Kamis, 03 Maret 2016

Sukristiawan.com:Apa itu union busting

Apa itu Union Busting?
Union busting atau pemberangusan serikat buruh adalah suatu praktik di mana perusahaan atau pengusaha berusaha untuk menghentikan aktivitas serikat buruh di wilayah perusahaannya. Upaya perusahaan dan pengusaha ini memiliki bentuk yang bermacam-macam dengan menggunakan berbagai macam cara dan alasan. Pada saat ini, jika praktik union busting semakin meningkat itu tak lain karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh pejabat atau instansi yang seharusnya menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak berserikat bagi buruh yang dijamin konstitusi dan undang-undang.
Secara umum, union busting memiliki dua bentuk dasar. Pertama, perusahaan dan pengusaha berupaya mencegah buruhnya untuk membangun atau bergabung dengan serikat buruh. Tindakan ini dilakukan agar perusahaan itu bebas melakukan eksploitasi tanpa adanya kontrol dari serikat buruh. Kedua, adalah berusaha melemahkan kekuatan serikat buruh yang telah ada. Sanksi perusahaan bagi pengurus dan anggota, intimidasi dan tindakan diskriminatif adalah hal umum yang dilakukan untuk melemahkan serikat buruh.
Mengenali Pola Union Busting
1. Keterlibatan negara
a. Melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat BuruhUndang-undang ini sengaja dilabeli secara berbeda: serikat pekerja dan serikat buruh. Tujuannya adalah untuk mengkotak-kotakkan antara pekerja dan buruh. Kemudahan untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh dengan jumlah minimal 10 orang. Pada praktiknya, kemudahan membentuk serikat menjadi jalan untuk menciptakan serikat tandingan.
b. Melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Undang-undang ini memuat satu klausul khusus tentang perselisihan antar serikat, sehingga membuka peluang bagi pengusaha untuk menciptakan serikat tandingan. Kerap terjadi serikat ini diadu domba sehingga serikat akan berkonsentrasi dalam perselisihan antar serikat ketimbang fokus pada perjuangan organisasi.
2. Menghalang-halangi buruh untuk bergabung di dalam serikat
Sering ditemui manajemen melarang buruhnya untuk bergabung di dalam serikat. Selalu dipropagandakan, serikat tukang menuntut, membuat hubungan kerja tidak harmonis, dan lain sebagianya. Intinya mereka mau bilang serikat buruh adalah perongrong perusahaan.
3. Mengintimidasi
Jika penghalang-halangan tidak berhasil, upaya lanjutan yang sering dilakukan adalah mengintimidasi atau menakut-nakuti buruh. Saat bergabung dalam serikat, buruh diancam tidak mendapatkan promosi, tidak naik gaji, tidak mendapatkan bonus, tunjangan, tidak naik pangkat, diputus kontrak kerjanya, dan lain sebagainya. Bahkan dijumpai pula ada perusahaan yang menggunakan aparat kepolisian untuk menakut-nakuti pekerjanya di bagian security agar tidak bergabung menjadi anggota serikat.
4. Memutasi pengurus atau anggota serikat
Untuk memecah kekuatan serikat, sering pula dilakukan tindakan mutasi atau pemindahan kerja secara sepihak. Kasus semacam ini umumnya dilakukan ketika serikat sedang memperjuangkan hak-hak buruh. Tidak tanggung-tanggung, kadang mutasi dilakukan hingga ke luar pulau. Tujuannya jelas, selain untuk melemahkan serikat juga untuk menghancurkan mental buruh, karena ia juga akan jauh dengan keluarganya.
5. Surat Peringatan
Surat peringatan tergolong sebagai katagori sanksi ringan. Tujuannya agar aktivis serikat tidak lagi bergiat dalam membela kepentingan anggotanya. Jika surat peringatan diabaikan, biasanya pengusaha akan meningkatkan sanksinya menjadi skorsing dan bahkan kemudian PHK. Atau diberlakukan mekanisme Surat Peringatan Ke-1, Ke-2, dan Ke-3 yang berujung pada PHK.
6. Skorsing
Skorsing kerap diberikan kepada aktivis sebagai peringatan atas kegiatan serikat yang dijalankannya. Jika skorsing diabaikan, lazimnya pengusaha akan meningkatkan sanksinya menjadi PHK.
7. Memutus hubungan kerja
Ini cara lama tapi masih menjadi tren hingga sekarang. Anggota serikat yang sering menjadi korban dari modus ini adalah yang berstatus buruh kontrak . Dengan risiko hukum kecil dan biaya murah (tidak perlu mengeluarkan pesangon besar), tindakan ini kerap dijadikan pilihan favorit pihak manajemen. Dampaknya, buruh lainnya tidak berani lagi untuk bergabung dalam serikat dan lambat-laun serikat pun menjadi gembos.
