Sabtu, 25 April 2015

sukristiawan.com:Sejarah hari buruh 1 Mei

Hari Buruh Pawai Hari Buruh 1 Mei 2003 di Jakarta Hari Buruh pada umumnya dirayakan pada tanggal 1 Mei , dan dikenal dengan sebutan May Day . Hari buruh ini adalah sebuah hari libur (di beberapa negara) tahunan yang berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh . Sejarah Hari Buruh May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi- politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat . Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja. Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat. Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire , seorang pekerja mesin dari Paterson , New Jersey . Pada tahun 1872 , McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan "pengganggu ketenangan masyarakat". Pada tahun 1881 , McGuire pindah ke St. Louis , Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago , dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America". Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur. Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun- tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya. Pada 1887 , Oregon menjadi negara bagian pertama yang menjadikannya hari libur umum. Pada 1894 . Presider Grover Cleveland menandatangani sebuah undang-undang yang menjadikan minggu pertama bulan September hari libur umum resmi nasional. Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa , Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia. Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions , yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872 [1] , menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886 . Artikel utama Kerusuhan Haymarket Peristiwa Haymarket, Polisi menembaki para demonstran disusul dengan perlawanan dari kaum buruh. Pada tanggal 1 Mei tahun 1886 , sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei. Pada tanggal 4 Mei 1886 . Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir . Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan- pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal. Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi: Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis. Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day , diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka. Hari buruh di Indonesia Jurnalis Juga Buruh, 1 Mei 2007 di Jakarta Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini. Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970 di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong, Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok) dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B Tan Tein. [2] Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia. Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif , karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis . Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional. Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan komunis. Aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti di Jakarta , Lampung , Makassar, Malang , Surabaya, Medan , Denpasar , Bandung , Semarang, Samarinda , Manado , dan Batam . Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran HI dan Parkir Timur Senayan , dengan sasaran utama adalah Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot Subroto dan Istana Negara atau Istana Kepresidenan. Selain itu, lebih dari 2.000 buruh juga beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara. Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta datang dari sejumlah kawasan industri di Jakarta, Bogor , Depok , Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang tergabung dalam berbagai serikat atau organisasi buruh. Mereka menolak revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang banyak merugikan kalangan buruh. [3] Pawai Hari Buruh 1 Mei 2007 di Jakarta Di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan. Berbagai titik di Jakarta dipenuhi para pengunjuk rasa, seperti Kawasan Istana Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Gedung Balai Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker dan Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia. Di Yogyakarta, ratusan mahasiswa dan buruh dari berbagai elemen memenuhi Kota Yogyakarta. Simpang empat Tugu Yogya dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan mahasiswa berangkat dari titik simpul Tugu Yogya menuju depan Kantor Pos Yogyakarta. Di Solo , aksi dimulai dari Perempatan Panggung yang dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Bundaran Gladag sejauh 3 km untuk menggelar orasi lalu berbelok menuju Balaikota Surakarta yang terletak beberapa ratus meter dari Gladag. Aksi serupa juga digelar oleh dua ratusan buruh di Sukoharjo. Massa aksi tersebut mendatangi Kantor Bupati dan Kantor DPRD Sukoharjo. Di Bandung , para buruh melakukan aksi di Gedung Sate dan bergerak menuju Polda Jawa Barat dan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Jawa Barat. Di Serang , ruas jalan menuju Pandeglang, Banten, lumpuh sejak pukul 10.00 WIB. Sekitar 10.000 buruh yang tumplek di depan Gedung DPRD Banten memblokir Jalan Palima. Di Semarang, ribuan buruh berunjuk rasa secara bergelombang sejak pukul 10.00 WIB. Mengambil start di depan Masjid Baiturrahman di Kawasan Simpang Lima, Kampus Undip Pleburan, dan Bundaran Air Mancur di Jalan Pahlawan, lalu menuju gedung DPRD Jawa Tengah. Sekitar 2 ribu buruh di kota Makassar mengawali aksinya dengan berkumpul di simpang Tol Reformasi. Dari tempat tersebut, mereka kemudian berjalan kaki menuju kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumoharjo. Di kota Palembang , aksi buruh dipusatkan di lapangan Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera). Di Sidoarjo, ratusan buruh yang melakukan aksi di Gedung DPRD Sidoarjo, Jawa Timur. Ribuan buruh di Pekalongan melakukan demo mengelilingi Kota Pekalongan. Aksi dimulai dari Alun-alun Pekauman Kota Pekalongan, melewati jalur pantura di Jalan Hayam Wuruk, dan berakhir di halaman Gedung DPRD Kota Pekalongan. Longmarch dilakukan sepanjang sekitar enam kilometer. Di Medan , sekitar 5 ribu buruh mendatangi DPRD Sumut dan Pengadilan Negeri Medan. Pawai Hari Buruh 1 Mei 2008 di Jakarta Sekitar 20 ribu buruh melakukan aksi longmarch menuju Istana Negara pada peringatan May Day 2008 di Jakarta. Mereka berkumpul sejak pukul 10 pagi di Bundaran Hotel Indonesia . Sementara itu 187 aktivis Jaringan Anti Otoritarian dihadang dan ditangkap dengan tindakan represif oleh personel Polres Jakarta Selatan seusai demonstrasi di depan Wisma Bakrie, saat hendak bergabung menuju bundaran HI [4] . Di Depok, 5 truk rombongan buruh yang hendak menuju Jakarta ditahan personel Polres Depok. Di Medan, polisi melarang aksi demonstrasi dengan alasan hari raya Kenaikan Isa Almasih . Aksi buruh di Yogyakarta juga dihadang Forum Anti Komunis Indonesia. [5] Aksi ini dilakukan oleh pelbagai organisasi buruh yang tergabung Aliansi Buruh Menggugat dan Front Perjuangan Rakyat , serta diikuti berbagai serikat buruh dan organisasi lain, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Buruh Putri Indonesia, Kesatuan Alinasi Serikat Buruh Independen (KASBI), Serikat Pekerja Carrefour Indonesia, Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), komunitas waria, organ-organ mahasiswa dan lain sebagainya. [6] Pawai Hari Buruh 2009 di Jakarta Belasan ribu buruh, aktivis dan mahasiswa dari berbagai elemen dan organisasi memperingati Hari Buruh Sedunia dengan melakukan aksi longmarch dari Bundaran HI menuju Istana Negara, Jakarta. Aksi ini tergabung dalam dua organisasi payung, Front Perjuangan Rakyat (FPR) dan Aliansi Buruh Menggugat (ABM). Ribuan buruh yang tergabung dalam ABM, tertahan dan dihadang oleh ratusan aparat kepolisian sekitar 500 meter dari Istana. [7] Bertepatan dengan Hari Buruh Internasional, ribuan pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Dari Bundaran HI, mereka kemudian bergerak ke depan Istana Negara . [8] . Mereka menuntut akan jaminan sosial bagi buruh. Kalangan buruh menganggap penerapan jaminan sosial saat ini masih diskriminatif, terbatas, dan berorientasi keuntungan. [9] Di depan Istana, sempat terjadi kericuhan yang berlangsung sekitar 15 menit pada pukul 14.00 WIB. Petugas kepolisian mengamankan dua orang pengunjuk rasa untuk dimintai keterangan. Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Edward Aritonang , kedua demonstran tersebut berasal dari salah satu lembaga antikorupsi, KAPAK (Komite Aksi Pemuda Anti Korupsi). Setelah insiden itu, secara umum kondisi aksi unjuk rasa berjalan kondusif kembali hingga selesainya aksi pada pukul 16.00 WIB. [10] Ribuan buruh Indonesia merayakan Hari Buruh Internasional atau May Day, Minggu (01/05) di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan adanya kepastian jaminan sosial bagi para buruh di Indonesia sambil meneriakkan yel-yel perjuangan eperti "Hidup Buruh" dan "Berikan Hak-Hak Buruh," serta mereka berpawai menuju Istana Negara. [11] Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi DR. Untung S.Rajab, Kamis 3 Mei 2012 menerima sejumlah tokoh serikat buruh yang terlibat langsung pengerakan aksi demo besar-besaran di ibukota Jakarta menyambut May Day 2012 atau Hari Buruh Internasional. Tokoh buruh yang menemui Kapolda, diantaranya ketua aksi dan koordinator Lapangan. Kemudian mereka bersama Kapolda memberi keterangan pers. Bari Silitonga selaku ketua aksi pada peringatan Hari Buruh Internasioanl itu kepada wartawan mengatakan, kedatangan mereka menemui Kapolda Metro Jaya untuk memberi apresiasi positif kepada Polda Metro Jaya dan jajarannya yang telah mengawal aksi demo buruh pada Sesala 1 Mei 2012, sehingga aksi buruh dapat berjalan lancar, tertib dan aman, tanpa mendapat gangguan sampai selesai. Meskipun tuntutan serikat buruh hanya sebagaian kecil mendapat tanggapan positif dari Pemerintah, kami buruh merasa perlu memberi apresiasi kepada jajaran Polda Metro Jaya yang telah mengamankan aksi demo buruh sejak awal hingga selesai pada 1 Mei 2012. Mengenai tuntutan buruh yang belum tercapai, itu akan terus diperjuangkan buruh dan tidak akan pernah berhenti, kata Bari Silitonga. Kedatangan sejumlah tokoh buruh ini, disambut gembira oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi DR.Untung S.Rajab. Kepada wartawan dikatakannya, jajaran Polda Metro Jaya juga memberi apresiasi dan sangat berterima kasih kepada seluruh anggota serikat buruh, dimana selama melakukan aksi demonya pada May Day 2012 tetap tertib dan tidak melanggar hukum. Menurut Irjen Polisi DR.Untung S.Rajab, buruh maupun serikat buruh telah menunjukkan kepada masyarakat suatu contoh positif, bahwa untuk menyampaikan aspirasi melalui aksi demo dapat dilakukan secara tertib dan damai. Buruh telah memberi contoh, meskipun massa yang diturunkan puluhan ribu, aksi demo mereka tidak mengganggung keamanan dan ketertiban masyarakat. “Aksi buruh 1 Mei kemarin merupakan bukti, bahwa aksi demo tidak identik dengan kerusuhan. Saya selaku pimpinan Polda Metro Jaya pada berterima kasih dan member apresiasi kepada buruh. Saya juga berterima kasih dan member apresiasi kepada mahasiswa yang pada hari buruh internasional kemarin ikut melakukan aksi demo, tapi tetap tertib”, kata Kapolda Metro. Lebih lanjut Kapolda Metro Jaya mengatakan, bahwa buruh yang tergabung diberbagai serikat buruh adalah aset negara. Mereka patut dihargai dan berhak mendapat pelayanan yang baik dari pemerintah, termasuk dari kepolisian. Oleh karena itu, jajaran kepolisian pada peringatan hari buruh kemarin mengawal aksi demo buruh agar tidak mendapat gangguan dari pihak luar, dan kerjasama buruh dengan Polri pada May Day 2012 cukup baik. Apa yang telah diperlihatan buruh melalui aksi demonya, patut dicontoh, karena aksi demo tidak identik dengan kekerasan atau kerusuham. (hais/m). Pemerintah akan menjadikan Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei sebagai hari libur nasional. Menurut rencana, hal itu akan dimulai pada 2014. [12] Referensi 1. ^ The History of May Day 2. ^ http://www.mediabersama.com/ index.php? option=com_content&view=article&id=2100: lawatan-ibarruri-terhempas-dari-negeri- sendiri-karena-mewarisi-nama-besar-yang- dikutuk-orde- baru&catid=934:kisah&Itemid=147 Lawatan Ibarruri 3. ^ Aksi Unjuk Rasa Berlangsung Tertib - Kapanlagi. 4. ^ Ratusan Demonstran di Wisma Bakrie Ditangkap - Berita VHR News 5. ^ Aksi May Day Dihadang Polisi & FAKI - Berita VHR News 6. ^ May Day 2008 di Jakarta 7. ^ May Day 2009 8. ^ Ribuan Buruh Memadati Bundaran HI , Liputan6 9. ^ Hari ini ribuan buruh tuntut jaminan sosial 10. ^ Hari Buruh Berlangsung Damai , Republika Online 11. ^ Demonstrasi hari buruh di Jakarta 12. ^ Hari Buruh, 1 Mei Akan Jadi Libur Nasional , Kompas Pranala luar (Indonesia) Aksi Damai Sambut Hari Buruh Internasional , Tempo 1 Mei 2005 (Indonesia) Hari Buruh Marak Dirayakan di Berbagai Negara , Kompas 2 Mei 2005 (Indonesia) Aksi Hari Buruh Internasional , Indymedia Jakarta (Indonesia) Fobia Hari Buruh (Inggris) May Day 2006 (Inggris) Euro May Day (Inggris) Galeri foto May Day 2006 (Indonesia) Blog May Day 2007 (Inggris) May Day 2007 - National Mobilization to Support Immigrant Workers! (Indonesia) Berita dan Foto May Day 2007 , Indymedia Jakarta (Indonesia) Berita dan Foto May Day 2008 , Indymedia Jakarta (Indonesia) Berita dan Foto May Day 2009 , Indymedia Jakarta (Indonesia) Peristiwa Hari Buruh 1/5/2010 , Antara Foto Baca dalam bahasa lain

