Selasa, 05 Juni 2018

sukristiawan.com:VIRUS : Union Busting (Pemberangusan Serikat Pekerja)

VIRUS : Union Busting (Pemberangusan Serikat Pekerja)
"Rakyat Belum sepenuhnya MERDEKA, karena tidak boleh berani & tidak boleh tahu haknya". Yang Kaya semakin Kaya yang Miskin tetap miskin. Mari kita kaji mengapa demo/aksi buruh dan mogok kerja semakin sering dilakukan. Karena Hukum tidak ditegakan secara KONSISTEN. Mari Menjelang Hari Buruh 1 Mei dan Kebangkitan Nasional 20 Mei maka perlu dipahami apakah itu Union Busting.
Union busting atau pemberangusan serikat buruh adalah suatu praktek pengusaha berusaha menggunakan berbagai macam cara dan alasan
mencegah buruhnya untuk mendirikan atau bergabung dengan serikat buruh . Tindakan ini dilakukan agar perusahaan itu bebas melakukan eksploitasi tanpa adanya kontrol dari serikat buruh. Atau melemahkan kekuatan serikat buruh yang telah ada.
Mengenali Pola Union Busting
Manajemen Menghalang-halangi/melarang buruh untuk bergabung di dalam serikat. Termasuk upaya mempropagandakan bahwa serikat buruh adalah perongrong perusahaan.
Mengintimidasi, atau menakut-nakuti buruh tidak mendapatkan promosi, tidak naik gaji, tidak mendapatkan bonus, tunjangan, tidak naik pangkat, diputus kontrak kerjanya, memutasi pengurus untuk memecah kekuatan serikat untuk melemahkan serikat juga untuk menghancurkan mental buruh, karena ia juga akan jauh dengan keluarganya. Kasus semacam ini umumnya dilakukan ketika serikat sedang memperjuangkan hak-hak buruh. Tidak tanggung-tanggung, kadang mutasi dilakukan hingga ke luar pulau.
Cara cara Pengusaha / Managemen Perusasaan melakukan Union Busting / Membumihangusan Serikat Pekerja diantaranya :
Skorsing
Memutus hubungan kerja
Membentuk serikat boneka dan paguyuban,upaya ini dilakukan untuk menandingi keberadaan serikat buruh sejati. Tujuannya agar buruh menjadi bingung, mau memilih serikat yang mana. Serikat boneka ini umumnya dikendalikan penuh oleh manajemen, termasuk orang-orang yang menjadi pengurusnya.
Membentuk pengurus tandingan dalam serikat yang sama , melakukan kudeta atas kepengurusan yang sah menjadi jalan untuk menggembosi serikat daripada membentuk serikat tandingan.
Menolak diajak berunding PKB , Kadang pengusaha beralasan mau mengecek dulu apakah anggota serikat sudah memenuhi syarat 50%+1 dari total karyawan, kadang malah tidak mau berunding karena di dalam perusahaan terdapat dua serikat buruh. Padahal kita tahu serikat yang satu adalah serikat boneka yang selalu membeo kepada pengusaha. Semua itu bertujuan agar buruh tidak memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Pada beberapa kasus, pengusaha melakukan penggantian PKB dengan Peraturan Perusahaan (PP) secara sepihak walaupun di perusahaan tersebut masih ada serikat buruh yang sah.
Pengusaha membuat pernyataan palsu kepada Dinas Tenaga Kerja bahwa di perusahaannya tidak terdapat serikat buruh sehingga dengan demikian peraturan perusahaan pun langsung disahkan dan diberlakukan
Meneror aktivis serikat secara mental adalah tidak memberi pekerjaan . Tetapi buruh ybs. harus tetap datang ke kantor dan mengisi daftar absensi. Memang upahnya selaku buruh tetap dibayarkan, namun hal ini tentunya menimbulkan konflik pribadi dirinya dengan sesama buruh. Cara ini lazimnya digunakan untuk membuat aktivis serikat merasa frustasi sehingga tanpa diminta dia akan berhenti/mengundurkan diri.
Mengurangi hak/kesempatan , yang pengurus serikat tidak mendapat tunjangan seperti posisi lainnya yang setara dengannya.
Promosingkir, memberikan kesempatan promosi kepada pengurus serikat sebagai iming-iming . Umumnya pengurus atau aktivis yang mendapatkan promosi mendadak dengan fasilitas yang menggiurkan merasa tidak enak hati mendapat promosi dari pengusaha sehingga diharapkan daya juangnya menurun.
Kriminalisasi, sering dilaporkan kepada Kepolisian. Pasal-pasal yang kerap dituduhkan pada pengurus serikat adalah ”pasal karet/pasal sampah dalam KUHP” antara lain pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah.