8. Membentuk serikat boneka
Upaya ini dilakukan untuk menandingi keberadaan serikat buruh sejati. Tujuannya agar buruh menjadi bingung, mau memilih serikat yang mana. Serikat boneka ini umumnya dikendalikan penuh oleh manajemen, termasuk orang-orang yang menjadi pengurusnya. Cara mengenali serikat model ini sangat gampang. Biasanya mereka mendapatkan kemudahan dalam menjalankan aktivitasnya, sementara serikat sejati selalu dihambat saat akan melakukan aktivitas. Tak terkecuali tidak mendapatkan izin untuk melakukan rapat di kantor. Pada beberapa kasus, serikat tandingan hanya dibentuk untuk menghancurkan serikat yang ada. Setelah serikat tandingan selesai merekrut anggotakemudian pengurusnya akan meninggalkan organisasi. Anggota yang ada di serikat tandingan ditinggalkan begitu saja dan kebingungan menentukan arah. Sementara serikat yang lama bisa jadi sudah mati suri ditinggalkan anggotanya.
9. Membentuk pengurus tandingan dalam serikat yang sama
Melakukan kudeta atas kepengurusan yang sah menjadi jalan untuk menggembosi serikat daripada membentuk serikat tandingan. Pada umumnya upaya kudeta diawali dengan sebuah pencitraan negatif tentang figur ketua atau pengurus yang dilakukan secara intens dan terstruktur sehingga anggota percaya terhadap pencitraan tersebut. Setelah itu direkayasa agar anggota meminta sebuah musyawarah luar biasa untuk mengganti ketua dengan ketua yang baru. Setelah sang ketua baru terpilih, pada umumnya tidak banyak yang dia lakukan karena misinya adalah mengganti ketua yang lama. Upaya kudeta bisa juga digagalkan jika sistem organisasi sudah berjalan dengan baik. Pengurus yang tersisa dengan dibantu oleh pengurus cabang/PUK lainnya dapat melakukan perlawanan, antara lain dengan cara memproses kudeta yang dilakukan ke kantor Disnaker setempat sehingga muncul fatwa tentang ketua yang sah.
10. Menolak diajak berunding PKB
Saat diajak berunding, pengusaha berdalih macam-macam. Kadang pengusaha beralasan mau mengecek dulu apakah anggota serikat sudah memenuhi syarat 50%+1 dari total karyawan, kadang malah tidak mau berunding karena di dalam perusahaan terdapat dua serikat buruh. Padahal kita tahu serikat yang satu adalah serikat boneka yang selalu membeo kepada pengusaha. Semua itu bertujuan agar buruh tidak memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
11. Tidak mengakui adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah salah satu alat dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan bermartabat. Bagi serikat, PKB adalah goal dari perjuangan membela hak dan kepentingan anggota. Langkah Pengusaha mengabaikan PKB dimaksudkan untuk meniadakan peranan serikat. Pada beberapa kasus, pengusaha melakukan penggantian PKB dengan Peraturan Perusahaan (PP) secara sepihak walaupun di perusahaan tersebut masih ada serikat buruh yang sah. Secara hukum langkah Pengusaha tersebut merupakan pelanggaran Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
12. Membuat peraturan perusahaan sepihak
Walaupun sudah ada serikat pekerja tapi tidak diakui keberadaannya. Bahkan, kalau perlu pengusaha membuat pernyataan palsu kepada Dinas Tenaga Kerja bahwa di perusahaannya tidak terdapat serikat buruh sehingga dengan demikian peraturan perusahaan pun langsung disahkan dan diberlakukan.
13. Tidak memberikan pekerjaan
Salah satu upaya untuk meneror aktivis serikat secara mental adalah tidak memberi pekerjaan. Tetapi buruh ybs. harus tetap datang ke kantor dan mengisi daftar absensi. Memang upahnya selaku buruh tetap dibayarkan, namun hal ini tentunya menimbulkan konflik pribadi dirinya dengan sesama buruh. Seringkali aktivis serikat menjadi merasa terkucil karena kawan-kawan di lingkungannya sibuk bekerja sementara ia hanya duduk diam. Cara ini lazimnya digunakan untuk membuat aktivis serikat merasa frustasi sehingga tanpa diminta dia akan berhenti/mengundurkan diri.
14. Mengurangi hak/kesempatan
Salah satu pola yang juga sering diterapkan adalah tidak memberikan hak-hak kedinasan kepada buruh yang menjadi pengurus atau aktivis serikat. Jika ada 2 orang yang posisi pekerjaannya sama, seringkali buruh yang menjadi pengurus/aktivis serikat tidak menerima hak/tunjangan kedinasan yang diperoleh buruh lainnya yang tidak menjadi pengurus serikat. Pengusaha kemudian membuat aturan khusus yang merupakan pembenar kenapa posisi pekerjaan buruh yang pengurus serikat tidak mendapat tunjangan seperti posisi lainnya yang setara dengannya.
15. Promosingkir
Karena pada dasarnya buruh bekerja untuk mencapai karir terbaik, Pengusaha memberikan kesempatan promosi pada posisi terbaik kepada pengurus serikat sebagai iming-iming. Umumnya pengurus atau aktivis yang mendapatkan promosi mendadak dengan fasilitas yang menggiurkan merasa tidak enak hati mendapat promosi dari pengusaha sehingga diharapkan daya juangnya menurun..
