang masih kecil-kecil. "Nanti kalau gajian pertama, saya ingin gunakan untuk mengontrak rumah. Kasihan bapak dan adik- adik kalau tetap tinggal di sana," tuturnya. Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma Editor: Bayu Galih

Selasa, 13 Januari 2015

Konsultasi Umum: Mengatasi Radang Amandel Tanpa Operasi Yulida Medistiara - detikhealth Radang amandel memang mengganggu. Tidak cuma anak-anak, orang dewasa pun bisa mengalami keluhan ini. Saat kondisi ini terjadi, menelan makanan jadi terasa nyeri. Alhasil penderitanya pun kehilangan nafsu makan. Untuk mengatasi radang amandel, bisakah dilakukan tanpa operasi? Dalam Konsultasi Umum detikHealth pertanyaan seputar mengatasi radang amandel tanpa operasi menjadi salah satu pertanyaan yang paling populer. Misalnya yang dilontarkan Azhar, pria lajang berusia 19 tahun. "Dokter yang terhormat, bagaimana cara mengobati penyakit amandel tanpa operasi?" dr Dito Anurogo, pengasuh Konsultasi Umum detikHealth memaparkan untuk mengobati amandel ada dua macam cara, yaitu secara konservatif dan operatif. Secara konservatif yakni dengan cara menghilangkan gejala dan pemberian obat (analgetik, antipiretik, obat kumur, antibiotik spektrum luas sesuai indikasi). "Strategi konservatif ini perlu disertai dengan istirahat, diet makanan lunak, menghindari semua yang digoreng serta sebisa mungkin tidak pedas," ucap dr Dito yang rajin menulis buku ini. Sedangkan tindakan operatif, yaitu dengan cara pengangkatan amandel (tonsilektomi) atau istilah awamnya ialah operasi. Adapun indikasi perlu tidaknya dioperasi, perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Sebelum melakukan tonsilektomi (operasi amandel), dokter akan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti urgensi, tingkat keparahan, usia, biaya, komplikasi, dan yang tak kalah penting adalah beragam faktor penyulit yang berpotensi menghambat atau bahkan 'mengganggu operasi'. Faktor penyulit ini dapat disebabkan berbagai macam penyakit atau komplikasi, seperti infeksi leher bagian dalam, radang telinga bagian tengah (otitis media), radang rongga hidung (sinusitis paranasal), bahkan perluasan penyakit hingga ke organ-organ ginjal, jantung, dan persendian. Penyulit lainnya adalah perdarahan dan adanya pnemonia aspirasi. "Mencegah amandel agar tidak membengkak dengan cara menghindari konsumsi minuman dingin (termasuk es), gorengan atau jajanan pasar, lebih sering mengonsumsi minuman yang hangat, memertahankan daya tahan tubuh (misalnya dengan berolahraga, berpola hidup sehat dan seimbang)," saran dr Dito. Jika terdapat kasus amandel yang kambuh disertai rasa sakit yang bertambah, meriang, batuk, flu dan sakit kepala, dr Dito menyarankan seseorang yang memiliki gejala seperti itu untuk segera memeriksakan diri ke dokter umum atau dokter keluarga. "Pertimbangan perlu tidaknya dioperasi, dapat langsung ditanyakan, mengingat perlu pemeriksaan lebih lanjut. Dengan penatalaksanaan yang komprehensif dan paripurna, maka amandel tentu tak lagi membandel," tutup dr Dito yang pernah berkarya di Comprehensive Herbal Medicine Institute (CHMI), Center for Robotic and Intelligent Machines (CRIM), dan Brain and Circulation Institute of Indonesia (BCII) Quiz On Article PROGRAM PILIHAN DETIKHEALTH 2014 Apa nama lembaga yang secara khusus mengurusi perlindungan anak? Komnas HAM Komnas Perlindungan Anak Komnas Saintifikasi Jamu Kirim
Indonesia Jangan Takut pada Tiongkok Oleh Admin | Diposkan 2014-12-12 00:13:34 Jakarta, CNN Indonesia -- Puncak Hari Nusantara yang jatuh pada tanggl 13 Desember, tahun ini diundur perayaannya menjadi tanggal 15 Desember. Perayaan yang dijadwalkan akan dihadiri oleh Presiden Jokowi ini akan dilangsungkan di Kotabaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pengamat geopolitik maritim Suryo AB dari Puspol Indonesia, mengatakan, perayaan Hari Nusantara, yang akan menjadi salah satu momen penting untuk program poros maritim dunia yang menjadi prioritas Jokowi, seharusnya bisa dilangsungkan di lokasi yang lebih strategis seperti Natuna. “Kepulauan Natuna berbatasan dengan delapan negara dan karena itu, jika perayaan Hari Nusantara dilangsungkan di sana, maka itu akan menjadi diplomasi yang bagus bagi kita, bahwa Natuna adalah milik kita. Ini seolah-olah kita takut sama Tiongkok, kita jangan takut,” ujar Suryo pada CNN Indonesia pada Kamis (11/12). Kepulauan Natuna, secara langsung berbatasan dengan Thailand, Malaysia dan Vietnam. “Kalau berbatasan langsung memang cuma tiga negara itu. Namun jika dilihat dari pertarungan geopolitis, maka Natuna berada di kawasan yang bersinggungan dengan negara lain juga yakni Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Tiongkok dan Taiwan. Kepualauan Natuna sempat dikhawatirkan akan diklaim Tiongkok ketika Tiongkok mendeklarasikan “9 Dash Line”, berupa garis putus-putus yang mengklaim 90 persen wilayah perairan Laut China Selatan dan mencakup beberapa wilayah laut negara Asean, termasuk beberapa pulau terluar di kepulauan Natuna. Di tempat berbeda, seperti dikutip dari Reuters, Luhut Pandjaitan, mantan komandan Kopassus ketika berada di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, mengatakan bahwa Indonesia seharusnya menambah anggaran militer hingga US$20 miliar per tahun pada 2019 untuk melindungi wilayah kedaulatan wilayahnya. Ini termasuk wilayah yang dipersengketakan dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan di sekitar Kepulauan Natuna. Dihubungi lewat telepon pada Kamis (11/12), Kapuspen TNI Fuad Basya mengatakan bahwa TNI mengapresiasi jika pemerintah berniat meningkatkan dana militer TNI, namun itu belum tentu hanya diperuntukkan di wilayah Natuna. “Panglima TNI sudah pernah mengkofirmasi soal garis putus-putus yang dibuat oleh Tiongkok kepada perwakilan Tiongkok di Indonesia dan mereka menjawab Tiongkok tidak punya klaim teritorial terhadap wilayah Indonesia,” ujar Fuad. Disinggung soal sengketa Laut China Selatan antara Tiongkok dan beberapa negara, Fuad mengatakan Indonesia akan mengutamakan dialog. “Jikapun ada permasalahan dengan negara lain, maka kita berharap diselesaikan dengan baik, lewat kerja sama,” tambah Fuad.