Rabu, 22 April 2015

sukristiawan.com:Bolivia Merdeka darivBank dunia Dan IMF

Bolivia Merdeka Dari Bank Dunia Dan IMF 22 April 2015 | 2:21 WIB | 316 Views Pemberontakan rakyat Bolivia pada tahun 2000 melawan korporasi multinasional, Bechtel, menempatkan isu privatisasi air dan kebijakan Bank Dunia dalam sorotan dunia internasional. Utang Dan Penghematan Selama 60 terakhir, beberapa perlawanan besar rakyat Bolivia menarget kebijakan ekonomi yang merusak yang dipaksakan oleh Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Sebagian besar perlawanan ini fokus pada penentangan terhadap kebijakan privatisasi dan langkah-langkah penghematan, seperti pemotongan belanja publik, dekrit privatisasi, pemangkasan upah, dan pelemahan hak-hak buruh lainnya. Ketergantungan ekonomi Bolivia pada IMF dan Bank Dunia meningkat di tahun 1970-an, ketika negeri ini terjebak dalam utang massif untuk mendanai modernisasi industri pertambangan dan industri pertanian berorientasi ekspor, dan karena itu, bisa memenuhi kebutuhan bahan baku negara-negara utara dan memperkaya segelintir perusahaan transnasional di sektor tersebut. Secara bertahap, reformasi yang didorong oleh IMF menjadi modus operandi bagi elit Bolivia: ketika kelas atas Bolivia tidak menderita akibat langkah penghematan yang didorong oleh IMF, mereka hanya punya sedikit simpati terhadap korban kebijakan tersebut. Pada pertengahan 1980an, Bolivia mengalami krisis utang parah setelah gelombang modal asing, terutama dari Bank swasta internasional, untuk daur ulang petrodolar akibat kejatuhan harga minyak dunia pada tahun 1973-1974. Antara tahun 1971 hingga 1981, Boliviar mendapat lebih dari 3 milyar USD melalui utang luar negeri. Sekali berutang, pemerintah Bolivia mendongak kepada IMF untuk mendapat bantuan berupa pinjaman segar, dengan ketentuan mereka harus melakukan penghematan fiskal supaya mereka bisa membayar kembali utangnya kepada kreditur swasta. Bukannya berurusan dengan krisis pembayaran jangka pendek, IMF memaksa pemerintah Bolivia mengalihkan semua dana pemerintah dari program sosial, yang berdampak buruk terhadap pekerja berpendapatan rendah yang sangat bergantung pada pelayanan publik. “Pinjaman IMF dimaksudkan untuk mengurangi defisit fiskal melalui pemotongan anggaran, yang berujung pada pemangkasan belanja sosial,” kata Patricia Miranda LSM FundaciĆ³n Jubileo yang berbasis di Bolivia kepada teleSUR . Di Bolivia, dampak langsung kebijakan IMF selalu jatuh di pundak rakyat pedesan dan pekerja di kota, akibat dari keputusan pemerintah menerapkan tuntutan IMF, seperti menaikkan pajak pendapatan pada pekerja berpendapatan rendah. “Kenaikan pajak pendapatan tanpa proposal reformasi alternatif menyebabkan krisis sosial terbesar di negeri ini yang pernah disaksikan,” tambah Miranda. Hal ini ditambah lagi dengan privatisasi BUMN dan sumber daya alam, seperti gas dan air, sepanjang tahun 1990-an hingga awal 2000-an memicu pemberontakan rakyat yang menantang langsung legitimasi IMF dan Bank Dunia. Perang Air Chocabamba Di tahun 2000, Bank Dunia mendorong pemerintah Bolivia menjual sistim layanan air umum Chocabamba kepada perusahaan Bechtel. Kesepakatan ini, yang dinegosiasikan di balik pintu tertutup antara Bank Dunia dan perwakilan perusahaan Bechtel, menjamin kontrol perusahaan ini terhadap perusahaan air minum kota selama 40 tahun, yang memungkinkan mereka menikmati keuntungan sebesar 16 persen setiap tahunnya. Akibat kontrak dengan Bechtel itu, tagihan air per bulan meroket sebesar 43 persen untuk keluarga berpendapatan rendah. Protes publik dan perlawanan mulai terjadi begitu kebijakan ini diambil, yang memaksa pemerintah Bolivia membatalkan kontrak dengan Bechtel. Kemenangan ini dianggap sebagai kemenangan pertama gerakan rakyat setelah 15 tahun kebijakan Washington Consensus dengan kebijakan penyesuaian strukturalnya. ‘Perang air Chocabamba’ pada tahun 2000 itu menyatukan rakyat miskin perkotaan, pedesaan, mestizo, dan masyarakat adat, yang kemudian berujung pada kemenangan elektoral bagi Gerakan Untuk Sosialisme (MAS) dan terpilihnya Evo Morales sebagai Presiden. Era Baru Lebih dari 15 tahun kemudian, hubungan Bolivia dengan IMF dan Bank Dunia berubah drastis, dimana Bolivia tidak lagi menjadi subjek dari pemaksaan kebijakan oleh kedua lembaga tersebut. Sejak terpilihnya Evo Morales sebagai Presiden di tahun 2005, pemerintah membuat panduan baru untuk melindungi ekonomi Bolivia dari para rentenir predator, seperti IMF dan Bank Dunia. Pemerintahan Morales mempertahankan tata- kelola ekonomi otonom sebagai komponen utama kebijakannya untuk memperbesar landasan politiknya. Karena, itu dimaksudkan untuk memastikan bahwa bantuan keuangan eksternal sesuai dengan tujuan pembangunan domestik dan kebijakan fiskal pemerintah. Di bawah Presiden Morales, manajemen resiko bencana menjadi prioritas pemerintah Bolivia, yang seringkali menjadi korban dampak perubahan iklim—yang menyebabkan bencana alam, meskipun Bolivia merupakan penyumbang emisi karbon terkecil. Akhir November tahun lalu, pemerintah Bolivia mengesahkan UU manajemen resiko bencana, menyusul dampak banjir pada awal 2014, yang menyebabkan 50 orang meninggal, 411.500 orang korban, dan kerusakan besar yang ditaksir mencapai 384 juta USD di provinsi Beni, Chuquisaca, Cochabamba, Potosi, dan La Paz. Yang mungkin sekilas tampak seperti kembali pada kebijakan lama dalam upaya memperkuat institusi manajemen bencana, pemerintah Bolivia menyetujui pinjaman yang cukup besar pada bulan Februari dengan Bank Dunia sebesar 200 juta USD untuk manajemen resiko perubahan iklim dan bencana. Akan tetapi, sebaimana dinyatakan oleh Miranda dari Fundacion Jubileo , perjanjian pinjaman ini memungkinkan kontrol eksekutif dan administratif pemerintah dalam distribusi dan alokasi pinjaman tersebut, yang menunjukkan saat ini mengatur kedua pihak. Meskipun karena adanya pinjaman baru itu, utang keseluruhan Bolivia dengan Bank Dunia turun dari 37 persen di tahun 2005 menjadi 9 persen di tahun 2014. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Bolivia telah berhasil mengurangi ketergantungan pada IMF dan Bank Dunia melalui peningkatan royalti pemerintah dari cadangan hidrokarbon (sebuah kebijakan yang ditentang oleh IMF dan Bank Dunia), yang memberi pemerintah kemandirian fiskal yang memadai untuk mempromosikan model ekonomi sendiri. Saat ini negara merupakan penghasil kekayaan utama di negeri ini. Sejak Morales menempati kekuasaan di tahun 2005, pemerintah Bolivia telah berhasil meningkatan produksi gas hidrokarbon dari 33 juta meter kubik menjadi 56 juta meter kubik pada tahun 2013, yang telah mendorong lompatan pendapatan dari hidrokarbon dari 9,8 persen di tahun 2005 menjadi 35 persen di tahun 2013. Hasilnya, sejak tahun 2006, belanja sosial untuk kesehatan, pendidikan, pensiun dan pengentasan kemiskinan telah meningkat lebih dari 45 persen. Namun, jika harga komoditas—termasuk gas— terus jatuh, Bolivia kelihatannya diharuskan mencari sumber-sumber penerimaan fiskal alternatif untuk mempertahankan kemandirian ekonominya dari institusi semacam IMF dan Bank Dunia. Di sisi lain, Bolivia masih bisa mengandalkan tumpukan cadangan devisanya untuk menghindari kemungkinan terburuk akibat pinjaman dari Bank Dunia dan IMF. Keberhasilan Bolivia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan sebuah kemerdekaan baru bagi sebuah negara, yang memungkinkan negara bersangkutan menerapkan kebijakan sosial dan ekonomi tanpa campur tangan dari IMF dan Bank Dunia.

Selasa, 14 April 2015

sukristiaawan.com:Cara Membuat Banner Iklan Animasi / Bergerak Dengan Photoshop

Cara Membuat Banner Iklan Animasi / Bergerak Dengan Photoshop POSTED BY ALI MUAKHOR POSTED ON MONDAY, JULY 07, 2014 WITH 33 COMMENTS Iklan dalam sebuah banner di buat tentunya untuk menarik pengujung blog agar mengklik atau mengunjungi web yang di iklankan. Pada intinya banner memiliki bentuk file berupa flash, JPG, PNG bisa dalam bentuk gambar animasi yang bergerak ( GIF ) bisa hanya gambar biasa. Pada kesempatan ini akan kita bahas bagaimana cara membuat banner dengan bentuk animasi atau gambar bergerak dengan mengunakan software Photoshop CS 3, bisa juga menggunakan Photoshop CS2. Untuk artikel kali ini akan kami berikan contoh gambar Banner Iklan Animasi / Bergerak format GIF di bawah ini. Untuk cara membuat gambar bisa dilihat di sini : Link Banner Gambar di atas terdiri dari tiga gambar yang di gabungkan menjadi satu, dari gambar di atas terlihat yang bergerak hanya tulisan Clik Here atau Klik Disini yang berkedip-kedip. Jika di pisah / di urai gambar di atas akan seperti di bawah ini : Pada gambar bertuliskan honda 264x300 3, dan 264x300 1 memiliki ukuran dan bentuk yang sama, sementara untuk 264x300 2 berbeda dari kedua gambar inilah yang membuat gambar diatas berkedip, fungsi gambar 264x300 2 adalah untuk jeda. Lalu bagaimana gambar diatas bisa di gabung dengan bisa berkedip-kedip ikuti langkah berikut ini ; Masuk ke Adobe Photoshop CS3 dan siapkan gambar yang akan di buat animasi. Pada menu utama Adobe Photoshop klik File lalu Scripts lalu Load files into Stack . Untuk lebih jelasnya lihat ambar di bawah ini. Selanjutnya akan muncul menu Load Layers, kemudian klik Browse dan pilih gambar yang sudah kita siapkan. Jika gambar sudah sesuai klik OK. Selanjutnya klik pada menu Window sehingga muncul gambar yang akan di jadikan animasi, setelah itu klik Animation sehinga muncul menu Animation (frames) untuk lebih jelas lihat gambar bawah ini ; Selanjutnya pada pojok kanan menu Animation (frames) klik pada bagian garis -garis cari dan klik menu Make Frames From Layers, setelah diklik akan muncul 3 gambar animasi yang akan kita buat pada menu Animation (frames). Masih pada menu Animation (frames) klik pada bagian pojok kanan pada bagian yang bergaris -garis lalu klik menu Select All Frames, setelah diklik gambar animasi yang akan kita buat berubah warna pada back ground menjadi biru dan ada menu 1 Sec , menu Sec adalah menu yang berfungsi untuk mengatur waktu berkedip / jeda antara gambar satu dengan gambar berikutnya. Idelanya pilih 2-3 Sec / detik karena loading gambar tidak terlalu cepat. Proses selesai untuk melihat hasil bisa di klik play ( gambar segitiga ). Jika di rasa kurang cepat atau terlalu cepat bisa di ubah sesuai keinginan, caranya harus di Select All Frames terlebih dahulu. Jika proses sudah selesa save gambar dalam bentuk GIF caranya klik pada menu home , lalu cari menu File klik Save For Web & Devices. Lihat gambar di bawah ini Proses pembuatan animasi / gambar bergerak di atas bisa di kembangkan sendiri sesuai kebutuhan, kurang lebih caranya seperti penjelasan di atas, jika di rasa ada yang kurang jelas bisa di tanyakan di komentar. Untuk tutorial cara memasang baner / gambar iklan ke blog klik disini. (Baca Cara Memotong Gambar Dengan Menggunakan Photoshop) Untuk lebih jelasnya lihat video tutorialnya dibawah ini : Alt/Text Gambar Related articles Cara Membuat Dan Memasang Favicon ke Blog Cara Instal atau Menambahkan Font Baru Ke Windows 7 Cara Mengabungkan Beberapa Gambar Menjadi Satu Dengan Photosop Cara Memotong Gambar Dengan Menggunakan Photoshop Mengenal Menu Shape di Photoshop Cara Membuat Display Picture Atau DP BBM Dengan Photoshop Labels: PHOTOSHOP Newer PostOlder PostHome Link Banner POPULAR POSTS Cara Download dan Instal BBM untuk PC atau Laptop Setelah resmi diluncurkan BBM versi Android, iOS, BBM juga resmi meluncurkan aplikasi chat BBM Beta untuk Nokia lumia kurang lebih satu p... Cara Mengganti Password Wifi Hotspot Speedy Bagi Anda pemilik usaha warnet atau cafe atau apapun usaha yang menawarkan internet wi-fi gratis bagi pelanggan Anda tentunya sangat seri... Cara Menghilangkan Iklan Spam Yang Muncul di Browser dan Hosting Blog Pada saat membuka hosting berbayar ataupun hosting gratisan ataupun pada saat membuka browser Anda mungkin pernah mengalami munculnya ik... Cara Download Dan Instal Aplikasi BBM untuk Tablet Android Tahun 2011 adalah era kemunculan Tablet terutama yang berbasis Android. Berbagai perusahaan perangkat mobil mengeluarkan versi tablet den... Cara Menghapus atau Logout Akun Gmail di Smartphone dan Tablet Android Smartphone atau tablet android pada umumnya sudah memiliki aplikasi Gmail , G+, walapun ada jenis smartphone yang tidak dilengkapi denga... Link Banner PATNER DP BBM Lucu Gamis Murah Dunia Android Mancing Mania ENTRI POPULER Cara Download dan Instal BBM untuk PC atau Laptop Cara Mengganti Password Wifi Hotspot Speedy Cara Menghilangkan Iklan Spam Yang Muncul di Browser dan Hosting Blog Cara Download Dan Instal Aplikasi BBM untuk Tablet Android Cara Mengganti DP dan Mengirim Gambar Pada BBM versi PC Cara Menghentikan Obrolan Dengan Banyak Orang dibbm Android Cara Download dan Instal Bluestacks Installer Secara Offline Untuk Windows 7/Vista/XP/8 & 8.1 Cara Menghapus atau Logout Akun Gmail di Smartphone dan Tablet Android TAS KAMERA Jual Tas Kamera | Tas Kamera SLR | Tas Kamera DSLR Tas Kamera National Geographic Bahan Jeans - Tas Kamera National Geographic Bahan Jeans ini memiliki spec sama dengan tas kamera national geographic bahan kanvas hanya berbeda jenis bahan yang digun... MOBIL RC Jual RC Murah - Toko Mobil Remote Control Mobil RC Touring Lamborghini Sesto Elemento - Lamborghini kembali meluncurkan edisi terbaru bernama Lamborghini Sesto Elemento, sport cars ini hanya di produksi sebanyak 20 buah di dunia dan sayangnya ... DMCA.com Protection Status FANS PAGES Support