16. Kriminalisasi
Dalam menjalankan kegiatan serikat pekerja, sering ditemukan kasus dimana pengurus atau aktivis serikat dilaporkan Pengusaha kepada Kepolisian. Pasal-pasal yang kerap dituduhkan pada pengurus serikat adalah ”pasal karet/pasal sampah dalam KUHP” antara lain pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah. Kasus ini diperparah dengan belum adanya unit khusus di Kepolisian yang menangani masalah perburuhan. Sehingga penyelesaian masalahnya bergantung pada penyidik pada direktorat/unit yang menangani.
17. Mengadu domba buruh
Buruh mudah sekali diadu domba satu sama lain. Pengusaha melemparkan berbagai isu mulai dari isu kesejahteraan hingga black campaign yang mengesankan bahwa serikat telah dibawa ke arah yang salah, sehingga buruh mengalami kebingungan. Dari kondisi ini diharapkan muncul suatu kondisi ketakutan yaitu takut terbawa-bawa dan rasa apatis untuk tidak lagi berjuang melalui organisasinya.
18. Doktrin anti serikat dipelajari juga khusus oleh Pengusaha
Bukan hanya buruh yang bersatu. Pengusaha juga bersatu melalui berbagai forum. Untuk pengusaha swasta kita mengenal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sementara untuk direksi BUMN saat ini muncul Forum Komunikasi Direksi BUMN. Jika buruh bersatu untuk memikirkan berbagai strategi mendapatkan hak anggotanya maka pengusaha pun pada umumnya memikirkan strategi apa yang tepat untuk menghancurkan serikat di perusahaannya. Keberadaan serikat yang kuat menjadi ancaman bagi pengusaha karena buruh tidak mudah lagi dibohongi dan ditindas. Melihat maraknya praktik union busting yang menimpa berbagai serikat serta adanya kesamaan jenis union busting yang diterapkan, bukan tidak mungkin saat ini pengusaha mempelajari secara khusus strategi union busting. Ditambah dengan kemudahan fasilitas, pengusaha tidak mengalami kesulitan untuk menggelar berbagai pertemuan.
19. Menyewa preman untuk meneror
Upaya intimidasi terhadap pengurus tidak berhenti sampai dengan PHK, skorsing, surat peringatan, kriminalisasi, tidak dipekerjakan atau pengurangan hak. Pada tingkatan yang lebih ekstrem, penindasan terhadap aktivis serikat bisa juga berupa pelibatan preman untuk melakukan kekerasan fisik. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pengurus atau aktivis serikat jera dan tidak lagi bergiat dalam kegiatan serikat. Dalam sidang di PHI misalnya, pernah ada pengusaha yang membawa tukang pukul untuk menakuti-nakuti buruh yang berperkara.
20. Serikat yang ada merupakan yellow union, ketika buruh membentuk serikat baru, pengusaha tidak mau mengakui keberadaan serikat baru
Pada kasus tertentu, serikat yang sudah terbentuk merupakan yellow union yaitu serikat yang tidak berpihak pada hak dan kepentingan buruh dan cenderung berpihak kepada Pengusaha. Kemudian buruh yang lain, menyadari hal tersebut dan membentuk serikat baru yang berorientasi pada hak dan kepentingan buruh. Namun pengusaha menisbikan keberadaan serikat tersebut dengan jalan tidak mengakui keberadaannya.
21. Politisasi
Pengusaha bisa saja melibatkan partai politik untuk membungkam gerakan buruh. Tidak jarang dengan mengatasnamakan partai politik tertentu sebagai “beking” dimaksudkan untuk membuat buruh takut.
22. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Privatisasi BUMN menjadi salah satu upaya untuk menggembosi serikat karena melalui cara ini bisa jadi terjadi perubahan kepemilikan perusahaan. Dengan demikian, patut diwaspadai apakah pemilik baru tetap akan peduli dengan adanya serikat. Belum lagi adanya ancaman perubahan status pegawai dari pegawai tetap menjadi kontrak/outsorcing yang akan melemahkan serikat.
23. Pengurus serikat diikutkan dalam pelatihan khusus (seperti Lemhanas) untuk diberikan doktrin khusus
Ada kasus tertentu dimana ketua atau pengurus serikat diikutkan oleh pengusaha dalam pelatihan khusus, seperti Lemhanas, dengan maksud untuk memberi doktrin khusus agar mengalami dis-orientasi terhadap perjuangan serikat.
24. Lempar tanggung jawab antara Menteri Tenaga Kerja dan Menteri BUMN
Pada serikat BUMN, kerap terjadi pembiaran atas kasus-kasus ketenagakerjaan oleh Menteri BUMN. Kalau pun Menteri Tenaga Kerja peduli, tetap saja penyelesaian masalahnya bergantung pada Menteri BUMN.
25. Perubahan status dari buruh tetap menjadi buruh kontrak/outsorcing
Dalam perkembangan terkini, sistem kerja kontrak dan outsourcing juga menjadi cara untuk memberangus serikat buruh. Perubahan status kerja ini menjadikan seorang buruh memiliki kesulitan untuk berorganisasi karena hubungan kerja menjadi bersifat hubungan individual dan bukan lagi hubungan kolektif. Kondisi ini pada akhirnya melemahkan buruh dan serikat buruh.