Mengadu domba buruh , melemparkan berbagai isu mulai dari isu kesejahteraan hingga black campaign yang mengesankan bahwa serikat telah dibawa ke arah yang salah, sehingga buruh mengalami kebingungan. Dari kondisi ini diharapkan muncul suatu kondisi ketakutan yaitu takut terbawa-bawa dan rasa apatis untuk tidak lagi berjuang melalui organisasinya.
Sistem kerja kontrak dan atau Outsourcing . Seorang buruh memiliki kesulitan untuk berorganisasi karena hubungan kerja menjadi bersifat hubungan individual dan bukan lagi hubungan kolektif.
Pengusaha juga bersatu melalui berbagai forum, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sementara untuk direksi BUMN saat ini muncul Forum Komunikasi Direksi BUMN. Para Pengusaha juga memikirkan strategi apa yang tepat untuk menghancurkan serikat di perusahaannya. Keberadaan serikat yang kuat menjadi ancaman bagi pengusaha untuk memperoleh keuntungan sebesar besarnya bagi pengusaha atau pemilik modal.
Menyewa preman untuk meneror , untuk melakukan kekerasan fisik. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pengurus atau aktivis serikat jera dan tidak lagi bergiat dalam kegiatan serikat. Dalam sidang di PHI misalnya, pernah ada pengusaha yang membawa tukang pukul untuk menakuti-nakuti buruh yang berperkara.
Pengurus serikat diikutkan dalam pelatihan khusus (seperti Lemhanas) untuk diberikan doktrin khusus, ada kasus tertentu dimana ketua atau pengurus serikat diikutkan oleh pengusaha dalam pelatihan khusus, seperti Lemhanas, dengan maksud untuk memberi doktrin khusus agar mengalami dis-orientasi terhadap perjuangan serikat.
Politisasi, Pengusaha bisa saja melibatkan partai atau wakil rakyat sebagai “beking” dimaksudkan untuk melemahakan perjuangan buruh.
Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terjadi perubahan kepemilikan perusahaan. Adanya ancaman perubahan status pegawai dari pegawai tetap menjadi kontrak/outsorcing yang akan melemahkan serikat.
Lempar tanggung jawab antara Menteri Tenaga Kerja dan Menteri BUMN Pada serikat BUMN, kerap terjadi pembiaran atas kasus-kasus ketenagakerjaan oleh Menteri BUMN. Kalau pun Menteri Tenaga Kerja peduli, tetap saja penyelesaian masalahnya bergantung pada Menteri BUMN
Belum adanya unit khusus di Kepolisian yang menangani masalah perburuhan . Sehingga penyelesaian masalahnya bergantung pada penyidik pada direktorat/unit yang menangani.
Jaminan Konstitusi & Hukum Berserikat & Berkumpul :
Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi serikat buruh untuk: Bebas menjalankan fungsi organisasi, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja. Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktivitasnya. Mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka. Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak. Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja internasional.
UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) jaminan konstitusional “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh setiap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai union busting adalah merupakan tindak pidana yang dapat dihukum. Pasal 43 dalam undang-undang ini menyatakan:
Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Dengan adanya jaminan hukum yang diberikan oleh UU No 21/2000 dan Konvensi ILO No. 87 harusnya praktik union busting sudah lenyap dari bumi Indonesia. Namun, pada kenyataannya hal yang sebaliknya justru terjadi. Praktik union busting semakin meningkat dan semakin mengkhawatirkan. Mengapa hal ini terjadi?
Karena adanya pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha yang dilakukan oleh pejabat atau instansi yang seharusnya menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak berserikat bagi buruh yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
Pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha oleh Negara melalui berbagai institusinya.
Presiden , seharusnya mengupayakan agar seluruh aparat pemerintahannya melaksanakan amanat undang-undang dan menegakkan hak konsitusional kaum buruh untuk berserikat dan memperoleh kesejahteraan.
Mahkamah Agung. Insitusi ini cenderung lamban dan tidak memiliki keberpihakan pada kaum buruh. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyak kasus union busting dan kriminalisasi kaum buruh yang menumpuk dan tak terselesaikan hingga hari ini dan kalau pun terselesaikan, lebih banyak kaum buruh yang dikalahkan.
DPR. Dewan terhormat yang harusnya menjadi pengemban amanat rakyat cenderung lalai dalam melakukan pengawasan pelaksanaan undang-undang dan mendengar aspirasi kaum buruh.
Kementerian Tenaga Kerja sd jajaran dinas terkait . Sebagai institusi yang melakukan pengawasan, cenderung lalai melakukan tugas pengawasannya dan tidak bersikap pro-aktif dalam mengupayakan penghentikan praktik union busting di Indonesia.
Kepolisian. menjadi ujung tombak penegakan hukum apabila terjadi kasus union busting cenderung bergerak lamban dan tutup mata terhadap kasus-kasus union busting.
Sumber : Editing berbagai media online,
Underconstruction website, Posts Relacionados, sumber (portal Prakarsa Rakyat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...