Senin, 12 Januari 2015

Resources / Hukum & UU Waralaba / Permendag RI No.12 2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan STPUW by: Waralaba.com Peraturan mengenai penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-DAG/PER/3/2006 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha Waralaba perlu dikembangkan dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha Waralaba nasional dan meningkatkan peran serta pengusaha kecil dan menengah baik sebagai Pemberi Waralaba, Penerima Waralaba maupun sebagai Pemasok barang dan/atau jasa; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3611); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690); 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718); 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005; 6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 62 Tahun 2005; 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2005; 8. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 30/M-DAG/PER/12/2005; 9. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 09/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/ atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba. 2. Pemberi Waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba. 3. Penerima Waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba. 4. Penerima Waralaba Utama (Master Franchisee) adalah Penerima Waralaba yang melaksanakan hak membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan yang diperoleh dari Pemberi Waralaba dan berbentuk Perusahaan Nasional. 5. Penerima Waralaba Lanjutan adalah badan usaha atau perorangan yang menerima hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba melalui Penerima Waralaba Utama. 6. Perjanjian Waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba Utama. 7. Perjanjian Waralaba Lanjutan adalah perjanjian secara tertulis antara Penerima Waralaba Utama dengan Penerima Waralaba Lanjutan. 8. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba selanjutnya disingkat STPUW adalah bukti pendaftaran yang diperoleh Penerima Waralaba setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan STPUW dan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan ini. 9. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya dibidang Perdagangan. BAB II KEGIATAN DAN PERSYARATAN USAHA WARALABA Pasal 2 Kegiatan usaha Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Pasal 3 (1) Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba Utama untuk membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan. (2) Penerima Waralaba Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai Pemberi Waralaba dalam melaksanakan Perjanjian Waralaba Lanjutan. Pasal 4 Penerima Waralaba Utama wajib melaksanakan sendiri kegiatan usaha Waralaba dan mempunyai paling sedikit 1 (satu) tempat usaha. Pasal 5 Sebelum membuat perjanjian, Pemberi Waralaba wajib memberikan keterangan tertulis atau prospektus mengenai data atau informasi usahanya dengan benar kepada Penerima Waralaba yang paling sedikit memuat: a. Identitas Pemberi Waralaba, berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba 1 (satu) tahun terakhir; b. Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek Waralaba disertai dokumen pendukung; c. Keterangan tentang kriteria atau persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi Penerima Waralaba termasuk biaya investasi; d. Bantuan atau fasilitas yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba; e. Hak dan Kewajiban antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba; dan f. Data atau informasi lain yang perlu diketahui oleh Penerima Waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian Waralaba selain huruf a sampai dengan huruf e. Pasal 6 Perjanjian Waralaba memuat paling sedikit : a. Nama dan alamat perusahaan para pihak; b. Nama dan jenis Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha seperti sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi Objek Waralaba; c. Hak dan kewajiban para pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada Penerima Waralaba; d. Wilayah usaha (zone) Waralaba; e. Jangka waktu perjanjian; f. Perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian; g. Cara penyelesaian perselisihan; h. Tata cara pembayaran imbalan; i. Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada Penerima Waralaba; j. Kepemilikan dan ahli waris. Pasal 7 (1) Jangka waktu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba Utama berlaku paling sedikit 10 (sepuluh) tahun. (2) Jangka Waktu Perjanjian Waralaba antara Penerima Waralaba Utama dengan Penerima Waralaba Lanjutan berlaku paling sedikit 5 (lima) tahun. Pasal 8 (1) Pemberi Waralaba dari luar negeri wajib memiliki surat keterangan legalitas usaha yang dikeluarkan oleh instansi berwenang di negara asalnya. (2) Surat keterangan legalitas usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilegalisir oleh Atase Perdagangan/Pejabat Perwakilan RI di negara setempat. (3) Pemberi Waralaba dari dalam negeri wajib memiliki Izin Usaha dari Departemen/Instansi Teknis. Pasal 9 (1) Pemberi Waralaba mengutamakan pengusaha kecil dan menengah daerah setempat sebagai Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan. (2) Dalam hal Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba Lanjutan bukan merupakan pengusaha kecil dan menengah, Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba Lanjutan mengutamakan pengusaha kecil dan menengah daerah setempat sebagai pemasok barang dan atau jasa. BAB III KEWENANGAN Pasal 10 (1) Menteri memiliki kewenangan pengaturan kegiatan usaha Waralaba. (2) Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri. (3) Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Gubernur DKI/Bupati/Walikota bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam dan Luar Negeri. (4) Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam dan Luar Negeri. (5) Khusus Propinsi DKI Jakarta, Gubernur melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab dibidang perdagangan bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam dan Luar Negeri. BAB IV TATA CARA DAN PERSYARATAN PENERBITAN STPUW Pasal 11 (1) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri wajib mendaftarkan Perjanjian Waralaba beserta keterangan tertulis atau prospektus kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan. (2) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba dalam negeri dan Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri dan Dalam Negeri wajib mendaftarkan Perjanjian Waralaba beserta keterangan tertulis atau prospektus kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan daerah setempat. (3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dengan cara mengisi Daftar Isian Permohonan STPUW Model A, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berlakunya Perjanjian. Pasal 12 (1) Daftar Isian Permohonan STPUW yang telah diisi dan ditandatangani oleh Penerima Waralaba atau kuasanya di atas kertas bermeterai cukup, diserahkan kepada pejabat penerbit STPUW dengan dilampirkan: a. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/ pengurus perusahaan; b. Copy Izin Usaha Departemen/Instansi teknis; c. Copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP); d. Copy Perjanjian Waralaba; e. Copy Keterangan tertulis (Prospektus usaha) Pemberi Waralaba; f. Copy Surat Keterangan Legalitas Usaha Pemberi Waralaba. (2) Copy dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilampirkan dokumen asli dan akan dikembalikan kepada pemohon STPUW setelah selesai pemeriksaan mengenai keabsahannya. Pasal 13 (1) Paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya Daftar Isian Permohonan STPUW secara lengkap dan benar, Pejabat Penerbit STPUW menerbitkan STPUW dengan menggunakan formulir STPUW Model B, sebagaimana tercantum dalam lampiran II. (2) Apabila Daftar Isian Permintaan STPUW dinilai belum lengkap dan benar, paling lambat 5 (lima) hari kerja, pejabat penerbit STPUW membuat surat penolakan disertai alasan-alasan. (3) Bagi pemohon yang ditolak permohonannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan permohonan STPUW kembali setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan ini. Pasal 14 Masa berlaku STPUW selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang apabila jangka waktu perjanjian Waralaba masih berlaku. Pasal 15 (1) Dalam hal Pemberi Waralaba memutuskan Perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba sebelum berakhirnya masa berlakunya Perjanjian Waralaba, dan kemudian menunjuk Penerima Waralaba yang baru, penerbitan STPUW bagi Penerima Waralaba yang baru hanya diberikan kalau Penerima Waralaba telah menyelesaikan segala permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pemutusan tersebut dalam bentuk kesepakatan bersama melalui penyelesaian secara tuntas (Clean Break). (2) Dalam hal Penerima Waralaba Utama yang bertindak sebagai Pemberi Waralaba memutuskan Perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba Lanjutan yang lama, sebelum berakhir masa berlakunya Perjanjian Waralaba, dan kemudian menunjuk Penerima Waralaba Lanjutan yang baru, penerbitan STPUW bagi Penerima Waralaba Lanjutan yang baru hanya diberikan kalau Penerima Waralaba Utama telah menyelesaikan segala permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pemutusan tersebut dalam bentuk kesepakatan bersama melalui penyelesaian secara tuntas (Clean Break). BAB IV PEMBINAAN USAHA WARALABA Pasal 16 Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilaksanakan dalam rangka kepentingan pembinaan dan pengembangan usaha dengan cara Waralaba. Pasal 17 (1) Pemilik STPUW berhak mendapatkan fasilitas secara selektif sesuai program pemerintah yang tersedia. (2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain terdiri dari : a. pendidikan dan pelatihan; b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran; c. rekomendasi untuk mengikuti pameran baik di dalam dan luar negeri; d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis; e. pemberian penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik. BAB V PELAPORAN Pasal 18 (1) Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan tahunan kepada pejabat penerbit STPUW mengenai perkembangan kegiatan usaha Waralaba setiap tanggal 31 Januari dengan menggunakan Formulir Model C sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan ini. (2) Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada pejabat penerbit STPUW mengenai perubahan berupa: a. Penambahan atau pengurangan tempat usaha (outlet); b. Pengalihan kepemilikan usaha; c. Pemindahan alamat Kantor Pusat atau tempat usaha Waralaba; d. Nama pengurus, pemilik dan bentuk badan usaha dari Penerima Waralaba atau Pemberi Waralaba; e. Perpanjangan/perubahan jangka waktu perjanjian antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. BAB VI SANKSI Pasal 19 (1) Pemilik STPUW yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari pejabat penerbit STPUW. (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal pengiriman oleh pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Surat Peringatan Tertulis Model D, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan ini. Pasal 20 (1) Pemilik STPUW yang tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara STPUW paling lama 1 (satu) bulan. (2) Pemberhentian sementara STPUW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Keputusan Pemberhentian Sementara Model E, sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan ini. Pasal 21 (1) Pemilik STPUW yang tetap tidak mengindahkan atau tidak melakukan perbaikan setelah pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan STPUW. (2) Pencabutan STPUW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Keputusan Pencabutan STPUW Model F sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan ini. Pasal 22 Pemilik STPUW yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan STPUW dan tetap melaksanakan kegiatan usaha Waralaba dikenakan sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis. Pasal 23 Penerima Waralaba yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) dan tetap melaksanakan kegiatan usaha Waralaba meskipun telah diberi peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dikenakan sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis. BAB VII KETENTUAN LAIN Pasal 24 (1) Ketentuan pelaksanaan dan hal-hal teknis yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan. (2) Dengan berlakunya Peraturan ini maka ketentuan waralaba sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dinyatakan tidak berlaku. Pasal 25 Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba Lanjutan yang telah memiliki STPUW, wajib melakukan penyesuaian dengan ketentuan dalam Peraturan ini dan diberikan tenggang waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan Peraturan ini. BAB VIII PENUTUP Pasal 26 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 2006 MENTERI PERDAGANGAN R.I. ttd MARI ELKA PANGESTU Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum Departemen Perdagangan Djunari I Waskito
Peraturan Menteri No.31 2008 Tentang Waralaba by: Waralaba.com Peraturan pemerintah mengenai waralaba PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/M-DAG/PER/8/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Penyelenggaraan Waralaba; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817); 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744); 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718); 8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4742); 10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008; 12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008; 13. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 34/M- DAG/PER/8/2007; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian Waralaba. 2.Pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. 3.Penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. 4.Penerima waralaba yang mendapat hak untuk menunjuk penerima waralaba lain yang selanjutnya disebut pemberi waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha yang menerima hak dari pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lanjutan. 5.Penerima waralaba lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha yang menerima hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba dari pemberi waralaba lanjutan. 6.Prospektus penawaran waralaba adalah keterangan tertulis dari pemberi waralaba yang sedikitnya menjelaskan tentang identitas, legalitas, sejarah kegiatan, struktur organisasi, keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba. 7.Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba. 8.Surat Permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba yang selanjutnya disebut SP-STPW adalah formulir permohonan pendaftaran yang diisi oleh perusahaan yang memuat data-data perusahaan untuk memperoleh Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). 9.Pejabat penerbit STPW adalah Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, pejabat pemerintah daerah yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di wilayah kerjanya, pejabat yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu, atau pejabat lain yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri ini. 10.Surat Tanda Pendaftaran Waralaba selanjutnya disebut STPW adalah bukti pendaftaran prospektus atau pendaftaran perjanjian yang diberikan kepada pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan dalam Peraturan Menteri ini. 11.Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Perdagangan. BAB II KRITERIA DAN RUANG LINGKUP WARALABA Pasal 2 (1)Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki ciri khas usaha; b. terbukti sudah memberikan keuntungan; c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis; d. mudah diajarkan dan diaplikasikan; e. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan f. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah terdaftar. (2)Orang perseorangan atau badan usaha dilarang menggunakan istilah dan/atau nama waralaba untuk nama dan/atau kegiatan usahanya, apabila tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 3 (1)Waralaba terdiri dari pemberi waralaba dan penerima waralaba. (2)Pemberi waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemberi waralaba berasal dari luar negeri; b. pemberi waralaba berasal dari dalam negeri; dan c. pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri. (3)Penerima waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri; b. penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri; dan c. penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri dan/atau waralaba luar negeri. BAB III KEWAJIBAN PEMBERI DAN PENERIMA WARALABA Pasal 4 (1)Pemberi waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba. (2)Prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (3)Dalam hal prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, prospektus harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Pasal 5 (1)Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dan mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku Hukum Indonesia. (2)Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. (3)Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada calon penerima waralaba paling singkat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan perjanjian. (4)Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Pasal 6 (1)Perjanjian waralaba yang diputus secara sepihak oleh pemberi waralaba sebelum masa berlaku perjanjian berakhir, pemberi waralaba tidak dapat menunjuk penerima waralaba yang baru untuk wilayah yang sama, sebelum tercapai kesepakatan dalam penyelesaian perselisihan oleh kedua belah pihak (clean break) atau paling lambat 6 bulan setelah pemutusan perjanjian waralaba. (2)Penerima waralaba baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan STPW, apabila sudah terjadi kesepakatan atau paling lambat 6 bulan setelah pemutusan perjanjian waralaba. BAB IV SURAT TANDA PENDAFTARAN WARALABA (STPW) Pasal 7 (1)Pemberi waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib memiliki STPW dengan mendaftarkan prospektus penawaran waralaba. (2)Penerima waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) wajib memiliki STPW dengan mendaftarkan perjanjian waralaba. Pasal 8 (1)STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. (2)STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang habis masa berlakunya dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. (3)STPW dinyatakan tidak berlaku apabila: a. jangka waktu STPW berakhir; b. perjanjian waralaba berakhir; atau c. pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba menghentikan kegiatan usahanya. Pasal 9 Kewajiban memiliki STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) untuk pemberi waralaba berasal dari luar negeri, dikecualikan apabila perjanjian waralaba antara pemberi waralaba berasal dari luar negeri dengan penerima waralaba di dalam negeri tidak mengalami perubahan. Pasal 10 (1)Pemberi waralaba berasal dari luar negeri yang tidak memiliki STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilarang memperluas kegiatan usahanya di Indonesia. (2)Penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri dan/atau penerima waralaba yang bertindak sebagai pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memperluas kegiatan usahanya. BAB V KEWENANGAN PENERBITAN STPW Pasal 11 Menteri memiliki kewenangan pengaturan Waralaba. Pasal 12 (1)Menteri melimpahkan wewenang kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk menerbitkan: a. STPW pemberi waralaba berasal dari luar negeri; b. STPW penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri; dan c. STPW pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri. (2)Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan. Pasal 13 (1)Menteri menyerahkan wewenang kepada Gubernur DKI Jakarta dan Bupati/Walikota di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk menerbitkan: a. STPW pemberi waralaba berasal dari dalam negeri; b. STPW pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri; c. STPW penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri; d. STPW penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri; dan e. STPW penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri. (2)Gubernur DKI Jakarta melimpahkan wewenang penerbitan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan. (3)Bupati/Walikota melimpahkan wewenang penerbitan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan. BAB VI TATA CARA PENDAFTARAN Pasal 14 (1)Permohonan STPW untuk pemberi waralaba berasal dari luar negeri dan pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A-1 Peraturan Menteri ini. (2)Permohonan STPW untuk pemberi waralaba berasal dari dalam negeri dan pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di kantor dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan Provinsi DKI Jakarta atau kabupaten/kota setempat dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A-2 Peraturan Menteri ini. (3)Permohonan STPW untuk penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III B-1 Peraturan Menteri ini. (4)Permohonan STPW untuk penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri, penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri, dan penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri, diajukan kepada pejabat penerbit STPW di kantor dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan Provinsi DKI Jakarta atau kabupaten/kota setempat dengan mengisi formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III B-2 Peraturan Menteri ini. Pasal 15 Permohonan STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus ditandatangani oleh pemilik, pengurus, atau penanggungjawab perusahaan dengan melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini. Pasal 16 (1)Pemohon STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus menunjukkan asli dokumen persyaratan. (2)Pengurusan permohonan STPW dapat dilakukan oleh pihak ketiga dengan menunjukkan surat kuasa bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemilik, pengurus, atau penanggungjawab perusahaan. Pasal 17 Prospektus penawaran waralaba yang didaftarkan oleh pemberi waralaba berasal dari luar negeri harus dilegalisir oleh Public Notary dengan melampirkan surat keterangan dari Atase Perdagangan R.I. atau Pejabat Kantor Perwakilan R.I. di negara asal. Pasal 18 (1)Paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya SP-STPW dan dokumen persyaratan secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pejabat penerbit STPW menerbitkan STPW dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini. (2)Apabila SP-STPW beserta dokumen persyaratan dinilai belum lengkap dan benar, pejabat penerbit STPW membuat surat penolakan penerbitan STPW kepada pemohon STPW, paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan. (3)Pemohon STPW yang ditolak permohonannya dapat mengajukan kembali permohonan STPW sesuai persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 19 Pengurusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), tidak dikenakan biaya administrasi. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 (1)Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan/ atau kabupaten/kota melakukan pembinaan waralaba. (2)Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain tercantum dalam Lampiran VI Huruf A Peraturan Menteri ini. (3)Pembinaan waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan secara bersama- sama dan/atau masing-masing instansi teknis terkait sesuai dengan kewenangannya. Pasal 21 (1)Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan kepada penerima waralaba dalam bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Huruf B Peraturan Menteri ini. (2)Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau kabupaten/kota. Pasal 22 (1)Menteri melimpahkan wewenang kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan waralaba secara nasional. (2)Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait di pusat dan di daerah dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3)Kepala Dinas yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan pada pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan dan pendaftaran waralaba di wilayah kerjanya. (4)Kepala Dinas yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan pada pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pendaftaran waralaba di wilayah kerjanya. Pasal 23 Apabila diperlukan, pejabat penerbit STPW atau pejabat yang ditunjuk dapat menugaskan aparat untuk meminta data dan/atau informasi tentang kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang menggunakan istilah dan/atau nama waralaba. BAB VIII PELAPORAN Pasal 24 (1)Pemilik STPW pemberi waralaba berasal dari dalam negeri, pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri, dan penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri, wajib menyampaikan laporan kegiatan waralaba kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri cq. Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan dengan tembusan kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan di kabupaten/kota setempat. (2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap tahun paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini. Pasal 25 (1)Pejabat penerbit STPW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus menyampaikan laporan perkembangan penerbitan STPW kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri cq. Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota setempat. (2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap tahun sekali paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri ini. BAB IX SANKSI Pasal 26 (1)Pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing- masing 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan oleh pejabat penerbit STPW, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Peraturan Menteri ini; dan b. denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). (2)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenakan kepada pemberi waralaba berasal dari luar negeri, penerima waralaba berasal dari waralaba luar negeri, dan pemberi waralaba lanjutan berasal dari luar negeri dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Perdagangan. (3)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan. (4)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenakan kepada pemberi waralaba berasal dari dalam negeri, pemberi waralaba lanjutan berasal dari dalam negeri, penerima waralaba berasal dari waralaba dalam negeri, penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba luar negeri, dan penerima waralaba lanjutan berasal dari waralaba dalam negeri ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang besarannya berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Perdagangan. (5)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetor ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah. (6)Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dilaksanakan terhitung sejak batas waktu surat peringatan ke 3 (tiga) berakhir. Pasal 27 Pemberi waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau Pasal 24, dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu sejak tanggal surat peringatan oleh pejabat penerbit STPW, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Menteri ini; b. pemberi waralaba yang tidak memenuhi ketentuan dalam peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikenakan sanksi berupa pemberhentian sementara STPW paling lama 2 (dua) bulan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI Peraturan Menteri ini; dan c. pencabutan STPW oleh pejabat penerbit STPW, bagi pemberi waralaba yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII Peraturan Menteri ini. Pasal 28 Orang perseorangan atau badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 29 Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini, diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW) bagi penerima waralaba yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlaku STPUW berakhir dan dapat diperpanjang tanpa melampirkan STPW Pemberi Waralaba. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 32 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2008 MENTERI PERDAGANGAN R.I., ttd MARI ELKA PANGESTU Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perdagangan R.I. Kepala Biro Hukum, ttd WIDODO

Sukristiawan.com:Peraturan Pemerintah RI No. 42 2007 Tentang Waralaba

Peraturan Pemerintah RI No. 42 2007 Tentang Waralaba by: Waralaba.com Peraturan Pemerintah RI mengenai waralaba PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan cara Waralaba serta meningkatkan kesempatan usaha nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Waralaba; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijke Wetboek, Staatblads 1847 Nomor 23); 3. Undang-Undang Penyaluran Perusahaan 1934 (Bedrijfs Reglementerings Ordonantie 1934, Staatblads 1938 Nomor 86); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WARALABA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. 2. Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba. 3. Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba. 4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang perdagangan. Pasal 2 Waralaba dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia. BAB II KRITERIA Pasal 3 Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki ciri khas usaha; b. terbukti sudah memberikan keuntungan; c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis; d. mudah diajarkan dan diaplikasikan; e. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. BAB III PERJANJIAN WARALABA Pasal 4 (1) Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. (2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pasal 5 Perjanjian Waralaba memuat klausula paling sedikit : a. nama dan alamat para pihak; b. jenis Hak Kekayaan Intelektual; c. kegiatan usaha; d. hak dan kewajiban para pihak; e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba; f. wilayah usaha; g. jangka waktu perjanjian; h. tata cara pembayaran imbalan; i. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris; j. penyelesaian sengketa; dan k. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian. Pasal 6 (1) Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain. (2) Penerima Waralaba yang diberi hak untuk menunjuk Penerima Waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba. BAB IV KEWAJIBAN PEMBERI WARALABA Pasal 7 (1) Pemberi Waralaba harus memberikan prospektus penawaran Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat melakukan penawaran. (2) Prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit mengenai : a. data identitas Pemberi Waralaba; b. legalitas usaha Pemberi Waralaba; c. sejarah kegiatan usahanya; d. struktur organisasi Pemberi Waralaba; e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir; f. jumlah tempat usaha; g. daftar Penerima Waralaba; dan h. hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. Pasal 8 Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan. Pasal 9 (1) Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba. (2) Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. B AB V PENDAFTARAN Pasal 10 (1) Pemberi Waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran Waralaba sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba. (2) Pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa. Pasal 11 (1) Penerima Waralaba wajib mendaftarkan perjanjian Waralaba. (2) Pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa. Pasal 12 (1) Permohonan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diajukan dengan melampirkan dokumen : a. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan b. fotokopi legalitas usaha. (2) Permohonan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan dengan melampirkan dokumen: a. fotokopi legalitas usaha; b. fotokopi perjanjian Waralaba; c. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik/ pengurus perusahaan. (3) Permohonan pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan kepada Menteri. (4) Menteri menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba apabila permohonan pendaftaran Waralaba telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (5) Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. (6) Dalam hal perjanjian Waralaba belum berakhir, Surat Tanda Pendaftaran Waralaba dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. (7) Proses permohonan dan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tidak dikenakan biaya. Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Waralaba diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 14 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Waralaba. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa pemberian : a. pendidikan dan pelatihan Waralaba; b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran; c. rekomendasi untuk mengikuti pameran Waralaba baik di dalam negeri dan luar negeri; d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis; e. penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik; dan/atau f. bantuan perkuatan permodalan. Pasal 15 (1) Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Waralaba. (2) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB VII SANKSI Pasal 16 (1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan/atau Pasal 11. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. denda; dan/atau c. pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba. Pasal 17 (1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a, dikenakan kepada Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 11. (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. Pasal 18 (1) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau Penerima Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga. (2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf c, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada Penerima Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 (1) Perjanjian Waralaba yang dibuat sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah ini harus didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 22 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 90 Salinan sesuai dengan aslinya DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN, MUHAMMAD SAPTA MURTI

Sabtu, 10 Januari 2015



Cara Ampuh Mengobati Radang Tenggorokan Radang tenggorokan baik yang ringan maupun yang berat tentunya dapat mengganggu aktifitas sehari-hari, apalagi pada anak-anak, biasanya mereka cendrung rewel ketika terkena penyakit yang satu ini. Oleh karena itulah Mengobati radang tenggorokan dipandang sangat perlu, namun mungkin masih banyak yang belum mengetahui cara yang ampuh dalam mengobati radang tenggorokan ini. Dalam mengobati radang tenggorokan yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi penyebab radang tenggorokan itu sendiri. Karena penyebabnya macam-macam tentunya akan mendapatkan langkah pengobatan yang berbeda- beda karena harus disesuaikan dengan penyebabnya tersebut. baca lebih lanjut tentang Penyebab radang tenggorokan . Tujuan dari pengobatan radang tenggorokan ini yaitu memberantas penyebab, meringankan atau menghilangkan gejala (baca : Gejala Radang Tenggorokan ), mencegah komplikasi, dan mencegah agar radang tak kambuh lagi. Baiklah, keempat poin besar ini lah yang akan kita bahas satu persatu dalam rangka mengobati radang tenggorokan. Memberantas Penyebab Radang Tenggorokan. Penyebab tersering radang tenggorokan yaitu infeksi virus, akan tetapi tidak ada obat antivirus yang digunakan untuk mebunuh virus jenis ini karena memang tidak dibutuhkan. Untuk memberantasnya dipercayakan saja kepada sistem pertahanan tubuh dan mengobati gejala yang muncul. Lain halnya jika penyebab radang tenggorokan merupakan infeksi bakteri, maka akan diperlukan antibiotik yang sesuai. Untuk menggunakan antibiotik diperlukan resep dokter, artinya harus periksa dulu ke dokter. Untuk penyebab lainnya seperti alergi, iritasi, maka harus menghindari makanan atau zat penyebab. Jika Anda memgalami faringitis oleh virus, gejala akan menghilang secara bertahap selama sekitar satu minggu. Jika Anda mengalami radang tenggorokan karena infeksi bakteri, gejala akan mereda dalam waktu dua sampai tiga hari setelah mulai minum antibiotik. Meringankan atau Menghilangkan Gejala Radang Tenggorokan. Untuk meringankan gejala radang tenggorokan dan meningkatkan daya tahan tubuh guna melawan infeksi, maka diperlukan : Banyak istirahat (tidur cukup, kurangi aktifitas fisik, hidari capek) Jika suara serak, kurangi bicara apalagi berteriak. Minum cairan hangat (teh atau kaldu) Minum banyak air untuk mencegah dehidrasi Berkumur dengan air asin hangat untuk meringankan rasa sakit tenggorokan. Lebih lanjut silahkan baca: Obat Tradisional Radang Tenggorokan (alami) Minum obat pereda nyeri dan demam contohnya ibuprofen, acetaminophen (parasetamol) atau aspirin (pada orang dewasa saja). obat-obat tersebut dijual bebas tanpa resep dokter, maka harap diperhatikan dosis dan kontraindikasinya. Cara-cara ini akan membantu meringankan rasa ketidaknyamanan dan mempercepat penyembuhan. Mencegah Komplikasi Radang Tenggorokan. Mengobati radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri streptococcus secara tuntas dapat mencegah komplikasi. Karena radang tenggorokan jenis ini, jika tidak diobati dengan tepat akan berpotensi menimbulkan komplikasi berupa penyakit jantung rematik dan penyakit ginjal glomerulonefritis akut (GNA). Untuk mengobati radang ini diperlukan antibiotik, diantaranya penisilin/amoksisilin selama 10 hari, alternatif lainnya eritromisin, azitromisin. Ketika minum antibiotik harus sesuai dengan anjuran dokter yakni harus dihabiskan walaupun sebelum habis Anda sudah merasa sembuh. Lebih lanjut silahkan baca: Antibiotik yang Tepat untuk Radang Tenggorokan Mencegah Radang Tenggorokan : agar tidak kambuh lagi. Untuk mencegah radang tenggorokan lakukanlah hal-hal berikut ini: Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara menyeluruh dan sering, terutama setelah menggunakan toilet, sebelum makan, dan setelah bersin atau batuk. Hindari berbagi makanan, gelas minum atau peralatan lainnya dengan penderita. Batuk atau bersin ke tisu kemudian membuangnya. Jika tidak ada tisu, bersinlah ke ketiak Anda. Gunakan pembersih tangan berbasis alkohol sebagai alternatif untuk mencuci tangan saat sabun dan air tidak tersedia, misalnya dalam perjalanan. Menggunakan masker jika lingkungan berdebu atau ketika membersihkan rumah. Hindari paparan asap rokok, dan berhenti lah merokok jika Anda seorang perokok. Sekian, cara ampuh mengobati radang tenggorokan semoga dapat bermanfaat untuk pembaca setia mediskus.com atau masih mengalami kesulitan silahkan berkomentar atau konsultasi.