Mengapa melakukan union busting ?
Alasan mendasar mengapa perusahaan dan pengusaha melakukan union busting adalah karena mereka menganggap serikat bisa berpengaruh buruk bagi kelangsungan bisnis. Tuntutan serikat akan upah yang layak, kondisi dan keselamatan kerja yang sehat, dan peningkatan kesejahteraan bagi buruh merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan karena perusahaan tidak lagi dapat mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan buruh. Pendeknya, keberadaan serikat buruh mengganggu keleluasaan perusahaan dan pengusaha untuk membayar upah kaum buruh semurah-murahnya dan menelantarkan nasib kaum buruh.
Di Indonesia, sejak disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh setiap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai union busting adalah merupakan tindak pidana yang dapat dihukum. Pasal 43 dalam undang-undang ini menyatakan:
Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Cara melawan Union Busting
Kebebasan berserikat adalah perubahan yang paling signifikan dalam tonggak sejarah perjuangan serikat buruh di Indonesia. Melalui ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi pada 9 Juni 1998, jaminan kepada buruh akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasi, demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara dilindungi secara internasional. Jaminan kebebasan ini meliputi:
Kebebasan mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada, tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada. Kebebasan untuk bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu. Kebebasan mengembangkan hak-hak di atas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.
Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi serikat buruh untuk:
Bebas menjalankan fungsi organisasi, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja. Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktivitasnya. Mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka. Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak. Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja internasional. Bersamaan dengan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja.
Dengan adanya jaminan hukum yang diberikan oleh UU No 21/2000 dan Konvensi ILO No. 87 harusnya praktik union busting sudah lenyap dari bumi Indonesia. Namun, pada kenyataannya hal yang sebaliknya justru terjadi. Praktik union busting semakin meningkat dan semakin mengkhawatirkan. Mengapa hal ini terjadi?
Pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha merupakan kata kunci untuk menjawab mengapa union busting masih terus terjadi. Pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha ini dilakukan oleh negara melalui berbagai institusinya. Institusi tersebut diantaranya adalah:
Presiden. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden seharusnya mengupayakan agar seluruh aparat pemerintahannya melaksanakan amanat undang-undang dan menegakkan hak konsitusional kaum buruh untuk berserikat dan memperoleh kesejahteraan.
Mahkamah Agung. Insitusi ini cenderung lamban dan tidak memiliki keberpihakan pada kaum buruh. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyak kasus union busting dan kriminalisasi kaum buruh yang menumpuk dan tak terselesaikan hingga hari ini dan kalau pun terselesaikan, lebih banyak kaum buruh yang dikalahkan.
DPR. Dewan terhormat yang harusnya menjadi pengemban amanat rakyat cenderung lalai dalam melakukan pengawasan pelaksanaan undang-undang dan mendengar aspirasi kaum buruh.
Depnakertrans. Sebagai institusi yang melakukan pengawasan, Depnakertrans cenderung lalai melakukan tugas pengawasannya dan tidak bersikap pro-aktif dalam mengupayakan penghentikan praktik union busting di Indonesia.
Kepolisian. Kepolisian yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum apabila terjadi kasus union busting cenderung bergerak lamban dan tutup mata terhadap kasus-kasus union busting.
Upaya yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk menegakkan kebebasan berserikat tidak lain adalah dengan melakukan desakan pada institusi-institusi tersebut di atas. Berkumpul, berdiskusi, menggalang persatuan kaum buruh, melakukan aksi, demonstrasi dan pemogokan adalah jalan yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk merebut kembali hak dan kebebasan yang selama ini telah dinjak-injak oleh perusahaan dan pengusaha. Ayo gabung, berbaris bersama dalam lautan massa kaum buruh untuk melawan union busting! Lawan Union busting sekarang juga!
Lawan Union Busting atau Pemberangusan Serikat Pekerja/Buruh!
Penjarakan Pelaku Union Busting!


Selasa, 01 Maret 2016

Sukristiawan.com:Undang udang demonstrasi No 9thn 1998

UNDANG-UNDANG DEMONSTRASI
Dengan maraknya pemberitaan baik di media cetak, media elektronik maupun media online, demontrasi selalu menjadi topik pembicaraan. Baik demontrasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM), kenaikan upah minimum, penolakan tokoh tertentu dan demostrasi lainnya. Baik itu dilakukan oleh mahasiswa, buruh, organisasi masyarakat dan pegawai negeri sipil sekalipun.
Kebebasan berpendapat di muka umum baik lisan dan tulisan serta kebebasan untuk berorganisasi merupakan hak setiap warga negara yang harus diakui, dijamin dan dipenuhi oleh negara. Indonesia sebagai sebuah negara hukum telah mengatur adanya jaminan terhadap kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat baik lisan maupun tulisan dalam UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Ada banyak kejadian lainnya yang juga tercapai karena demonstrasi. Dengan demikian dalam hal ini demonstrasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Hanya saja yang membedakan adalah pada dataran demonstrasi demi tujuan politik praktis atau jangka panjang. Untuk kepentingan masing-masing kelompok atau demi kemaslahatan orang banyak.
