Jumat, 03 Mei 2019

sukristiawan com:Putusan MK Ini Perkuat Pemecatan Ribuan PNS Terpidana Korupsi

Putusan MK Ini Perkuat Pemecatan Ribuan PNS Terpidana Korupsi

Rofiq Hidayat

Kemendagri seharusnya mendesak para pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk segera memberhentikan PNS/ASN yang menyandang terpidana korupsi.

Seiring terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XVI/2018 yang meneguhkan norma pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terlibat tindak pidana yang berhubungan dengan jabatan, seperti korupsi, tak ada alasan lagi bagi kepala daerah untuk tidak segera memberhentikan PNS yang berstatus terpidana korupsi.

 

“Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) semestinya melakukan monitoringterhadap pelaksanaan putusan MK itu,” ujar Peneliti Transparancy International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko saat dihubungi di Jakarta, Senin (29/4/2019. Baca Juga: MK: Pemberhentian Terpidana PNS Berkaitan Tindak Pidana Jabatan

 

Menurutnya, sebelum terbitnya putusan MK tersebut, telah terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri); Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB); dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tentang Penegakan Hukum terhadap PNS yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum tetap karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang ada hubungannya dengan Jabatan pada 13 September 2018. Intinya, melakukan pemberhentian terhadap ribuan PNS terpidana kasus korupsi.

 

Dalam SKB itu memberi tenggat waktu hingga akhir April 2019 setelah diperpanjang. Namun, sebagian para PNS itu melakukan perlawanan. Antara lain melakukan uji materi Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (4) UU huruf b UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN terkait pemberhentian ASN. Karena itu, adanya putusan MK No. 87/PUU-XVI/2018 itu menjadikan aturan pemberhentian ASN/PNS yang terjerat kasus hukum yang berhubungan dengan jabatannya  semakin mengikat.

 

”PNS yang merupakan mantan terpidana kasus korupsi yang putusannya sudahinkracht harus dipecat,” ujarnya.

 

Menurutnya, tenggat waktu eksekusi pemberhentian PNS terpidana kasus korupsi hingga 30 April hanya tersisa satu hari. Karena itu, Kemendagri harus mengingatkan kepala daerah untuk segera mengeksekusi pemberhentian PNS kasus korupsi. Kemendagri harus melihat sejauh mana kepala daerah patuh terhadap instruksi dari Kemendagri melalui surat edaran yang telah dilayangkan dan putusan MK itu.

 

“Dalam beberapa hari, Kemendagri harus segera melakukan monitoring, daerah mana saja tingkat kepatuhan terhadap SKB tiga menteri  itu,” ujarnya.

 

Wawan mencatat hingga Januari 2019 terdapat 1.446 PNS belum dilakukan pemecatan dari statusnya sebagai PNS. Bila tidak segera diberhentikan bisa berdampak kerugian keuangan negara karena anggaran berupa gaji, dan tunjangan masih terus dibayar ke rekening masing-masing PNS bermasalah itu. Kata lain, negara bakal kehilangan penghematan keuangan negara.

 

Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch, Tibiko Zabar Pradano mengatakan putusan MK No. 87/PUU-XVI/2018 menjadi dasar pimpinan di pemerintah pusat dan daerah agar segera memberhentikan dengan tidak hormat terhadap PNS terpidana kasus korupsi. Sebab, tindakan korupsi bentuk pengkhianatan terhadap rakyat karena penghasilan yang diterima PNS sejatinya adalah uang rakyat.

 

Dia berharap proses pemecatan terhadap PNS terpidana kasus korupsi dapat segera dilaksanakan. Yang pasti, kata Tibiko, putusan MK menguatkan SKB tersebut. “Jadi Mendagri seharusnya mendesak para pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk mengeksekusinya,” pintanya.

 

PPK adalah pejabat di tingkat pusat antara lain menteri, kepala badan, serta instansi lain yang setara. Sedangkan PPK di tingkat daerah antara lain, Gubernur, Walikota, dan Bupati. Sementara bila para PPK tersebut tidak melakukan pemberhentian terhadap ASN terpidana kasus korupsi, maka dapat dikenakan sanksi.

 

Bisa dikenakan sanksi

Wawan sependapat dengan Tibiko. Menurutnya, kepala daerah atau PPK yang berwenang dapat dikenakan sanksi jika tidak melakukan amanat dari SKB tiga menteri dan putusan MK tersebut. Namun, itu perlu didahului dengan meminta informasi kepada para PPK terlebih dahulu sebelum menjatuhkan sanksi.

 

Seperti mencari informasi kendala apa saja dalam pelaksanaan pemberhentian PNS yang terlibat kasus korupsi dengan mendatangkan Inspektorat Jenderal (Itjen) Pengawasan Internal Kemendagri ke daerah-daerah terkait pelaksanaan putusan MK. Setelah itu, dapat diukur analisa tingkat kepatuhan dan evaluasi terhadap masing-masing PPK. Terhadap PPK yang tidak melaksanakan instruksi SKB tiga menteri dan putusan MK, maka dapat dikenakan pola pemberian sanksi khusus.

 

“Kalau tidak begitu tidak selesai, selesai,” katanya.

 

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar mengatakan terhadap PNS yang melakukan tindak pidana terkait jabatannya, seperti korupsi dapat segera diberhentikan dengan tidak hormat. Karena itu, Kemendagri meminta pemerintah daerah (Pemda) segera melaksanakan putusan tersebut. Bahtiar menegaskan proses pemberhentian PNS akan terus berjalan sesuai petunjuk yang diarahkan Menpan RB.

 

“Putusan MK tersebut memperkuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk percepatan pemberhentian PNS yang sudah inkracht kasus tipikor,” ujarnya sebagaimana dilansir dari laman setkab.

 

Berdasarkan data Direktorat Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri per 26 April 2019, terdapat 1.372 PNS dikenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Rinciannya, terdiri dari PNS Provinsi sebanyak 241 dan PNS Kabupaten/Kota sebanyak 1.131. Data PNS yang belum PTDH sebanyak 1.124, terdiri dari dari PNS Provinsi sebanyak 143 dan PNS Kabupaten/Kota 981.
#sukristiawan.com

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...