Rabu, 08 April 2015

sukristiawan.com: Kumpulan Beberapa Animasi Untuk Mempercantik Blog

Gede Sitdown Blog: Kumpulan Beberapa Animasi Untuk Mempercantik Blog: Kreasi | Informasi | Selamat malam sobat, kali ini saya akan share kumpulan beberapa animasi . Gunanya animasi ini tentu saja untuk mempe...

sukristiawan.com:sarekat islam

Sarekat Islam Syarikat Islam (disingkat SI ) dahulu bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI ) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi SDI merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat pada masa itu. Selanjutnya pada tahun 1912 berkat keadaan politik dan sosial pada masa tersebut HOS Tjokroaminoto menggagas SDI untuk mengubah nama dan bermetamorfosis menjadi organisasi pergerakan yang hingga sekarang disebut Syarikat Islam, Hos Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial. kearah politik dan Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut. Sejarah awal Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang- pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905 , dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa . Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia -Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders. SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia . Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg . Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912 . Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1912 , oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan jiwa dagang. 2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha. 3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat. 4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam. 5. Hidup menurut perintah agama. SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916 . Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917 , yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan dalam Central Sarekat Islam. Tapi Tjokroaminoto tidak bertahan lama di lembaga yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda itu dan ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan Rakyat), karena volksraad dipandangnya sebagai "Boneka Belanda" yang hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi. HOS Tjokroaminoto ketika itu telah menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia) diberi hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda. Potret bersama rapat Sarekat Islam di Kaliwungu . Hadir para anggota dari Kaliwungu, Peterongan , dan Mlaten , serta anggota Asosiasi Staf Kereta Api dan Trem (VSTP) [1] Semarang. Pada tahun 1912 , oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan jiwa dagang. 2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha. 3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat. 4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam. 5. Hidup menurut perintah agama. SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916 . Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917 . Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia. Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober 1917 . Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya . Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar parlemen. Masuknya pengaruh komunisme SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal- Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda. Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen , Darsono , Tan Malaka , dan Alimin Prawirodirdjo . Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme. Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain: 1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI Semarang. 2. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang. 3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV. 4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang. SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis , Suryopranoto , Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo ) berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta . Sedangkan SI Merah (Semaoen , Alimin , Darsono ) berhaluan kiri berpusat di kota Semarang. Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut. Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI . Darsono membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda : kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih). Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak memperbolehkannya. Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat". Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin Sukiman, PSII Kartosuwiryo , PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam perjuangannya. Pada Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan mendapatkan 8 (delapan) kursi parlemen. Kemudian pada Pemilu 1971 pada zaman Orde Baru, PSII di bawah kepemimpinan H. Anwar Tjokroaminoto kembali menjadi peserta bersama sembilan partai politik lainnya dan berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI sejumlah 12 (dua belas orang). Referensi 1. ^ VSTP: Vereeniging van Spoor- en Tramwegpersoneel Bacaan lanjutan George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia , Cornell University Press, 1952. Nugroho Notosusanto , Sejarah Nasional Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas , 1992. Soe Hok Gie , Di Bawah Lentera Merah , Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta, 1992. Pranala luar (Inggris) The Sarekat Islam Baca dalam bahasa lain

Senin, 06 April 2015

sukristiawan.com: Latar belakang sejarah syiaah

Latar Belakang Sejarahnya

Masalah khalifah sesudah Rasul wafat, merupakan fokus perselisihan diantara tiga golongan besar, yaƵtu: Golongan Ansar, Muhajirin, dan Bani Hasyim. Selain itu, sebenarnya masih ada kelompok terselubung yang cukup potensial dalam mewujudkan ambisinya sebagai penguasan tunggal, ialah golongan Bani Umayyah. Sikap golongan terakhir ini, tercermin pada sikap tokoh utamanya yaitu Abu Sufyan yang enggan membai'at Khalifah Abu Bakr, sekembalinya dari Saqifah menuju masjid Nabawi bersama-sama dengan ummat Islam lain, sebagai yang dilakukan oleh kaum Bani Hasyim.

Prakarsa pemilihan khalifah di Saqifah yang dimotori oleh Sa'ad ibn 'Ubbadah adalah benar-benar menggugah kembali bangkitnya semangat fanatisme golongan dan permusuhan antar suku yang pernah terjadi sebelum Islam. Kiranya dapat dipahami bahwa pemilihan khalifah tersebut, tanpa keikutsertaan 'Ali sebagai wakil Bani Hasyim, tampaknya membawa kekecewaan mereka yang menginginkan hak legitimasi kekhilafahan di tangan 'Ali, yang saat itu sedang mengurus jenazah Nabi. Mereka beralasan bahwa 'Ali adalah lebih berhak dan lebih utama menggantikannya, karena dia adalah menantunya, dan selain itu ia juga seorang yang mula-mula masuk Islam sesudah Khadijah, istri Rasulullah. Selanjutnya tak seorang pun yang mengingkari perjuangan, keutamaan, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Diantara mereka yang berpendapat demikian adalah salah seorang dari golongan Ansar yaitu Munzir ibn Arqam, ia menyatakan dalam suatu pertemuan di Saqifah: " ... Kami tidak menolak keutamaan orang-orang yang kalian sebutkan (AbuBakr, Umar, dan'Ali), sebenarnya ada diantara mereka itu, seorang yang seandainya ia menuntut (kekhilafahan), tak seorang pun yang akan menentangnya ('Ali ibn Abi Talib) ...[8]

Peristiwa pembai'atan Abu Bakr pada tahun 12 H (634 M), tanpa sepengetahuan 'Ali, tampaknya melahirkan berbagai pendapat yang kontroversial tentang siapa diantara tokoh-tokoh sahabat itu yang lebih berhak menduduki jabatan khalifah. Selain itu, juga merupakan awal terbentuknya pemikiran golongan ketiga yakni Bani Hasyim, disamping golongan Muhajirin dan Ansar. Oleh karenanya tidak mengherankan jika saat itu ada orang yang ingin membai'at 'Ali ibn Abl Talib. Keinginan tersebut secara tegas ditolak 'Ali dan sebagai akibatnya, para pendukung 'Ali menunda-nunda pembai'atan mereka pada Khalifah Abu Bakr.

Memang benar, bahwa sesudah 'Ali membai'at Khalifah pertama ini, isu politik tentang hak legitimasi Ahlul-Bait, sebagai pewaris kekhilafahan sesudah Nabi, berangsur-angsur mereda sampai berakhirnya masa pemerintahan Khalifah 'Umar ibn Khattab. Peredaan isu politik ini, mungkin sekali disebabkan oleh keberhasilan kedua khalifah tersebut dalam mempersatukan potensi ummat Islam untuk menghadapi musuh-musuh baru yang bermunculan saat itu.

Munculnya Bani Umayyah dalam pemerintahan 'Usman, sebagai kekuatan politik baru, telah mengundang reaksi keras ummat Islam, terhadap kebijaksanaan Khalifah, terutama sesudah enam tahun yang terakhir pemerintahannya. Kelemahan Khalifah ketiga ini terletak pada ketidakmampuannya membendung ambisi kaum kerabatnya yang dikenal sebagai kaum aristokrat Mekkah yang selama 20 tahun memusuhi Nabi. Sebagai akibatnya, isu politik tentang hak legitimasi Ahlul-Bait memanas kembali.

Sebagaimana diketahui dalam sejarah, tindakan politik Khalifah yang memberhentikan para gubernur yang diangkat oleh Khalifah 'Umar, dan mengangkat gubernur-gubernur baru dari keluarga 'Usman sendiri, rupanya membawa kekecewaan dan keresahan ummat secara luas. Seperti: Pengangkatan Marwan ibn Hisyam sebagai sekretaris Khalifah, Mu'awiyah sebagai Gubernur Syria,'Abdullah ibn Sa'ad ibn Surrah sebagai wali di Mesir, dan ia masih saudara seibu dengan Khalifah, dan Walid sebagai Gubernur Kufah. Mereka dikenal sebagai penguasa yang lebih berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompoknya, daripada berorientasi pada kepentingan dan aspirasi rakyat. Sikap politik seperti ini tampaknya merupakan faktor penyebab timbulnya protes-protes sosial yang keras yang sangat kurang menguntungkan pada pemerintahannya sendiri.

Setelah 'Usman wafat, 'Ali adalah calon utama untuk menduduki jabatan khalifah. Pembai'atan khalifah kali ini, segera mendapat tantangan dari dua orang tokoh sahabat yang berambisi menduduki jabatan penting tersebut. Kedua tokoh itu adalah Talhah dan Zubair yang mendapat dukungan dari 'A'isyah, untuk mengadakan aksi militer yang dikenal dengan perang Jamal. Akhirnya kedua tokoh tersebut terbunuh, sedangkan 'A'isyah, oleh Khalifah 'Ali dikembalikan ke Madinah.

Aksi militer tersebut, tampaknya sebagai akibat kegagalan kedua tokoh itu dalam memenuhi ambisinya. Disamping itu, keduanya merasa dipaksa oleh sekelompok orang dari Kufah dan Basrah untuk membai'at 'Ali, dibawah ancaman pedang terhunus. Alasan terakhir ini rupanya dijadikan alasan baru untuk menuntut Khalifah, mereka berjanji akan taat dan patuh, jika Khalifah menghukum semua orang yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan Usman ibn 'Affan. Tuntutan tersebut senada dengan tuntutan Mu'awiyah, yaitu agar Khalifah 'Ali mengadili Muhammad ibn Abu Bakr, anak angkatnya, yang mereka pandang sebagai biang keladi peristiwa terbunuhnya 'Usman. Dengan demikian, Khalifah 'Ali dihadapkan pada posisi yang cukup sulit di awal pemerintahannya.

Tampaknya tuntutan Talhah dan Zubair tersebut, dipolitisasikan oleh Muawiyah untuk memojokkan 'Ali, yang dipandang sebagai saingan utamanya. Untuk membangkitkan semangat antipati dan permusuhan terhadap Khalifah 'Ali, Mu'awiyah menggantungkan baju 'Usman yang berlumuran darah beserta potongan jari istrinya, yang dibawa lari dari Madinah ke Syria oleh Nu'man ibn Basyar.[9] Posisi 'Ali yang sulit ini, ditambah lagi dengan tindakan pemecatannya terhadap Gubernur Damaskus, Mu'awiyah ibn Abi Sufyan, adalah sebagai faktor yang mempercepat berkobamya perang Siffin. Perang ini mengakibatkan munculnya golongan Khawarij, musuh 'Ali yang paling ekstrem, sesudah terjadinya upaya perdamaian dari pihak Mu'awiyah dengan ber-tahkim pada al-Qur-an, setelah pasukannya terdesak oleh pasukan 'Ali dibawah panglima Malik al-Astar. Siasat licik Mu'awiyah yang dimotori oleh 'Amr ibn 'As ini, sebenarnya telah diketahui oleh 'Ali. Sayang sekali usaha menghadapi siasat licik ini terhalang oleh sebagian besar pasukannya sendiri yang memaksanya menerima tawaran damai tersebut. Akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai, dan masing-masing harus diwakili oleh seorang juru runding. Pihak Mu'awiyah diwakili oleh 'Amr ibn 'As, sedangkan pihak 'Ali diwakili Abu Musa al-Asy'ari.