Cara Ampuh Mengobati Radang Tenggorokan Radang tenggorokan baik yang ringan maupun yang berat tentunya dapat mengganggu aktifitas sehari-hari, apalagi pada anak-anak, biasanya mereka cendrung rewel ketika terkena penyakit yang satu ini. Oleh karena itulah Mengobati radang tenggorokan dipandang sangat perlu, namun mungkin masih banyak yang belum mengetahui cara yang ampuh dalam mengobati radang tenggorokan ini. Dalam mengobati radang tenggorokan yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi penyebab radang tenggorokan itu sendiri. Karena penyebabnya macam-macam tentunya akan mendapatkan langkah pengobatan yang berbeda- beda karena harus disesuaikan dengan penyebabnya tersebut. baca lebih lanjut tentang Penyebab radang tenggorokan . Tujuan dari pengobatan radang tenggorokan ini yaitu memberantas penyebab, meringankan atau menghilangkan gejala (baca : Gejala Radang Tenggorokan ), mencegah komplikasi, dan mencegah agar radang tak kambuh lagi. Baiklah, keempat poin besar ini lah yang akan kita bahas satu persatu dalam rangka mengobati radang tenggorokan. Memberantas Penyebab Radang Tenggorokan. Penyebab tersering radang tenggorokan yaitu infeksi virus, akan tetapi tidak ada obat antivirus yang digunakan untuk mebunuh virus jenis ini karena memang tidak dibutuhkan. Untuk memberantasnya dipercayakan saja kepada sistem pertahanan tubuh dan mengobati gejala yang muncul. Lain halnya jika penyebab radang tenggorokan merupakan infeksi bakteri, maka akan diperlukan antibiotik yang sesuai. Untuk menggunakan antibiotik diperlukan resep dokter, artinya harus periksa dulu ke dokter. Untuk penyebab lainnya seperti alergi, iritasi, maka harus menghindari makanan atau zat penyebab. Jika Anda memgalami faringitis oleh virus, gejala akan menghilang secara bertahap selama sekitar satu minggu. Jika Anda mengalami radang tenggorokan karena infeksi bakteri, gejala akan mereda dalam waktu dua sampai tiga hari setelah mulai minum antibiotik. Meringankan atau Menghilangkan Gejala Radang Tenggorokan. Untuk meringankan gejala radang tenggorokan dan meningkatkan daya tahan tubuh guna melawan infeksi, maka diperlukan : Banyak istirahat (tidur cukup, kurangi aktifitas fisik, hidari capek) Jika suara serak, kurangi bicara apalagi berteriak. Minum cairan hangat (teh atau kaldu) Minum banyak air untuk mencegah dehidrasi Berkumur dengan air asin hangat untuk meringankan rasa sakit tenggorokan. Lebih lanjut silahkan baca: Obat Tradisional Radang Tenggorokan (alami) Minum obat pereda nyeri dan demam contohnya ibuprofen, acetaminophen (parasetamol) atau aspirin (pada orang dewasa saja). obat-obat tersebut dijual bebas tanpa resep dokter, maka harap diperhatikan dosis dan kontraindikasinya. Cara-cara ini akan membantu meringankan rasa ketidaknyamanan dan mempercepat penyembuhan. Mencegah Komplikasi Radang Tenggorokan. Mengobati radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri streptococcus secara tuntas dapat mencegah komplikasi. Karena radang tenggorokan jenis ini, jika tidak diobati dengan tepat akan berpotensi menimbulkan komplikasi berupa penyakit jantung rematik dan penyakit ginjal glomerulonefritis akut (GNA). Untuk mengobati radang ini diperlukan antibiotik, diantaranya penisilin/amoksisilin selama 10 hari, alternatif lainnya eritromisin, azitromisin. Ketika minum antibiotik harus sesuai dengan anjuran dokter yakni harus dihabiskan walaupun sebelum habis Anda sudah merasa sembuh. Lebih lanjut silahkan baca: Antibiotik yang Tepat untuk Radang Tenggorokan Mencegah Radang Tenggorokan : agar tidak kambuh lagi. Untuk mencegah radang tenggorokan lakukanlah hal-hal berikut ini: Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara menyeluruh dan sering, terutama setelah menggunakan toilet, sebelum makan, dan setelah bersin atau batuk. Hindari berbagi makanan, gelas minum atau peralatan lainnya dengan penderita. Batuk atau bersin ke tisu kemudian membuangnya. Jika tidak ada tisu, bersinlah ke ketiak Anda. Gunakan pembersih tangan berbasis alkohol sebagai alternatif untuk mencuci tangan saat sabun dan air tidak tersedia, misalnya dalam perjalanan. Menggunakan masker jika lingkungan berdebu atau ketika membersihkan rumah. Hindari paparan asap rokok, dan berhenti lah merokok jika Anda seorang perokok. Sekian, cara ampuh mengobati radang tenggorokan semoga dapat bermanfaat untuk pembaca setia mediskus.com atau masih mengalami kesulitan silahkan berkomentar atau konsultasi.