Jika kita kaji secara konstitusional, demonstrasi merupakan hak yang harus dilindungi oleh Pemerintah. Namun di sisi lain, orang yang melakukan demonstrasi juga harus mentaati peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, dasar hukum demonstrasi adalah pasal 28 UUD 1945 dan UU No.9 Tahun 1998. Sehingga para peserta demonstrans memiliki legalitas dalam aksinya. Namun di sisi yang lain, hak menyampaikan pendapat di muka umum menjadi terkendala ketika pelaksananya dapat dijerat pidana pasal 160-161 tentang penghasutan.
Maka dalam undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat diatur mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi bagi setiap masyarakat yang ingim menyampaikan pendapatnnya dan bagi pemerintah agar dapa memberikan perlindungan hukum kepada setiap masyarakat, agar terjaminnya hak menyampaikan pendapat.
Agar Para demonstran tidak mendapat sanksi hukum dalam menyampaikan pendapat di muka umum, hendaknya mmengikuti tata cara demonstrasi menurut undang-undnag Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaiakan Pendapat di Muka Umum
Ø Tata Cara
1) Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Polri yang dilakukan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.
Catatan: Banyak orang memiliki pemahaman yang salah mengenai pemberitahuan ini. Rencana menyatakan pendapat disampaikan dengan pemberitahuan bukan izin. Sifatnya hanya memberitahukan saja dan Kepolisian tidak berwenang menolak kecuali dalam hal dilarang dalam undang-undang. Hal yang sangat berbeda jika rencana menyatakan pendapat diharuskan dengan izin karena kepolisian menjadi berwenang untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan rencana menyatakan pendapat tersebut.
2) Pemberitahuan diberikan selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai.
3) Pemberitahuan memuat: maksud dan tujuan, tempat, lokasi, dan rute, waktu dan lama, bentuk, penanggung jawab, nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan, alat peraga yang dipergunakan; dan atau jumlah peserta.
4) Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.
5) Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri wajib :
a. segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;
b. berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;
c. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;
d. mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
6) Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
Ø Sanksi :
· Berdasarkan Pasal 15 UU No. 9 Tahun 1998, sanksi terhadap pelanggaran tata cara di atas adalah pembubaran.
· Berdasarkan Pasal 16 UU No. 9 Tahun 1998, pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dikenakan jika misalkan terjadi perbuatan melanggar hukum seperti penganiayaan, pengeroyokan, perusakan barang, dan bahkan kematian.
· Berdasarkan Pasal 17 UU No. 9 Tahun 1998 Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok. Terdapat pemberatan hukuman terhadap penanggungjawab yang melakukan tindak pidana.
· Berdasarkan Pasal 18 UU No. 9 Tahun 1998, setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Dalam praktek, kepolisian sering mengkriminalisasikan para pengunjuk rasa yang menolak membubarkan diri ketika berunjuk rasa dengan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu:
· Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
· Pasal 214 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(1) Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Yang bersalah dikenakan:
a. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka;
b. pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat;
c. pidana penjara paling lama lima helas tahun, jika mengakibatkan orang mati.
· Pasal 218
Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan se- ngaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Adapun aparatur yang berwenang untuk memberikan sanksi pembubaran terhadap orang yang melakukan penyampaian pendapat di muka umum yang tidak memenuhi syarat adalah Kepolisian Republik Indonesia. Instansi lain, keamanan gedung, satpam, petugas keamanan internal, maupun pihak lain tidak berwenang untuk memberikan sanksi pembubaran.
Ø Apakah Polisi Memiliki Kewenangan Memukul Demonstran?
Dalam pelaksanaannya, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi) dapat menimbulkan kericuhan dan diperlukan adanya pengamanan. Untuk itu, pemerintah memberikan amanat kepada Polri dalam Pasal 13 ayat (3) UU 9/1998 yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab :
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.
Sehingga, dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum harus selalu diperhatikan tindakan petugas yang dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum (Pasal 23 ayat [1] UU 9/2008 );
a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.
Dan perlu diperhatikan bahwa pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).
Melihat kondisi di lapangan pada saat terjadi demonstrasi, memang kadangkala diperlukan adanya upaya paksa. Namun, ditentukan dalam
Pasal 24 UU 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya:
a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;
b. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;
c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;
d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;
e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;
f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;
Di samping itu, ada peraturan lain yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaitu Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (“Protap Dalmas”). Aturan yang lazim disebut Protap itu tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif. Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa. Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur. Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.
· Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas
Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas:
1. bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa
2. melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur
3. membawa peralatan di luar peralatan dalmas
4. membawa senjata tajam dan peluru tajam
5. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan
6. mundur membelakangi massa pengunjuk rasa
7. mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila, memaki-maki pengunjuk rasa
8. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan
Di samping larangan, Protap juga memuat kewajiban. Yang ditempatkan paling atas adalah
kewajiban menghormati HAM setiap pengunjuk rasa . Tidak hanya itu, satuan dalmas juga diwajibkan untuk melayani dan mengamankan pengunjuk rasa sesuai ketentuan, melindungi jiwa dan harta, tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai, dan patuh pada atasan.