Kekalahan diplomasi pihak 'Ali di Daumatul-Jandal, sebagaimana dalam penuturan sejarah, adalah disebabkan oleh sikap Abu Musa yang amat sederhana dan mudah percaya kepada siasat 'Amr. Bahkan menurut pendapat Syed Amir 'Ali, Abu- Musa ini secara diam-diam memusuhi 'Ali. 'Amr ibn 'As tampaknya dengan mudah meyakinkan Abu Musa, bahwa untuk kejayaan ummat Islam, 'Ali dan Mu'awiyah harus disingkirkan. Dengan perangkap 'Amr ini Abu Musa sebagai wakil yang lebih tua, dipersilakan naik mimbar lebih dahulu guna mengumumkan hasil perundingan mereka, dan secara sungguh-sungguh Abu Musa menyatakan pemecatan 'Ali sedangkan 'Amr yang naik mimbar kemudian, menyatakan kegembiraannya atas pemecatan 'Ali tersebut, kemudian ia mengangkat Mu'awiyah sebagai penggantinya.[10] Sekalipun pihak 'Ali kalah total, namun 'Ali tetap memegang jabatan khalifah sampai ia terbunuh di mesjid Kufah, oleh seorang Khawarij bernama Ibn Muljam, tahun 41 H/661 M.

Pembelotan kaum Khawarij yang disebabkan oleh peristiwa tahkim atau arbitrase antara 'Ali dengan Mu'awiyah, semakin mempersulit dan memperlemah posisi Khalifah 'Ali terutama sekali sesudah penumpasan pasukan 'Ali terhadap kaum separatis ini di Nahrawan. Perang di Nahrawan, menyebabkan dendam mereka semakin memuncak terhadap Khalifah. Dalam hubungan ini, Donaldson menjelaskan bahwa kaum Khawarij membentuk pasukan berani mati yang terdiri: 'Abdur-Rahman ibn Muljam untuk membunuh 'Ali, Hajjaj ibn 'Abdullah as-Sarimi untuk membunuh Mu'awiyah, dan Zadawaih untuk membunuh 'Amr ibn 'As. Akan tetapi, dua petugas yang disebut belakangan ini gagal mencapai maksudnya.[11] Dengan demikian, posisi Mu'awiyah semakin kuat.

Dalam menghadapi dilema politik. 'Ali lebih tampak sebagai seorang panglima perang daripada sebagai seorang politikus. Ia lebih suka menempuh jalan kekerasan, sekalipun harus banyak memakan korban, sedangkan dengan jalan diplomasi yang pernah ditempuhnya, ia tampak lebih banyak didikte oleh pihak lawan. Tipe perjuangan 'Ali ini rupanya dikembangkan oleh sekte Syi'ah Zaidiyyah.

Para pendukung dan pengikut setia Khalifah 'Ali apabila dilihat dari aspek akidah mereka, tidak jauh berbeda dengan akidah ummat Islam pada umumnya saat itu. Sudah barang tentu, mereka belum mengenal sama sekali apalagi memiliki doktrin-doktrin seperti yang dimiliki oleh kaum Syi'ah sebagaimana yang kita kenal dalam sejarah, selain pendirian mereka bahwa 'Ali lebih utama memangku jabatan Khalifah sesudah Nabi . Jumlah mereka relatif lebih kecil. Dengan demikian, pengikut setia 'Ali dalam mencapai cita-cita perjuangannya saat itu belum berorientasi pada suatu doktrin tertentu, maka saat itu dapat dikatakan bahwa Syi'ah belum lahir. Ini berbeda dengan aliran Khawarij, semboyan: "Tiada hukum yang wajib dipatuhi selain hukum Allah," sejak keberadaan sekte ini, telah dijadikan sebagai doktrin dan pengikutnya selalu berorientasi pada ajaran itu. Oleh karenanya dipertanyakan, kapan lahirnya Syi'ah itu?

Mengenai lahirnya Syi'ah, terdapat beberapa pendapat yang kontroversial . Pendapat al-Jawad yang dikutip oleh Prof. H. Abu Bakar Atjeh dalam bukunya Perbandingan Mazhab Syi'ah, menjelaskan bahwa lahirnya Syi'ah adalah bersamaan dengan lahirnya nas (hadis) mengenai pengangkatan 'Ali ibn Abi Talib oleh Nabi sebagai khalifah sesudahnya nas yang dimaksud antara lain, mengenai kisah perjamuan makan dan minum yang diselenggarakan oleh Nabi di rumah pamannya, Abu Talib, yang dihadiri oleh 40 orang sanak keluarganya. Dalam perjamuan itu beliau menyatakan:"...Inilah dia ('Ali) saudaraku, penerima wasiatku dan khalifahku untuk kalian, oleh karena itu, dengar dan taati (perintahnya) ..." Pernyataan ini disampaikan oleh Nabi sesudah 'Ali menerima tawaran beliau sebagai khalifahnya.

Nas seperti ini, jelas tidak terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, karena itu golongan Sunni menolak nas tersebut bila dijadikan dalil untuk mengklaim kekhilafahan bagi 'Ali sebagaimana yang dikehendaki oleh kaum Syi'ah. Sebaliknya, tidak dimuatnya nas-nas semacam itu, demikian Syarafuddin al-Musawi, oleh kedua imam hadis tersebut dalam kitab sahihnya merupakan manipulasi golongan Sunni terhadap hadis-hadis sahih yang berkaitan dengan kekhilafahan 'Ali, karena nas itu dikhawatirkan akan menjadi senjata kaum Syi'ah untuk menyerang paham mereka.[12] Abu Zahrah berpendapat bahwa Syi'ah tumbuh di Mesir masa pemerintahan 'Usman, karena negeri ini merupakan tanah subur untuk berkembangnya paham tersebut, kemudian menyebar ke Irak dan di sinilah mereka menetap.[13]

Selain itu, adalah wajar apabila ada yang berpendapat, bahwa lahirnya Syi'ah itu sewaktu Nabi sakit keras, pamannya, 'Abbas, menyarankan kepada 'Ali dan mengajaknya menghadap Nabi untuk meminta wasiatnya, siapakah orang yang akan menggantikan kepemimpinan beliau, namun maksud tersebut ditolak 'Ali dengan tegas, dan ia pun bersumpah tidak akan memintanya.[14]Selanjutnya masih ada pendapat yang mengatakan bahwa lahirnya Syi'ah itu bersamaan dengan terjadinya perang Jamal, perang Siffin, dan perang di Nahrawan, karena pada saat itu, seorang tidak dapat dikatakan sebagai Syi'ah kecuali orang yang mengunggulkan kekhilafahan 'Ali daripada 'Usman ibn 'Affan, sebagai yang telah disinggung diatas.

Apabila dilihat ciri-ciri dari beberapa pendapat diatas, maka pendapat pertama tampak sama sekali tidak realistis, sedangkan tiga pendapat yang terakhir, rupanya lebih menitikberatkan pada adanya sikap dan tindakan-tindakan nyata sebagai pendukung dan pengikut setia 'Ali semasa hidupnya. Akan tetapi, apabila kelahiran Syi'ah dilihat sebagai suatu aliran keagamaan yang bersifat politis secara utuh, maka ia harus dilihat pula dari aspek ajaran atau doktrin politiknya, yaitu tentang hak legitimasi kekhilafahan pada keturunan 'Ali dengan Fatimah, puteri Rasulullah, sebab dari segi doktrin inilah identitas Syi'ah tampak lebih jelas, berbeda dengan identitas sekte-sekte Islam lainnya. Dan munculnya doktrin Syi'ah seperti ini adalah bermula sejak timbulnya tuntutan penduduk Kufah - pendukung 'Ali - agar masalah kekhilafahan dikembalikan kepada keluarga Khalifah atau Ahlul-Bait dari tangan orang-orang yang dianggap telah merampasnya. Dari penerapan doktrin ini, penulis berpendapat bahwa lahirnya Syi'ah itu bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan ibn 'Ali ibn Abi Talib sebagai imam kaum Syi'ah. Adapun aktivitas para pendukung dan pengikut setia 'Ali pada periode sebelumnya, hanyalah merupakan faktor yang mempercepat proses tumbuhnya benih-benih Syi'ah yang sudah siap tumbuh dan berkembang.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Sekte-Sekte Syi'ah

Dalam kajian ini, penulis lebih menitikberatkan pada bahasan yang berkaitan dengan perkembangan sekte-sekte Syi'ah secara garis besar, serta hubungannya dengan paham Mahdiyyah.

Pada masa Hasan ibn 'Ali, posisi kaum Syiah semakin goyah karena derasnya fitnah, perselisihan, dan perpecahan di kalangan mereka, yang sengaja ditanamkan oleh golongan Saba'iyyah, pengikut Ibn Saba'.[15] Lemahnya daya juang dan kurang wibawanya Hasan adalah menjadi faktor yang mempersulit posisi golongan Syi'ah. Usaha Hasan dalam memerangi golongan Saba'iyyah, terutama sesudah kegagalannya menumpas gerakan Mu'awiyah, sungguh hasilnya sangat mengecewakan. Pada saat itulah Hasan mulai ditinggalkan oleh kaumnya, demikian Ihsan Ilahi Zahir, sehingga sebagian pengikutnya bergabung dengan golongan Saba'iyyah, sebagian lagi berpaling pada Mu'awiyah, dan golongan Khawarij.[16] Oleh karena itu, Hasan pun kemudian memilih jalan damai dengan pihak Mu'awiyah. Selanjutnya ia mundur dari jabatan khalifah secara formal pada tahun 41 H/661 M, dengan demikian secara de jure, ia menjabat selama sepuluh tahun, akan tetapi secara de facto, ia berkuasa hanya enam bulan tiga hari.

Sesudah Hasan wafat, diangkatlah saudaranya, Husain ibn 'Ali sebagai Imam. Putera 'Ali kedua ini tampak memiliki semangat dan daya juang sebagai yang dimiliki bapaknya, namun sayang, ia harus tewas di ujung pedang tentara Yazid di padang Karbela secara memilukan, pada tanggal 1 Oktober 680 M.

Kematian Husain ini merupakan bencana bagi kaum Syi'ah, sehingga makamnya dipandang sebagai tempat yang keramat serta memiliki keistimewaan dan keluarbiasaan, lantaran kecintaan mereka terhadap Husain, dan oleh karena itu, mereka mentradisikan ziarah umum ke makamnya setiap bulan Muharam.

Kematian Husain tersebut bermula dari banyaknya surat penduduk Kufah yang menyatakan janji setianya kepada putera 'Ali ini. Aksi militer yang dilancarkan Husain, lantaran dia lebih mempercayai janji orang Kufah daripada ia mempertimbangkan saran-saran para penasihatnya yang cukup berpengalaman dan mengetahui benar tabiat orang Kufah yang telah mengkhianati keluarganya. Dan karenanya, kematian Husain sebagai syahid, menimbulkan unsur baru dalam moral agama di kalangan Syi'ah Kufah. Yaitu mereka merasa sangat berdosa atas kematian Husain dan mereka berkeinginan untuk menebus dosa mereka dengan mengangkat senjata menuntut bela atas kematiannya pada penguasa Umayyah. Golongan tersebut menamakan dirinya at-Tawawabun (orang-orang bertobat).

Golongan terakhir ini berkeyakinan bahwa mati berperang karena membela kepentingan Ahlul-Bait adalah mati syahid. Disinilah mereka mengidentikkan loyalitasnya terhadap 'Ali dan keturunannya, sama dengan loyalitasnya terhadap Nabi atau agama.