Kamis, 08 Januari 2015

PHK yang Batal Demi Hukum hmsiregar Kategori:Buruh & Tenaga Kerja Dengan hormat, saat ini saya mengalami permasalahan kerja. Saya karyawan tetap sudah 2 tahun lebih seminggu bekerja di perusahan tersebut. Dan seminggu yang lalu saya di-PHK dengan alasan mangkir kerja 2 bulan. Tetapi semuanya ada sebabnya, yaitu proses Transfer Letter saya yang tidak mau ditandatangani oleh atasan saya di departemen yang baru, sehingga saya sering tidak masuk kantor karena tidak tahu harus berkantor di mana. Kalaupun ke kantor, saya datang ke kantor yang lama hanya untuk cek e-mail perusahaan (intranet) karena kantor baru saya berjarak 70 KM dari kantor lama. Sejujurnya saya memang ada tidak masuk kantor tetapi tidak 2 bulan sebagaimana yang dituduhkan HRD perusahaan (hal ini bisa saya buktikan). Singkatnya saya di- PHK secara sepihak oleh perusahaan tanpa ada penetapan dari PHI, tanpa ada pesangon serupiah pun. Bipartit telah dilakukan namun gagal, tripartit sudah seminggu saya masukkan surat untuk dimediasi Disnaker tetapi belum ada jawaban. Yang ingin saya tanyakan: 1. Apakah PHK secara sepihak dengan alasan mangkir kerja, tanpa ada putusan pengadilan PHI sah? 2. Apakah PHK tanpa pesangon atas saya sudah benar? 3. Lalu saya rencananya akan mengajukan gugatan ke pengadilan PHI, untuk itu mohon saran dan dukungan agar gugatan saya di PHI tidak gagal dan memiliki dalil hukum yang kuat. Mohon balasan e-mail ini, karena saya merasa sangat ditindas, karena PHK saya ini penuh rekayasa dan intrik kotor. Terima kasih, Hendri Marihot Siregar, SH HP:0813-78489xxx Jawaban: 1. Berdasarkan Pasal 151 ayat (2) UU No. 13/2003 jo Pasal 3 ayat (1) UU No. 2/2004 , bahwa setiap pemutusan hubungan kerja (“PHK”) wajib dirundingkan antara pengusaha (management ) dengan pekerja/buruh (karyawan) yang bersangkutan atau dengan (melalui) serikat pekerja/serikat buruh-nya. Dalam perundingan dimaksud, di samping merundingkan –- kehendak -– PHK-nya, juga merundingkan hak-hak yang (dapat) diperoleh dan/atau kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan masing-masing. Bilamana perundingan mencapai kesepakatan, dibuat PB (“Perjanjian Bersama”). Namun, sebaliknya apabila perundingan gagal, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (mem-PHK) setelah memperoleh penetapan (“izin”) dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang, dalam hal ini PHI (Pengadilan Hubungan Industrial ). Dalam kaitan (perundingan gagal) ini, wajib dibuat risalah perundingan, karena risalah tersebut merupakan syarat untuk proses pernyelesaian perselisihan PHK selanjutnya pada lembaga Mediasi atau Konsiliasi /Arbitrase (vide Pasal 151 ayat [3] UU No. 13/2003 jo Pasal 2 ayat [3] Permenakertrans. No. Per-31/Men/ VI/2008 ). Dengan demikian, pengusaha tidak boleh (sewenang-wenang) melakukan PHK secara sepihak tanpa penetapan dari PHI, kecuali PHK dengan alasan- alasan tertentu: karyawan masih dalam masa percobaan (probation), karyawan mengundurkan diri secara sukarela atau mangkir yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri (resign ), pensiun, ataukah meninggal dunia, dengan ketentuan, PHK yang tanpa penetapan tersebut adalah batal demi hukum, nietig van rechtswege (vide Pasal 154 jo Pasal 60 ayat [1], Pasal 162 dan Pasal 168, Pasal 166 dan Pasal 167 serta Pasal 170 UU No. 13/2003 ). Sehubungan dengan kasus Saudara, apabila Saudara dianggap (melakukan) mangkir, maka pengusaha harus dapat membuktikannya, dengan syarat telah dilakukan pemanggilan 2 (dua) kali secara patut dan tertulis. Kalau belum ada upaya (proses) pemanggilan, maka Saudara belum (memenuhi syarat untuk) dapat dikatakan mangkir, walaupun telah tidak masuk –- bolos - – setidaknya dalam waktu 5 (lima) hari kerja (lihat Pasal 168 ayat [1] UU No. 13/2003 ). 2. Apabila Saudara di-PHK (melalui perundingan), maka pada dasarnya Saudara berhak atas uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (jika memenuhi syarat) serta uang penggantian hak –- sekurang-kurangnya -– sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU No. 13/2003 . Namun apabila Saudara di-PHK yang dikualifikasikan mangkir, maka Saudara hanya berhak uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No. 13/2003 dan uang pisah sesuai dengan ketentuan (yang diatur) dalam perjanjian kerja dan/atau peraturan perusahaan / perjanjian kerja bersama (lihat Pasal 168 ayat [3] UU No. 13/2003 ). 3. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, kami sangat mendukung (men- support) apabila Saudara bermaksud (merencanakan) untuk menggugat hak- hak Saudara, namun kami sarankan untuk mencoba kembali menyelesaikan permasalahan Saudara dengan pihak management -- secara bipartit -- melalui upaya-upaya perundingan (secara musyawarah untuk mufakat). Dengan cara itu, proses PHK tidak harus melalui jalan yang panjang dan lama yang menguras tenaga, pikiran dan biaya. Demikian juga, dengan musyawarah kesan PHK Saudara akan lebih baik dan mewarnai nama baik Saudara jika hendak masuk (bekerja) di perusahaan lain. Tidak ada black list, dan tidak menang jadi arang , kalah jadi abu (sia-sia). Demikian saran dan dukungan kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-31/Men/XII/2008 Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit.

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...