Jadi, pada prinsipnya, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk memukul demonstran.
Pemukulan yang dilakukan oleh aparat yang bertuga mengamankan jalannya demonstrasi adalah bentuk pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Terkait dengan hal tersebut, dapat dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk ditelusuri apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan prosedur pengamanan demonstrasi.
Mengenai tongkat yang dibawa oleh aparat, memang berdasarkan
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara
(“Perkapolri 8/2010”)¸aparat diperlengkapi antara lain dengan tameng sekat, tameng pelindung, tongkat lecut, tongkat sodok, kedok gas, gas air mata, dan pelontar granat gas air mata. Tongkat Lecut adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 2 (dua) cm dengan panjang 90 (sembilan puluh) cm yang dilengkapi dengan tali pengaman pada bagian belakang tongkat, aman digunakan untuk melecut/memukul bagian tubuh dengan ayunan satu tangan kecepatan sedang. Sedangkan tongkat sodok adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 3 (tiga) cm dengan panjang 200 (dua ratus) cm,
aman digunakan untuk mendorong massa yang akan melawan petugas (lihat Pasal 1 angka 14 dan 15 Perkapolri 8/2010 ) .
Jadi, memang aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi diperlengkapi dengan dua macam tongkat sebagaimana tersebut di atas yang digunakan selama pengamanan jalannya demonstrasi namun tidak membahayakan bagi demonstran.
Negara Indonesia yang menganut paham demokrasi dimana setiap warga Negara berhak mengemukakan pendapat seringkali disalahartikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ironisnya, para pelaku unjuk rasa anarkis dan brutal seringkali berasal dari kalangan mahasiswa atau kaum intelek, yang notabene tahu perihal peraturan perundang-undangan. Seharusnya, para kaum intelek ini bisa menyatakan aspirasi dengan cara yang intelek pula. Tidak harus dengan melakukan aksi unjuk rasa sambil membakar ban bekas di tengah jalan yang kemudian menyebabkan kemacetan. Dan aparat keamanan tidak melalukan tindakan kekerasan kepada demontran, karena itu jelas melanggar undang-undang Nomor 9 Tahun 1998.


Minggu, 28 Februari 2016

Sukristiawan.com:Teknik advokasi Perburuhan

Teknik Advokasi PerburuhanPosted onApril 1, 2013bywebmin—No Comments ↓Pendampingan atau pengadvokasian  merupakan  salah  satu tugas pokok keserikat-buruhan. Pekerja yang bergabungdalam sebuah organisasi (SB/SP) tentu berkeinginan untuk mendapatkan perlindungan atau rasa aman dari tekanan pihak pengusaha. Dalam banyak kasus, pekerja akan memilih bergabung dengan organisasi buruh (SB/SP) yang memiliki reputasi selalu berjuang dengan sepenuh tenaga untuk kaum buruh. Dalam situasi krisis industrial seperti sekarang, pekerja akan mengambil jalan pragmatis. Mereka akan memilih serikat pekerja yang resiko berbenturan dengan pengusaha minim, akan tetapi punya reputasi sukses dalam menangani kasus. Tentunya, persoalan ini merupakan tantangan berat bagi kita (FNPBI) dalam memenangkan dukungan kuat dan kepercayaan kaum buruh.Oleh  karena  itu, sudah menjadi keharusan bagi pengurus dari  tingkat pabrik  sampai nasional  dan  organiser untuk menguasai, mengetahui dan menguasai Undang-undangperburuhan, Tehnik  dan  taktik   negosiasi di perusahaan sampai pengadilan  perselisihan   Hubungan  Industrial. Pengetahuan ini tentu akan menjadi senjata pengorganisiran dalam memperluas basis.Dalam melakukan perjuangan melingdungi kepentingan mendesak kaum buruh (normatif), kami biasanya mengambil langkah-langkah dan taktik sebagai berikut :INTERNAL*.Kita menanamkan sejak awal bahwa organisasi adalah milik semua anggota dan harus memperjuangan kepentingan setiap anggota secara bersama-sama. Sehingga, setiap anggota kita yang terkena kasus harus mendapatkan avokasi secara bersama-sama dari organisasi. Untuk itu, seluruh energi organisasi harus diarahkan untuk memberikan dukungan dan solidaritas kepada setiap anggota yang terkena kasus. Kita akan menyatakan bahwa setiap persoalan yang dialami oleh individu akan diselesaikan secara bersama-sama (kolektif). Dalam  tradisi FNPBI,jalur hukum menjadi pilihan (opsi) terakhir, sedangkan pilihan pertama adalah berjuang lewat jalur perundingan/negosiasi.  