Ketidakpuasan kaum mawali dari Persia terhadap penguasa Umayyah, mendorong mereka dan memberi arah yang sama sekali baru, kepada kegiatan-kegiatan sosio-politik kaum Syi'ah, demikian Fazlur Rahman, sehingga pimpinan Syi'ah, mungkin sekali ia orang Arab, tetapi para pengikutnya beralih dari bangsa Arab ke bangsa Persia.[17] Sejak itulah kaum Syi'ah mengalami perubahan besar dan mulai mengarahkan gerakannya, dari gerakan politik semata kepada gerakan keagamaan yang bercorak kemazhaban. Selanjutnya Ihsan Ilahi Zahir menjelaskan bahwa sesudah Syi'ah terikat oleh unsur-unsur asing yang melindas, maka Syi'ah terlepas dari kebiasaan bangsa Arab yang terdidik secara Islami, dan sekalipun mereka kaum Syi'ah masih berada dalam lingkaran Islam, namun bukan-Islam yang ortodoks, akan tetapi, Islam dalam bentuknya yang baru.[18]

Pada saat yang sama, Syi'ah mulai membawa pikiran-pikiran asing secara terselubung, aliran ini juga merupakan wadah dari berbagai aspirasi, dan tempat berlindungnya musuh-musuh Islam yang ingin merusak dari dalam sehingga ia mudah terpecah belah menjadi sub-sub sekte yang banyak sekali. Diantara kelompokkelompok yang memasukkan ajaran-ajaran nenek moyang mereka kedalam ajaran Syi'ah ialah golongan Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan Hindu. Mereka itu berkeinginan melepaskan negerinya dari kekuasaan Islam dengan menyembunyikan niat jahat mereka dan menunjukkan sikap berpura-pura mencintai Ahlul-Bait sebagai kedok.[19] Seperti ajaran Syi'ah tentang: 'Aqidah ar-Raj'ah, ucapan sementara golongan ini bahwa api neraka tidak akan membakar mereka kecuali sedikit saja. Demikian pula diantara mereka ada yang mengatakan bahwa hubungan al-Masih dengan Tuhan, sifat ketuhanan yang menyatu dengan sifat kemanusiaan seperti pada diri seorang imam, juga ada yang mengatakan bahwa kenabian atau kerasulan itu tidak akan terhenti untuk selamanya. Selanjutnya ada pula diantara mereka yang menjisimkan Tuhan, berbicara tentang Tanasukh atau Reinkarnasi dan Hulul dan lain sebagainya.

Tampaknya figur Husain, bagi kaum Syi'ah mempunyai keistimewaan tersendiri; terutama bagi Syi'ah Persia. Hal itu mungkin sekali karena Husain adalah cucu rasul di satu pihak, sedangkan istrinya Syahr Banu puteri Yazdajird III, mantan raja Persia di pihak lain. Sebelum Islam, di Persia telah berkembang suatu tradisi yang bertolak dan pandangan tentang "Hak Ketuhanan" atau Divine right yang berarti bahwa dalam diri raja Persia telah mengalir darah ketuhanan. Dengan demikian, raja memiliki kebenaran tindakan yang harus dipatuhi oleh rakyat. Raja ibarat pengayoman Allah di bumi untuk menegakkan kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Pandangan seperti ini, demikian Ahmad Syalabi, masih tetap ada sesudah orang Persia itu memeluk Islam, sehingga karenanya mereka memandang Ahlul-Bait sebagai orang yang berhak memerintah dan harus ditaati oleh manusia.[20] Rupanya pandangan seperti inilah yang membentuk konsep pola keimaman dalam Syi'ah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor sosio-religio-kultural yang membentuk Syi'ah seperti sekarang ini adalah akibat penetrasi budaya dan kepercayaan non-Islam yang pernah berakar pada suatu masyarakat di suatu negeri, dan pernah memiliki peradaban yang lebih maju daripada bangsa penakluknya. Biasanya kaum Syi'ah membentuk pola kehidupan keagamaan yang berbeda dan bahkan sering bertentangan serta menghilangkan corak keagamaan aslinya. Kepercayaan hasil perpaduan antara dua tradisi keagamaan yang berbeda, yaitu Islam dan non-Islam, yang melahirkan praktek keagamaan baru dalam Islam merupakan bid'ah yang sangat dicela oleh Nabi, sebagaimana sabdanya:

"... Maka sesungguhnya sebaik-baik ajaran adalah kitab Allah (al-Quran) dan petunjuk yang terbaik adalah petunjuk Muhammad saw., dan perkara yang terjahat ialah perkara baru yang dicipta dalam agama (bid'ah). Dan setiap bid'ah adalah sesat". (Hadis riwayat Muslim).

Sebagaimana diketahui dalam sejarah, agama Nasrani setelah memasuki kerajaan Romawi, juga mengalami distorsi yang jauh lebih mengarah pada perombakan terhadap ajaran Nabi Isa a.s. Munculnya ajaran Paulus sebagai perpaduan antara ajaran Nasrani dengan kepercayaan dan kebudayaan Romawi, berakibat munculnya praktek-praktek keagamaan baru yang diikuti oleh lahirnya berbagai sekte keagamaan. Demikian pula dengan sekte-sekte Syi'ah yang muncul sesudah Husain wafat.

Adapun munculnya sekte-sekte Syi'ah, bermula dari masalah imamah atau kepemimpinan. Yaitu siapakah yang berhak menjadi imam sesudah terbunuhnya Husain, oleh karena pada saat itu belum ada diantara putera-puteranya yang mencapai usia dewasa. Rupanya kaum Syi'ah sulit menghindari perpecahan, karena timbulnya tiga kelompok yang berbeda paham.

Golongan pertama, memandang bahwa keimaman harus berada di tangan keturunan Husain dan tidak boleh lepas dari mereka, dan keimaman harus melalui nas dari imam baik yang dikenal maupun yang tersembunyi, golongan ini terpaksa mengangkat putera Husain yang belum dewasa sebagai imam. Golongan ini kemudian disebut golongan Imamiyyah.

Adapun golongan kedua, berpendapat bahwa mengangkat imam yang belum dewasa adalah tidak sah. Mereka tidak yakin bahwa Husain telah menjanjikan keimaman itu kepada salah seorang puteranya untuk dibai'at. Oleh karena itu, mereka bersikap menunggu-nunggu sampai munculnya seorang putera keturunan Husain atau Hasan yang memiliki ilmu pengetahuan, kezuhudan, keberanian, kesalehan, keadilan, dan berani mengangkat senjata terhadap penguasa yang zalim. Oleh karenanya golongan ini disebut dengan al-Waqifah. Mereka menghentikan aktivitasnya selama 60 tahun sejak terbunuhnya Husain sampai bangkitnya Zaid ibn 'Ali ibn Husain di Kufah yang memberontak kepada Hisyam ibn 'Abd al-Malik dari dinasti Umayyah. Kemudian golongan ini dikenal dengan nama Syi'ah Zaidiyyah.

Golongan ketiga berpendapat bahwa jabatan imam sesudah Husain, jatuh pada Muhammad ibn al-Hanafiyyah yaitu saudara seayah dengan Husain, sekalipun dia bukan dari garis Nabi. Golongan ketiga ini beralasan, demikian al-Mahdi lidinillah Ahmad, bahwa 'Ali ibn Abi Talib meminta kehadiran Muhammad, saat menjelang wafat dan saat berwasiat kepada putera-puteranya. 'Ali meminta kepada Muhammad agar mentaati Hasan dan Husain, dan sebaliknya agar keduanya berbuat baik dan menghormati Muhammad ibn al-Hanafiyyah. Oleh karena itu, kelompok ini memandang kehadiran Muhammad bersama kedua saudaranya menerima wasiat 'Ali tersebut, menunjukkan bahwa dia juga memperoleh hak untuk diangkat sebagai imam.[21] Golongan ketiga ini dikenal dengan nama Syi'ah Kaisaniyyah. Pendirinya adalah Kaisan bekas budak 'Ali, ada pula yang mengatakan bahwa dia adalah Mukhtar ibn Abi 'Ubaid, sehingga golongan ini disebut pula dengan nama Mukhtariyyah.

Perpecahan Syi'ah tersebut, berakibat langsung terhadap lahirnya sekte-sekte baru dengan corak pemikiran yang berbeda-beda. Jika golongan Imamiyyah dalam masalah keimaman lebih menitikberatkan pada keturunan Husain, maka golongan al-Waqifah yang kemudian dikenal dengan Syi'ah Zaidiyyah, lebih memfokuskan perhatiannya pada persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang imam. Mereka tidak perduli, apakah dia keturunan Hasan atau keturunan Husain asalkan dia masih berada di jalur keturunan Nabi. Akan tetapi, bagi golongan Kaisaniyyah tidak memandang penting jalur keturunan itu dari Nabi, namun yang terpenting adalah jalur keturunan 'Ali ibn Abi Talib.

Syi'ah Kaisaniyyah

Dilihat dari eksistensi dan gerakannya, golongan ini dapat dikatakan sebagai sekte Syi'ah yang tertua. Mereka mengadakan aksi militer terhadap penguasa Bani Umayyah, dengan dalih membela hak-hak kaum tertindas. Ide ini tampaknya didukung oleh kaum Mawali Irak dan Persia, yang diperlakukan oleh pemerintah Umayyah sebagai masyarakat kelas dua. Sebagai akibatnya penduduk kedua kota tersebut tidak simpati lagi pada Bani Umayyah.

Sekte ini mengangkat Muhammad ibn Hanafiyyah sebagai imam, sedangkan ajarannya bersumber pada ajaran Ibn Saba' dan golongan Saba'iyyah, seperti ajaran tentang: al-Gaibah, 'Aqidah ar-Raj'ah (keyakinan akan kembalinya seorang imam yang telah wafat), dan Tanasukh. Al-Syahrasrani menyatakan, bahwa sesudah Muhammad ibn al-Hanafiyyah yang dikenal sebagai orang yang berpengetahuan luas dan berpikiran cemerlang mengerti bahwa sekte ini mengajarkan ajaran bohong dan sesat, ia pun segera berlepas tangan dari kesesatan dan kebid'ahan mereka, serta pengkultusan-pengkultusan pengikut aliran ini terhadap dirinya. Mereka beranggapan bahwa dia memiliki berbagai keluarbiasaan atau al-Makhariqul-Mumawwahah yakni keluarbiasaan yang mereka buat-buat untuk Muhammad ibn al-Hanafiyyah.[22]

Sesudah ia wafat, jabatan imam beralih kepada puteranya, Abu Hasyim, kemudian lahirlah subsekte baru yang dikenal dengan al-Hasyimiyyah. Setelah Abu H-asyim wafat timbul masalah siapa pemegang jabatan imam sesudahnya. Jabatan ini tampaknya menjadi rebutan diantara kelompok-kelompok yang berambisi, sehingga timbul pendapat yang kontroversial. Dalam hubungan ini asy-Syahrastani menjelaskan bahwa kelompok yang berselisih itu ada yang mengatakan, sebenarnya Abu Hasyim telah mewasiatkan keimanan itu kepada Muhammad ibn 'Ali ibn 'Abdullah ibn 'Abbas, saat ia hendak wafat dalam perjalanan pulang dari Syria. Selanjutnya penerima wasiat ini terus mewasiatkan keimaman ini kepada anak keturunannya, sehingga jadilah kekhilafahan itu jatuh ke tangan Bani 'Abbas. Kelompok lain mengatakan bahwa jabatan imam itu jatuh pada kemenakan Abu Hasyim, Hasan ibn 'Ali ibn Muhammad al-Hanafiyyah. Akan tetapi, ada pula yang mengatakan, keimaman itu dilimpahkan kepada saudara Abu Hasyim sendiri yaitu 'Ali, baru kemudian, 'Ali mewasiatkan pada puteranya, Hasan. Adapun kelompok terakhir mengatakan, bahwa keimaman itu telah lepas dari Abu Hasyim, karena ia telah mewasiatkannya kepada 'Abdullah al-Kindi,[23] oleh karenanya menurut golongan ini, ruh Abu Hasyim telah berpindah ke dalam diri 'Abdull-ah al-Kindi, sehingga berkembanglah paham Reinkarnasi di kalangan pengikutnya.

Syi'ah Zaidiyyah

Sekte ini berdiri sesudah berselang 60 tahun setelah Husain wafat, di bawah pimpinan Imam Zaid ibn 'Ali. Sekte tersebut memiliki persyaratan khusus dalam memilih seorang imam yaitu seorang yang 'Alim, Zahid (sangat berhati-hati dengan masalah dunia), pemberani, pemurah, dan mau berjihad di jalan Allah guna menegakkan keimaman taat pada agama baik dia dari putera Hasan atau Husain.

Dalam masalah kekhilafahan atau keimaman, golongan ini rupanya lebih moderat. Mereka bisa menerima Imam Mafdul yakni imam yang dinominasikan, disamping adanya Imam al-Afdal atau imam yang lebih utama. Pikiran seperti ini, tentunya karena pendiri sekte Zaidiyyah, pernah berguru kepada Wasil ibn 'Ata, pendiri Mu'tazilah. Oleh sebab itu, aliran ini tidak menyalahkan atau membenci khalifah-khalifah sebelum 'Ali ibn Abi Talib. Pendirian tentang [kata-kata Arab] yaitu sahnya imam yang dinominasikan disamping adanya seorang imam yang lebih utama, tampaknya mendapat reaksi keras dari Syi'ah Kufah dan menolak pendirian tersebut. Itulah sebabnya mereka disebut golongan Syi'ah Rafidah.