dalam melakukan negosisasi/perundingan, cara-cara untuk melipatgandakan daya-tawar pekerja dihadapan pengusaha harus dilakukan seperti; pemogokan, aksi duduki pabrik, penuruna produksi, dan lain-lain. Kita berkeyakina bahwa posisi buruhyang sangat krusial dalam produksi merupakan senjata utama kaum buruh dalam menghadapi pengusaha.*.Melakukan dan menggalang kerja-kerja solidaritas  dari  pabrik lain, kota lain    maupun  wilayah  lain  yang menjadi  anggota  FNPBI  untukmemberi dukungan dan solidaritas kepada kawan-kawan atau pabrik yang terkena masalah. Dukungan dapat diberikan berupa aksi-aksi solidaritas, ataupun pernyataan surat protes yang dilayangkan kepada pihak perusahaan,buyer, kedutaan, jika pemilik  modalnya  milik  Asing dll.EKSTERNAL·         Mengkampanyekan  kasus  tersebut  lewat  media  masa baik di  dalam maupun diluar  negeri. Metode yang bisa dilakukan adalah menggelar press release, surat protes terbuka, menggalang petisi, ataupunmelakukan konferensi pers guna menekan pengusaha. Dukungan dari kelompok luar (serikat buruh, masyarakat, pejabat DPR) akan menaikkan moril (semangat juang) pekerja yang sedang berjuang, sedangkan disisi lain akan menjatuhkan moril dari pengusaha karena banyaknya kecaman.·         menggalang  solidaritas  dari  organisasi buruh (SB/SP) lain ataupun organisasi non-buruh seperti mahasiswa, petani, kaum miskin kota dan NGO. organisasi-organisasi tersebut dapat memberikan  solidaritas  terhadap  kasus  tersebut  dengan  cara  dukungan  masa  dan membuat surat solidaritas  yang  di  kirimkan ke  perusahaan,buyer  dan  instansi  yang  terkait.Langkah-langkah Umum  sebelum  pendampingan  Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum seorang pendamping melakukan proses pengadvokasian;1.      Mempelajari  Kasus  yang  akan  di  negosiasiSeorang pendamping/pengurus harus mempelajari kasus yang akan dihadapi. Proses analisas terhadap kasus ini akan memberikan kita kesimpulan berupa; pemetaan terhadap jenis kasus; apakah  kasus  tersebut  Hak, kepentingan  atau pidana, memikirkan langkah dan upaya hukum untuk menyelesaikannya;2.      Pembacaan  Kondisi  PerusahaanBahwa  kita sebagai  kuasa  hukum /pendamping  harus  mengetahui  asal  modal perusahan  (modal asing atau  modal dalam  negri), Jenis  Produksi, Oner  perusahaan, jenis produksi, dan  produksi apa yang di hasilkan saat itu. pembacaan yang objektif dan detail akan kondisi perusahaan akan menguntunkan kita dalam hal penyusunan taktik, metode dan hari (H) yang tepat untuk melancarkan serangan kepada pengusaha. Serangan terbuka yang dilancarkan pada saat pengusaha sedang melemah akan membuat pengusaha tidak dapat berbuat banyak menghadapi tuntutan pekerja.3.      Mencari  dasar-dasar hukumnyaBeberapa peraturan perburuhan memberikan jaminan hukum atas hak-hak mendasar dari kaum buruh (normatif). Hal ini memberikan ruang legal bagi pekerja untuk melakukan tuntuan kepada pengusaha untuk memenuhinya. Jika pengusaha mengelak, maka serikat pekerja dapat membawa hal ini kepada sipembuat hukum(negara). Oleh karena itu, dalam melakukan proses pendampingan/ advokasi, kita harus mempelajari kasus itu dengan cermat dan mencari dasar-hukumnya. Kita lihat  Peraturan  perusahan (PP), Perjanjian  Kerja Bersama (PKB), Undang-undang ketenagakerjaan, PeraturanPemerintah, Konvrensi ILO, Keputusan  Mentri bahkan  Surat Edaran Mentri.  Kita harus mengkroscek pasal demi pasal, agar dapat melihat klausul yang menguntungan  pihak  buruh. Sebagai contoh, pasal 168 UU Nomor13  tahun  2003 dikatakan bahwa jikapekerja tidak masuk  kerja  selama  lebih  dari  5 (lima) hari berturut-turut, maka perusahaan  dapat memPHK pekerja  tanpa pesangon  dengan  kualifikasi  mangkir. Hal itu dapat kita bantah atau mentahkan dengan mengatakan bahwa si  pekerja  tidakdi panggil  secara  lisan  maupun  tertulis. Karena tak sesuai dengan prosedur yang persis digarisakn UU  maka  hal  tersebut  batal  demi  hukum dan  pengusha wajib mempekerjakan  buruh tersebut.4.      