Sebagaimana diketahui, umumnya kaum Syi'ah berprinsip bahwa 'Ali ibn Abi Talib adalah satu-satunya orang yang lebih berhak menjadi Khalifah sesudah Nabi, tetapi mereka berbeda paham tentang siapa yang berhak menjadi imam sesudah Husain wafat. Perbedaan-perbedaan paham itu rupanya menjadi faktor yang mewarnai identitas kelompok masing-masing. Sebagai contoh sekte Zaidiyyah, karena doktrinnya yang keras dalam mencapai cita-cita perjuangannya, lebih suka menempuh jalan kekerasan, sehingga pemimpinnya banyak yang mengalami nasib sama dengan nasib Husain ibn 'Ali. Zaid juga menjadi korban kecurangan penduduk Kufah karena kurang memperhatikan saran-saran dari Salman ibn Kuhail, 'Abdullah ibn Hasan, dan saran dari saudaranya sendiri Muhammad al-Baqir. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada saat dia berada di ujung pedang Yusuf ibn 'Umar Gubernur Irak, Zaid pun ditinggalkan oleh orang-orang Kufah.[24] Sesudah ia wafat pada 122H, jabatan imam beralih kepada puteranya, Yahya, yang menyingkir ke Khurasan. Kemudian ia mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Walid ibn Yazid dan mengalami nasib sama dengan nasib ayahnya. Sesudah itu keimaman dipegang oleh Muhammad ibn 'Abdullah ibn Hasan yang dikenal dengan an-Nafsuz-Zakiyyah, bersama-sama dengan Ibrahim, dan keduanya terbunuh sesudah mereka mengadakan aksi militer di Madinah. Seandainya sekte ini tidak menempuh jalan kekerasan dalam mengembangkan ide-ide doktrinalnya yaitu dengan menyebarkan karya-karya ijtihad para imam mereka, tentu keberadaan sekte ini lebih berakar dan berpengaruh dalam masyarakat.

Selanjutnya dijelaskan bahwa sesudah terbunuhnya Ibrahim di Basrah, sekte Zaidiyyah ini sudah tidak terorganisasikan lagi sampai munculnya Nasir al-Atrus yang menda'wahkan mazhab Zaidiyyah di daerah Dailam dan Jabal, dua daerah yang kemudian menjadi basis Syi'ah Zaidiyyah.[25] Sebagaimana sekte-sekte yang lain, golongan Zaidiyyah pun mengalarni perpecahan menjadi beberapa subsekte. Diantara sektenya yang menyimpang jauh dari doktrin Zaidiyyah adalah al-Jarudiyyah. Pengikutnya memandang Muhammad an-Nafsuz-Zakiyyah sebagai al-Mahdi.

Syi'ah Imamiyyah

Aliran ini menjadikan semua urusan agama harus berpangkal pada Imam, sebagaimana halnya kaum Sunni mengembalikan seluruh persoalan agama pada al-Quran dan Sunnah atau ajaran Nabi. Menurut paham Imamiyyah, manusia sepanjang masa tidak boleh sunyi dari imam, karena masalah keagamaan dan keduniaan selalu membutuhkan bimbingan para imam. Bahkan mereka mengatakan, tidak ada yang lebih penting dalam Islam, melainkan menentukan seorang imam. Kebangkitannya adalah untuk melenyapkan perselisihan dan menetapkan kesepakatan. Oleh karena itu, ummat ini tidak boleh mengikuti pendapatnya sendiri dan menempuh jalannya sendiri yang berbeda-beda yang mengakibatkan perpecahan.

Aliran ini berkeyakinan bahwa keimaman 'Ali ibn Abi Talib sesudah wafat Nabi adalah dengan nas yang jelas dan benar. Ibn Khaldun menjelaskan bahwa keimaman bagi mereka, tidak hanya merupakan kemaslahatan umum yang harus diserahkan kepada ummat untuk menentukarrnya, bahkan imam merupakan tiang agama dan tatanan Islam yang tidak mungkin dilupakan oleh Nabi untuk menentukannya. Dan ia harus seorang yang ma'sum (suci dari segala dosa) dan nas itu sendiri menurut mereka, ada yang secara tegas dan ada pula yang samar-samar.[26]

Konsep keimaman mereka, bagi sekte Zaidiyyah, sebagaimana dijelaskan Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya, pengangkatan seorang imam bukan ditetapkan oleh nas, tetapi dengan pemilihan oleh Ahlul-Halli wal-'Aqd yaitu semacam dewan yang diberi wewenang mengangkat dan menetapkan seorang imam. Jika Syi'ah Imamiyyah menerima kekhilafahan Abu Bakr dan 'Umar, maka berarti mereka harus menerima paham Sunni, dan secara tidak langsung mereka harus mengakui pula kekhilafahan Bani Umayyah yang mereka kategorikan sebagai kelompok Sunni. Oleh karena itu, kekhilafahan kedua tokoh diatas, harus mereka tolak keabsahannya. Kecintaan kaum Syi'ah terhadap 'Ali dan Ahlul-Bait yang menjurus ke arah kultus individu di satu pihak, dan kebencian mereka terhadap Bani Umayyah karena penindasannya pada Ahlul-Bait di pihak lain, bermula dari dendam permusuhan lama antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah sebelum Islam.

Di sisi lain, rupanya hubungan kaum Mawali Persia dengan keturunan Ali ibn Abi Talib, dengan cara menunjukkan kecintaan serta pembelaan mereka terhadap hak-hak Ahlul-Bait, tampaknya menjadi faktor penyebab retaknya keluarga Bani Hasyim. Perpecahan itu ditandai dengan lahirnya kelompok pendukung keturunan 'Ali ibn Abu Talib di satu pihak, yang dikenal dengan golongan Syi'ah, dan munculnya Bani 'Abbas di pihak lain. Jika keturunan 'Ali selalu gagal merebut kekuasaan politik pada masa pemerintahan dinasti Umayyah, maka keturunan 'Abbas, lewat Syi'ah Kaisaniyyah, berhasil merebutnya dan mendirikan dinasti 'Abbasiyyah. Sebagaimana diketahui dalam sejarah, untuk mempertahankan eksistensi dan kekuasaannya kelompok terakhir ini, memandang kelompok pertama sebagai saingan politiknya sebagaimana halnya orang-orang Umayyah, sehingga penguasa baru tersebut tidak bisa terlepas dari sikap dan tindak kekerasan terhadap saudara sesukunya (Bani Hasyim) seperti yang pernah dilakukan oleh dinasti Umayyah terhadap lawan-lawan politiknya.

Sebagai yang telah disinggung diatas, perpecahan Syi'ah Imamiyyah bermula dari masalah siapa yang berhak menjadi imam sesudah Husain wafat? Menurut sekte ini karena saat itu dapat dikatakan dalam keadaan darurat, maka mereka memandang sah pengangkatan 'Ali ibn Husain yang dijuluki dengan Zainal-'Abidin,[27] sekalipun ia belum dewasa. Imam ini selamanya tinggal di Madinah sampai wafatnya di tahun 94 H, dan ia pun tidak pernah mengadakan aksi kekerasan terhadap penguasa Bani Umayyah. Sekte ini sesudah 'Ali ibn Husain wafat, enggan mengakui Zaid ibn 'Ali sebagai Imam, tetapi mengangkat saudaranya Muhammad al-Baqir. Dalam usia 19, ia menduduki jabatan imam tersebut di akhir masa pemerintahan al-Walid, namun ia tetap tinggal di Madinah sebagaimana ayahnya.[28] Sepeninggal al-Baqir, jabatan imam dipegang oleh puteranya, Ja'far as-Sadiq. Silsilah imam ini, dari jalur ayahnya sampai kepada Nabi; sedangkan dari jalur ibunya, Ummu Farwah, sampai kepada Abu Bakr as.-Siddiq. Ketenarannya sebagai guru dan pemikir besar di zamannya, diakui oleh semua pihak yang mengenal kemasyhurannya, terutama di bidang ilmu fiqh dan hadis.

Sejumlah muridnya telah memberikan andil besar dalam memajukan Ilmu Fiqh dan Ilmu Kalam, sepeffi: Abu Hanifah dan Anas ibn Malik. Menurut riwayat lain juga terdapat nama-nama seperti Wasil ibn 'Ata yang dikenal sebagai tokoh dan pendiri Mu'tazilah, dan Jabir ibn Hayyan sebagai ahli kimia yang masyhur. Karena kemasyhurannya itu, beberapa tokoh Syi'ah abad modern seperti Syarafuddin al-Mu-sawi, 'Ali Syariati dan lain sebagainya , menunjukkan klaim terhadap ummat Islam non Syi 'ah supaya mereka mengakui dan menerima pikiran-pikiran hasil ijtihad Imam Ja'far as-Sadiq sebagai mazhab ke-5 dalam Islam, namun demikian, karya-karya besar Imam ini, di perguruan tinggi Timur Tengah, seperti Universitas al-Azhar di Mesir, telah dijadikan bidang studi sendiri dalam Ilmu Fiqh.

'Ulama' besar dari kalangan Ahlul-Bait ini menyatakan berlepas tangan dari segala kebohongan dan kebodohan ucapan serta tindakan kaum Syi'ah Rafidah yang dihubungkan pada dirinya, seperti ucapan mereka tentang: al-Gaibah, ar-Raj'ah, al-Bada', Tanasukh, Hulul, dan at-Tasybih atau penyerupaan Tuhan dengan manusia. Penolakannya terhadap kebid'ahan-kebid'ahan kaum Syi'ah dinyatakan dengan tegas sebagai berikut:

"Semoga Allah mengutuk mereka (kaum Syi'ah), sesungguhnya kami tidak membiarkan para pendusta yang senantiasa membuat kedustaan atas nama kami. Maka cukuplah bagi kami, Allah sebagai pengaman dari semua para pendusta. Dan semoga Allah menyangatkan panasnya siksa pada diri mereka."[29]

Dari uraian diatas, nyatalah bahwa tokoh-tokoh Ahlul-Bait yang diangkat sebagai Imam oleh kaum Syi'ah, pada umumnya tinggal di Madinah dan mereka jauh dari para pengikutnya yang bertebaran di berbagai negeri. Tampaknya tidak seorang pun di antara para Imam itu yang menyimpang dari ajaran Islam, dan bahkan mereka tidak suka menyerang pribadi Abu Bakr atau 'Umar, malahan mereka menghormatinya. Oleh karena itu, sikap para Imam yang lurus dan tegas terhadap segala penyelewengan para pengikutnya, dapat diduga sebagai salah satu faktor yang menambah kejengkelan mereka dan sebagai reaksinya, kaum Syi'ah tidak segan-segan mencatut nama baik imam-imam mereka untuk menguatkan pendirian atau paham masing-masing. Tidak mustahil, jika kaum Syi'ah kemudian mendirikan sub-sub sekte yang ekstrem dengan menyerap ajaran-ajaran non-Islam dan kemudian mereka membuat cerita-cerita fiksi tentang kehebatan dan keluarbiasaan imam-imam mereka.

Perpecahan Syi'ah Imamiyyah sesudah Ja'far as-Sadiq wafat, semakin meluas dan perpecahan ini tampaknya berpangkal, siapa di antara enam puteranya yang lebih berhak menggantikannya. Maka mulailah muncul sub-sub sekte baru seperti: An-Nawusiyyah, yang memandang Ja'far as-Sadiq sebagai al-Qa'im atau al-Mahdi demikian pula halnya dengan al-Musawiyah, pengikut Musa al-Kazim yang berkeyakinan bahwa Musa tidak mati, ia hanya gaib saja dan akan kembali lagi ke dunia, dan tidak akan ada lagi seorang imam sesudahnya. Oleh karena itu, sekte yang terakhir ini disebut juga dengan al-Qat'iyyah. Dalam bahasan ini akan dibicarakan dua subsekte yang terpenting, dan keduanya mempunyai corak kemahdian yang berbeda satu sama lain.

Syi'ah Ismailliyyah

Aliran ini dikenal pula dengan Syi'ah Sab'iyyah atau Syi'ah Batiniyyah. Disebut demikian, karena pengikut sekte berkeyakinan bahwa Imam yang ketujuh bagi mereka adalah Isma'il atau karena pendirian mereka yang menyatakan bahwa setiap yang lahir, pasti ada yang batin dan setiap ayat yang turun pasfi ada Ta'wil atauTafsir Batiniyyah-nya.

Syi'ah Isma'iliyyah ini muncul sesudah tahun 200 H, menurut penuturan al-Mahdi Lidinillah Ahmad yang mengutip pernyataan al-Hakim dan kesepakatan para penulis Muslim, bahwa orang yang mula-mula membangun mazhab ini ialah anak-anak orang Majusi dan sisa-sisa pengikut aliran Huramiyyah.[30] Mereka dihimpun oleh suatu perkumpulan yang bekerja sama dengan orang-orang yang ahli tentang Islam dan filsafat. Motif mereka tidak lain, karena mereka ingin membuat tipu daya guna merusak Islam dengan menyusupkan para propagandisnya kedalam masyarakat Syi'ah yang masih awam, karena mereka iri terhadap kejayaan Islam.[31] Untuk pertama kalinya sekte ini lahir di Irak, kemudian ia mengalihkan gerakannya ke Persia, Khurasan, India, dan Turkistan. Di daerah-daerah tersebut, ajaran-ajarannya bercampur dengan kepercayaan versi lama dan pemikiran Hindu. Dalam hubungan ini Fazlur Rahman menjelaskan bahwa Syi'ah Isma'iliyyah ini giat berpropaganda di sekitar abad II H/IX M - V H/XI M, sehingga ia pernah menjadi aliran terkuat di dunia Islam, sejak dari Afrika sampai ke India dengan mengobarkan revolusi sosial, melalui asimilasi ide-ide dari luar terutama ide platonisme dan gnostik. Dari sinilah sekte tersebut menyusun sistem filsafat diatas mana dibangun suatu agama baru, setelah merongrong struktur keagamaan ortodoks.[32]

Isma'il yang wafat mendahului ayahnya, diyakini keimamannya melalui nas dari ayahnya, Ja'far as-Sadiq. Pengikut sekte ini mengingkari kematiannya dan ia dipandang sebagai al-Qa'im (yang bangkit) sampai ia menguasai bumi dan menegakkan urusan manusia. Sesudah Isma'il, jabatan imam diteruskan oleh anaknya, Muhammad al-Maktum dan selanjutnya jabatan tersebut diteruskan oleh puteranya, Muhammad al-Habib, kemudian oleh penggantinya, 'Abdullah al-Mahdi. Dalam propagandanya ia mendapat sukses karena jasa Abu 'Abdullah as-Syi'i, sesudah ia lolos dari tempat penahanannya di Sijilmasah, ia dapat menguasai daerah Kairuwan dan Magrib (Afrika). Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan al-Mahdi ini akhirnya dapat menguasai Mesir dan mendirikan dinasti Fatimiyyah.

Sesudah sekte ini merasa kuat posisinya, berakhirlah Imam Mastur dan muncullah 'Abdullah ibn Muhammad al-Habib yang mengaku sebagai Imam Mahdi yang dijanjikan. Diantara sub sektenya yang paling agresif adalah golongan Qaramitah yang dipelopori oleh Hamdan ibn Qarmat dipenghujung abad ke-3 H/9 M. Gerakannya bertujuan, di bidang politik, membantu berdirinya dinasti Fatimiyyah di Mesir, sedangkan di bidang sosial, membangun masyarakat yang didasarkan atas asas kebersamaan. Mereka hidup dalam suatu komune yang hampir menyerupai sistem kehidupan masyarakat komunis. Kepercayaan aliran ini terhadap al-Mahdi, tidak jauh berbeda dengan keyakinan Syi'ah Isna 'Asyariyyah. Hanya saja pengikut sekte Qaramitah ini menganggap Muhammad ibn Isma'il sebagai al-Mahdi atau al-Qa'im. Ia masih hidup dan tidak akan mati serta akan kembali lagi ke dunia dan memenuhi bumi dengan keadilan. Menurut keyakinan mereka, berita kemahdiannya telah disampaikan oleh imam-imam pendahulunya.[33]

Selain aliran Qaramitah, muncul pula golongan Druziyyah, yang dipimpin dan didirikan oleh ad-Durzi. Tampaknya aliran ini rapat hubungannya dengan Syi'ah al-Hakimiyyah yang lahir di masa al-Hakim bi Amrillah al-Fatimi yang memerintah Mesir di tahun 386 H. Dialah yang didewa-dewakan sebagai tuhan. Dalam hubungan ini, menurut salah satu riwayat, dia adalah Hamzah ad-Durzi yang datang dari Persia ke Mesir, kemudian membujuk al-Hakim agar dirinya diperbolehkan untuk mempropagandakan paham baru yaitu bahwa al-Hakim adalah tuhan, sehingga manusia mau menyembahnya.[34] Sangat boleh jadi, ajaran tentang Hulul dan Tanasukh versi aliran Druziyyah ini, dipengaruhi oleh ajaran al-Hallaj (858 - 922 M), yang dalam konsep filsafat ketuhanannya, menjelaskan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat kemanusiaan (an-Nasut), dan manusia pun memiliki sifat-sifat ketuhanan (al-Lahut). Kemudian ajaran ini oleh ad-Durzi diterapkan pada diri al-Hakim yang dipropagandakan sebagai tuhan.

Doktrin esoteris ciptaan Syi'ah Batiniyyah yang inovatif, terutama dalam menginterpretasikan ayat-ayat al-Quran, adalah benar-benar jauh dari ruh Islam dan mengingatkan kita pada aliran kebatinan Gatholoco di Jawa. Sekte ini pada masa Aga Khan, sewaktu Inggris berkuasa di India, demikian Ahmad Syalabi menjelaskan, dijadikan sebagai alat untuk menghancurkan Islam dan menguasai ummat Islam dengan hak dan kewajiban yang saling menguntungkan kedua belah pihak.[35] Taktik Inggris ini rupanya sama dengan yang dilakukannya terhadap golongan Ahmadiyah, yaitu untuk membantu kepentingan Inggris di India. Dalam kerjasamanya dengan Inggris, aliran Batiniyyah atau Isma'iliyyah ini, mendapat kebebasan menyebarkan pahamnya di koloni-koloni Inggris, dan sebagai imbalannya, aliran ini harus patuh pada Inggris.

Syi'ah Isna 'Asyariyyah

Aliran ini lebih luas pengaruhnya dan lebih kuat posisinya sampai hari ini bila dibandingkan dengan pengaruh dan posisi aliran-aliran Syi'ah lainnya. Mayoritas pengikut sekte ini tinggal di Iran dan Irak. Aliran ini didirikan sesudah abad ke-3 H, akan tetapi ada pula yang berpendapat, bahwa ia lahir sesudah hilangnya Muhammad al-Mahdi al-Muntazar secara misterius pada tahun 260 H.

Keimaman pada sekte ini, sesudah Ja'far as-Sadiq, adalah Musa al-Kazim, sesudah itu jabatan imam dipegang oleh puteranya, 'Ali Rida. Dialah satu-satunya Imam Syi'ah dari Ahlul-Bait yang diangkat sebagai putera mahkota oleh Khalifah al-Ma'mun dari dinasti 'Abbasiyyah. Kemudian keimaman sesudahnya beralih kepada puteranya Muhammad at-Taqi, dan selanjutnya ia pun digantikan oleh puteranya 'Ali an-Naqi atau al-Hadi. Ia tinggal di Madinah dan memberi pengajaran di sana. Akibat kritik-kritiknya yang tajam terhadap Khalifah al-Mu'tasim, ia dipenjarakan di Samarra sampai wafatnya tahun 254 H/ 868 M dalam usia 40 tahun. Selanjutnya keimaman beralih kepada puteranya, Hasan al-'Askari, yang dikenal sebagai Imam yang tekun dan menguasai beberapa bahasa.

Pada masa keimamannya, perpecahan Syi'ah Isna 'Asyariyyah ini semakin meluas, dan banyak diantara para pengikutnya, terutama kaum 'Alawiyyun (pengikut 'Ali ibn Abi Talib) mendakwahkan dirinya sebagai imam. Menurut asy-Syahrastani, Hasan al-'Askari wafat dalam usia 28 tahun (260 H/874 M) di Samarra.[36] Kemudian diangkatlah puteranya, Muhammad ibn Hasan al'Askari sebagai imam yang ke-12, yang dimitoskan sebagai al-Mahdi al-Muntazar karena ia dianggap hilang secara misterius, sejak ia dalam usia kanak-kanak. Dia akan kembali lagi ke dunia dan memenuhinya dengan keadilan, sebagaimana bumi ini dipenuhi oleh kecurangan. Demikian menurut keyakinan pengikut Syi'ah Isna 'Asyariyyah. Aliran ini sejak berdirinya sampai hilangnya Imam ke- 12, tampaknya kurang terorganisasikan. Akan tetapi, demikian Gibb dan Kramers menjelaskan bahwa dalam perkembangan selanjutnya, aliran ini pernah mengalami kemajuan pesat, terutama setelah berdirinya dinasti Safawiyah dimana para penguasanya mengklaim bahwa diri mereka adalah masih keturunan Musa al-Kazim. Mereka menjadikan ajaran sekte ini sebagai mazhab resmi pemerintahan Safawi di Persia. Pada masa Syah Isma'il, ia memerintahkan kepada para Khatib dan Mu'azzin mengubah formula khutbah dan azannya, yaitu dengan menyebutkan nama-nama kedua belas Imam mereka dalam khutbah dan menambahkan kalimat [kata-kata Arab] dalam azannya, formula semacam ini tentunya dimaksudkan untuk menunjukkan ciri khas kesyi'ahan.[37]

Beberapa Ajaran Pokok Syi'ah Yang Berkaitan Dengan Paham Mahdi Atau Mahdiisme

Bahasan ini penulis batasi pada ajaran pokok Syi'ah yang berkaitan erat dengan doktrin Mahdiisme, yaitu pada masalah Imamah, al-Gaibah, dan 'Aqidah ar-Raj'ah.

Masalah Keimaman

Masalah keimaman bagi kaum Syi'ah adalah sangat fundamental, terutama bagi Syi'ah Isna 'Asyariyyah atau Syi'ah Dua belas. Masalah keimaman, mereka jadikan sebagai rukun atau saka guru agama, dan nas-nas keimaman, mereka pandang sebagai mutawatir. Oleh karena ia merupakan anugerah Tuhan yang harus diberikan kepada hamba-Nya, maka yang demikian itu merupakan kewajiban Tuhan baik secara rasional maupun tekstual.

Secara rasional, seorang Imam harus mengayomi ummat atau memelihara kemaslahatannya serta melindunginya dari berbagai kezaliman dan kemaksiatan. Selain itu seorang imam juga harus menjaga kelestarian Syari'at Islam dari usaha-usaha pemalsuan, dan oleh sebab itu, perlu adanya seorang Mufassir (Imam) dari sisi Tuhan guna menafsirkan dan mengambil hukum dari ayat-ayat al-Quran.[38] Alasan kedua ini senada dengan argumen tentang kehadiran al-Mahdi al-Ma'hud dalam Ahmadiyah, yang dipandang sebagai Mujaddid atau penafsir al-Quran sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

Secara tekstual, keimaman Syi'ah adalah didasarkan pada hadis Gadir Khum, yang diyakini sebagai mutawatir. Di Gadir Khum inilah menurut aliran ini, Nabi bersama-sama sahabatnya beristirahat sepulang mereka dari menunaikan ibadah haji dan di tempat ini, Nabi di depan mereka, menunjuk 'Ali ibn Abi Talib sebagai penggantinya. Salah satu di antara riwayatnya ialah apa yang diriwayatkan oleh at-Tabrani dalam al-Kabir:

" ... Ya Allah! Barangsiapa yang beriman padaku dan membenarkan aku hendaknya ia menjadikan 'Ali ibn Abi Talib sebagai pemimpinnya, maka sesungguhnya kepemimpinannya adalah kepemimpinanku, dan kepemimpinanku adalah kepemimpinan Allah."

Dengan nas semacam ini, keimaman itu diberikan secara berkesinambungan dari imam yang satu kepada imam yang lain, dan oleh karenanya keimaman itu tidak akan keluar dari keturunan Ahlul-Bait.

Tradisi keimaman Syi'ah Isna 'Asyariyyah, tampaknya masih berjalan terus sampai sekarang, terutama dalam melaksanakan tugas-tugas keimaman yaitu perlu diangkatnya seorang Mandataris Imam, selama Imam Mahdi itu belum muncul kembali. Jabatan ini dalam dekade terakhir dipegang oleh Ayatullah Ruhullah Khumaini. Menurut pendapatnya, ajaran para imam adalah sejajar dengan al-Quran yang wajib ditaati dan dilaksanakan. Selama Imam Mahdi belum muncul, ia diwakili oleh seorang mandataris yang berhak. Kedudukan al-Mahdi dalam pandangan Syi'ah disejajarkan dengan Rasulullah, sebagaimana dinyatakan dalam riwayat Jafar: "Barangsiapa mengakui semua imam dan mengingkari Imam Mahdi, dia seperti mengakui semua nabi tetapi ia mengingkari Nabi Muhammad.[39]

Masalah Kegaiban Imam

Masalah kegaiban imam dalam kepercayaan Syi'ah berkaitan erat dengan kepercayaan tentang akan kembalinya imam-imam Syi'ah yang telah wafat kedunia, yang diistilahkan dengan [kata-kata Arab].Kepercayaan ini bermula dari suatu anggapan bahwa imam yang mereka cintai itu tidak mati, tetapi hanya menghilang untuk sementara waktu. Hal ini mengingatkan kita pada pernyataan Ibn Saba' sewaktu 'Ali ibn Abi Talib wafat, ia menyatakan:

"Seandainya kalian membawa otak 'Ali kepadaku seribu kali, aku tidak akan membenarkan kematiannya"[40]

Imam itu mempunyai masa kegaiban. "Apabila telah sampai kepadamu," demikian kata Abu Ja'far, "berita tentang kegaiban imam dari seorang yang (mempercayai) hal itu, maka janganlah kalian mengingkarinya."[41] Demikianlah kepercayaan kaum Syi'ah terhadap imam mereka.

Teori tentang kegaiban imam, tampaknya dicipta untuk mempertahunkan eksistensi suatu aliran tertentu yang terancam kehancuran, akibat persaingan ketat diantara sekte-sekte yang ada saat itu. Dengan demikian teori tersebut lebih bersifat politis daripada bersifat keagamaan, karena aliran ini menghadapi masa kevakuman imam yang cukup serius. Semula kaum Syi'ah hanya bersikap menunggu, akan tetapi kemudian muncul ide baru bagaimana cara berkomunikasi dengan seorang imam yang sedang gaib. Ide tersebut muncul bersamaan dengan timbulnya ambisi tokoh-tokoh non-Ahlul Bait yang ingin memainkan peranan imam sesudah Imam Muhammad ibn Hasan al-'Askari. Kemudian muncullah dua macam teori tentang al-Bab dan teori mengenai Mandataris Imam.

Teori tentang al-Bab, bermula dari aliran Syaikhiyyah yang mengajarkan bahwa Imam Mahdi itu selalu mengejawantah dan muncul di setiap tempat dalam wujud seorang laki-laki yang disebut sebagai al-Mu'minul-Kamil atau al-Bab atau al-Wali. Teori ini kemudian dikembangkan oleh 'Ali Muhammad asy-Syirazi bekas murid al-Kazim ar-Rasti penganut aliran tersebut. Muhammad Abu Zahrah menjelaskan, bahwa asy-Syirazi mengaku dirinya adalah al-Bab (pintu perantara) antara [kata-kata Arab] (Imam Mahdi yang sedang gaib) dengan kaum Syi'ah yang ingin mendapat ilmu atau petunjuk darinya.[42] Akhimya lahirlah aliran baru yang dikenal sebagai aliran al-Babiyyah.

Teori kedua adalah tentang Mandataris Imam, tampaknya teori ini adalah pengembangan dari teori yang pertama diatas. Hanya saja teori kedua ini berasal dari 'Ali ibn Muhammad as-Samin, ia mengaku telah menyodorkan secarik kertas yang telah ditandatangani oleh al-Mahdi, kepada Muhammad al-Hasan sewaktu as-Samiri akan meninggal, ia memberitahukan kepada Muhammad al-Hasan, bahwa al-Mahdi tidak akan muncul kembali sampai datang saat yang telah ditentukan oleh Tuhan, yaitu sesudah hati manusia menjadi beku dan kecurangan telah merajalela di atas bumi.[43] Sehingga dalam kepercayaan tersebut terdapat istilah al-Gaibah as-Sugra atau gaib sementara, dimana al Mahdi mempunyai empat orang duta, dan duta yang terakhir adalah as-Samiri. Kedua, al-Gaibah al-Kubra yaitu gaib untuk waktu yang lama. Selama al-Mahdi absen, ia diwakili oleh seorang yang dikenal sebagai Mandataris Imam, dan jabatan ini merupakan peringkat pertama dalam hirarki Syi'ah Dua belas.

Masalah 'Aqidah Ar-Raj'ah

Masalah 'Aqidah ar-Raj'ah yaitu kepercayaan Syi'ah, tentang akan kembalinya seorang imam yang telah wafat, adalah bermula dari kepercayaan orang-orang Yahudi terhadap kisah 'Uzair dan kisah Nabi Harun. Mereka berkeyakinan, bahwa Nabi Harun dibunuh oleh Nabi Musa di padang Tih, karena kedengkiannya kepada Nabi Harun. Sementara kaum Yahudi mengatakan bahwa Harun akan kembali lagi ke dunia, sedangkan yang lain berkeyakinan bahwa ia tidak wafat, dia hanya gaib dan akan kembali lagi.[44] Adanya kesamaan antara kepercayaan kaum Yahudi dengan kepercayaan Syi'ah, sangat dimungkinkan sesudah kedua belah pihak terjadi kontak langsung secara akrab. Diantara penulis Muslim seperti: Muhammad Abu Zahrah, Ahmad Amin, Ihsan Ilahi Zahir, berpendapat bahwa 'Aqidah Raj'ah tersebut diterima kaum Syi'ah lewat Ibn Saba' dan ajaran golongan Saba'iyyah.

Akan tetapi, Muhammad al-Bahi mengajukan argumen psikologis tentang terbentuknya 'Aqidah Raj'ah di kalangan kaum Syi'ah. Menurut pendapatnya, kepercayaan tersebut bermula dari keyakinan yang didasarkan pada kecintaan kaum Syi'ah terhadap imam-imam mereka yang telah wafat. Akibat kesedihan yang memuncak, kecintaan mereka semakin mendalam, dan mereka amat mendambakan kehadiran imam-imam yang mereka cintai itu. Akhimya mereka ragu-ragu akan kematiannya, dia hanya absen dan mereka tetap ingin menunggunya. Karena kecintaan yang kuat, lahirlah perenungan yang kuat pula, sekalipun kadang-kadang apa yang diyakininya itu bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa perenungan yang mengasyikkan jiwa disertai dengan keinginan kuat untuk menjumpai seorang (imam) yang dicintai itu, kemudian beralihlah dari kegaiban kepada harapan akan kehadirannya kembali, dan akhirnya terbentuklah 'Aqidah Raj'ah di kalangan kaum Syi'ah.[45]

Ketegangan jiwa akibat wafatnya seorang pemimpin yang dicintai, sering menimbulkan perubahan sikap atau tingkah laku seseorang, apabila ketegangan tersebut sulit diatasi. Keadaan semacam ini rupanya pernah dialami oleh 'Umar ibn Khattab sewaktu mendengar berita Rasulullah wafat. Ia tidak mengakui Nabi telah wafat, dengan pedang terhunus ia mengancam siapa saja yang berani mengatakan bahwa Nabi telah tiada. Akan tetapi, perubahan sikap demikian itu, tampaknya hanya bersifat sementara. Kasus seperti apa yang dialami 'Umar tersebut, rupanya banyak pula dialami oleh manusia lainnya. Dan bahkan jauh sebelum agama Yahudi lahir, bangsa Chaldea sudah pernah mengalami kasus seperti itu, yaitu tidak mau mengakui kematian Qabil sewaktu dibunuh oleh saudaranya, Habil. Malahan diyakini, ia akan kembali lagi ke dunia. Demikian pula halnya dengan kaum Nasrani, mereka meyakini bahwa Yesus yang mati di tiang salib, bangkit kembali dan terus naik ke langit dan duduk di sisi Tuhan, dia akan datang kembali ke dunia untuk memenuhi bumi dengan kedamaian dan kesucian.

Dari keterangan diatas, dapatlah disimpulkan bahwa pendapat al-Bahi tersebut memandang berpengaruhnya ajaran Yahudi di kalangan Syi'ah hanyalah sebagai faktor yang mempercepat proses lahirnya 'aqidah Raj'ah saja, sedangkan kepercayaan seperti itu merupakan gejala umum jiwa manusia dan tidak terbatas pada sekelompok manusia tertentu. Adapun munculnya 'Aqidah Raj'ah dalam suatu kelompok, terbatas pada para pencinta pimpinan atau imam, mereka menderita kesedihan yang hebat sebagai akibat wafatnya pimpinan yang dicintai tersebut.

Masalah al-Gaibah yang berkaitan erat dengan 'Aqidah ar-Raj'ah tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan Syi'ah terhadap al-Mahdi. Tokoh ini merupakan idola pemimpin Syi'ah yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh penganut Syi'ah Duabelas. Rupanya sekte ini saja yang masih gigih mempertahankan paham Mahdi, sedangkan sekte-sekte lainnya yang semula memiliki kepercayaan yang serupa semakin lama semakin memudar bersama dengan memudarnya pengaruh sekte-sekte tersebut. Tetapi tidak demikian halnya dengan sekte Syi'ah Zaidiyyah. Sekte ini secara tegas menolak paham Mahdi, kecuali golongan al-Jarudiyyah yang merupakan sub sekte Syi'ah Zaidiyyah yang telah menyimpang jauh dari doktrin kezaidiyyahannya.

Dengan demikian, aliran Syi'ah dalam perjalanan sejarahnya, banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran non-Islam dan hanya Syi'ah Zaidiyyah yang masih menunjukkan keortodokannya, bila dibandingkan dengan sekte Syi'ah lainnya. Keterbukaan sikap kaum Syi'ah dalam menghadapi penetrasi budaya dan kepercayaan non-Islam yang pernah berakar dalam suatu masyarakat sebelum Islam datang, agaknya merupakan salah satu faktor penyebab tergesemya ajaran Islam ortodoks dalam kehidupan beragama di satu pihak, dan di pihak lain faktor terbentuknya paham Mahdi dengan berbagai macam versinya.

Kemahdian Syi'ah Tujuh tampak lebih nyata daripada kemahdian Syi'ah Dua belas, sehingga sekte yang disebut belakangan ini mencipta teori tentang al-Bab dan teori tentang Mandataris Imam, dengan demikian ide kemahdiannya lebih lama bertahan daripada yang lain.

Catatan kaki:

8.Donaldson, op.cit., hlm. 32.[back]
9.Ibnul-Asir, al-Kamil fit-Tarikh, vol II, (Darus-Sadir, 1965), hlm. 317.[back]
10.Syed Amir 'Ali, Api Islam, terj. HB. Jassin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 471.[back]
11.Donaldson, op. cit., hlm. 55.[back]
12.Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah dan Syi'ah, terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1983), hlm. 140.[back]
13.Muhammad Abu Zahrah, Tarikhul-Mazahibul-Islamiyyah, vol. I, (Daril Fikril-'Arabi, tt), hlm. 36.[back]
14.Fajrul-Islam, op. cit., hlm. 266-7.[back]
15.Pada prinsipnya kaum Syi'ah tidak: mau mengakui golongan Saba'iyyah sebagai sektenya, tetapi kaum Sunni pada umurnnya memandang golongan Saba'iyyah sebagai Syi'ah.[back]
16.Ihsan Ilahi Zahir, asy-Syi'ah wat-Tasyayyu selanjutnya disebut asy-Syi'ah (Lahore: Iradah Tarjumann as-Sunnah, 1984), hlm. 163.[back]
17.Fazlur Rahman, Islam, (Chicago and London: University of Chicago Press, 1977), hlm. 171.[back]
18.Asy-Syiah, op.cit., hlm. 186.[back]
19.Ibid., hlm. 187.[back]
20.Ahmad Syalabi, Mausu'atut-Tarikhul-Islami wal-Hadaratul-Islamiyyah, vol. II, (Qahirah: Maktabah an-Nahdatul-MƵsriyyah, 1978), hlm. 147-8.[back]
21.Al-Mahdi Lidinillah Ahmad, op. cit., hlm. 82.[back]
22.Abul-Fath 'Abdul-Karim asy-Syahrastani, selanjutnya disebut asy- Syahrastani, al-Milal wan-Nihal, (Beirut: Darul-Fikr, tt.), hlm. 149.[back]
23.Ibid., hlm. 151.[back]
24.Duhal Islam III, op. cit., hlm. 271-2.[back]
25.Abdur Rahman ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, selanjutnya disebut Ibn Khaldun, (Darul-Fikr, tt.), hlm. 200.[back]
26.Ibid., hlm. 162.[back]
27.'Ali adalah satu-satunya putera Husain yang selamat dari pembantaian tentara Yazid, sewaktu Husain terbunuh di padang Karbela. Sikapnya yang pemurung dan sering menangis karena teringat mendiang ayahnya, maka ia memusatkan aktivitasnya pada ibadah, oleh karenanya ia dijuluki dengan [kata-kata Arab]. Pengikut aliran ini kemudian membuat cerita fiksi bahwa 'Ali sewaktu remajanya pernah pergi ke Hajar al-Aswat bersama Muhammad ibn al-Hanafiyyah, keduanya untuk meminta petunjuk Tuhan, siapa diantara keduanya yang lebih berhak menjadi imam. Saat 'Ali ibn Husain berdoa, terguncanglah Hajar al-Aswad itu, sebagai pertanda bahwa dirinyalah yang lebih berhak menjadi imam sesudah ayahnya.[back]
28.Donaldson, op. cit., hlm. 123.[back]
29.Asy-Syi'ah, op. cit., hlm. 216.[back]
30.Aliran Huramiyah ini membolehkan pengikutnya hidup bergelimang dalam kesenangan dan kemewahan serta membebaskan pengikutnya dari segala macam kewajiban. Aliran ini juga dikenal dengan al-Babikiyyah, pemimpirmya terbunuh dalam pemberontakan melawan pemerintahan al-Mu'tasim dari dinasti 'Abbasiyyah.[back]
31.Al-Mahdi Lidinillah Ahmad, op. cit., hlm.96-7.[back]
32.Fazlur Rahman, op. cit., hlm. 175-6.[back]
33.As-Syi'ah. op. cit., hlm. 235.[back]
34.Muhammad Abu Zahrah, op. Cit., hlm. 62-3.[back]
35.Ahmad Syalabi, op. Cit., hlm. 190.[back]
36.Asy-Syahrastani. op. cit., hlm. 170.[back]
37.Gibb dan Kramers, eds., op. cit., hlm. 188.[back]
38.Donaldson, op. Cit., hlm. 305-6.[back]
39.As-Syi'ah, op. Cit., hlm. 362.[back]
40.Fajrul-Islam, op. cit., hlm. 270.[back]
41.Duhal-Islam, III, op. cit., hlm. 218.[back]
42.Muhammad Aba Zahrah, op. cit., hlm. 239.[back]
43.Asy Syi'ah, op. cit., hlm. 352.[back]
44.Muhammad al-Bahi, al-Janibul-Ilahi min Tafkiril-Islami, (Qahirah: Daru Ihya'il-Kutubil-'Arabiyyah, 'Isa al-Babi al-Halabi, 1948), hlm. 88.[back]
45.Ibid, hlm. 88-9.[back]

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...