Mempersiapkan  Kekuatan  untuk  Menaikkan  Posisi  Tawar (Bargain Position)Berhadapan dengan sistem peradilan industrial yang kapitalistik, sudah pasti akan menguntungkan pengusaha. Dengan kekuatan modalnya, pengusaha dapat membeli segala-galanya, termasuk membeli aparatus penegak hukumnya. Sehinga tidak ada jalan lain, pekerja dan serikat pekerja harus menaikan posisi tawar dengan melakukan serangakaian tekanan terhadap pengusaha. Sebagai posisi  tawar dalam negoisasi  baik ditingkat pabrik  (Bipartit ) sampai  jalur hukum Tripatit, PHI, MA. Maka  serikat  harus menyusun strategi-taktik untuk menekan posisi pengusaha dipabrik. Metodenya bisa macam-macam; pemogokan, perlambatan produksi (slowdown production), aksi-aksi massa di kantor perusahaan atau kantor pemerintah,dan lain-lain.  aksi-aksi yang yang terkoordinasi dengan baik akan memiliki daya pukul yang lebih kuat. Hal ini akan menambah kepercayaan diri bagi seluruh pekerja/anggota serikat buruh, dan disisi lain, akan menjatuhkan moril pengusaha dalam proses negosiasi.ADMINISTRATIF 1. Pembuatan  Kronologi  kasusKronologi adalah rangkaian urutan kejadian/peristiwa yang dialami oleh korban (pekerja), bentuk-bentuk tekanan, bentuk-bentuk perlakuan/pelanggaran, dan faktor-faktor yang melatarbelakangi kejadian itu. Kronologi  harus meliputi  nama,Masa kerja, Upah perbulan (upah pokok, tunjangan  tetap). Dalam menuliskan rentetan kejadiannya, kronologi harus dituliskan berdasarkan urutan waktu dan  tempat kejadian.2.Tuntutan  secara  tertulisTuntutan harus ditulisan dengan bahasa formal yang jelas, lugas, singkat dan tidak berbelit-belit. Semua jenis tuntutan (maksimum dan minimum) bisa saja dituliskan, meskipun nantinya akan terjadi kompromi, hanya sebagai saja dari tuntutanyang dapat dipenuhi. Selain itu, tuntutan yang dibuat harus  secara tertulis dan cantumkan  landasan-landasan hukum nya.  Landasan hukum tersebut akan menjadi alasan kuat bagi kita menuntut pengusaha dan tidak ada jalan lain bagi pengusaha untuk mengelak. Landasan hukum penyusunan tuntutan bisa diambil berdasarkan ketentuan hukum yang berlakubaik diperusahan maupun perundang-undangan.3. Surat  TugasSurat tugas adalah surat yang diberikan oleh organisasi kepada pendamping untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan memang ditunjuk oleh organisasi dan punyawewenang. Kuasa hukum /pendamping  mempersiapkan  surat tugas  dari  serikatnya  sebagai  identitas si  pendamping.  Surat tugas harus ditandatangani oleh pengurus dan dibubuhi dengan stempel.4.Surat KuasaSurat kuasa adalah surat yang menyebutkanpengalihan wewenang/hak dari pihak pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan hal-hal yang dicantumkan dalam surat kuasa tersebut. Surat kuasa harus menyertakan nama dan tanda tangan kedua belah pihak  yang memberi  kuasa dan  di  berikuasa, serta di bubuhi  materai  6000  (contoh terlampir)5. Memori  bandingMemori banding adalah tanggapan yang diberikan oleh kuasa hukum (pendamping) kepada jawaban pengusaha atas tuntutan pekerja. Biasanya  memori bading  di  buat pada saat kita  menolak  argumen-argumen pengusaha di  jalur  hukum (Tripartit, PHI, MA)6. Risalah  PerundinganTidak semua perundingan membawa hasil yang menguntungkan kepada kedua-belah pihak. Kalau perundingan berakhir tanpa ada keputusan, maka kita harus membuat risalah perundingan, yakni hal-hal yang belum (tidak) disepakati oleh kedua belah pihak. Risalah  harus memuat Nama  perusahan, Team Negosiator  kedua belah pihak, Hari, tanggal, jam dan  di tandatangani oleh kedua belah pihak. Risalah Dapat dipergunakan kalau salah satupihak akan membawa kasus ini pada proses hukum yang lebih lanjut.7. Surat  Pengaduan  ke Jalur  hukum  (Subdinaskertrans, PHI, MA)1.   Jika  kasus yang ditangai kemungkinan melewati jalur hukum, maka harus ada kita harus mempersiapkan beberapa hal sebelum pengaduan diantarnya; Surat  permohonana  penyelesaian  masalah untukdi mediasikan ( mediator, Konsilasi dan  Arbitase). Sebelum memasukkan kasus, hendaknya seorang pendamping sudah memahami kategori dari kasus tersebut; kasus hak, kepentingan, atau pidana. Kalau tidak, hal itu akan memperlambat jalannya proses hukum kasus tersebut.2.   Harus  mencantumkan  risalah perundingan; dalam beberapa kasus, karenarisalah perundingan tidak dicantumkan maka surat permohonannya dikembalikan.3.   Mencatumkan  semua bukti-bukti secara  tertulis  yang menguatkan  kita.4.   Surat tugas dan  Surat  Kuasa.Tagged with:advokasiPosted inMateri Bacaan


Kamis, 25 Februari 2016

Sukristiawan.com:20 waktu yg dilarang Rasulullah berhubungan intim dng istri

Inilah 20 WAKTU YANG DILARANG RASULULLAH BERHUBUNGAN BADAN DENGAN ISTERIBerhubungan suami istri harus dilakukan penuh adab dan ada waktu-waktu yang dibolehkan dan ada waktu– waktu yang dilarang untuk melakukan hubungan suami istri. Hal ini disebabkan karena dalam Islam hubungan suami istri adalah ibadah dan bernilai pahala.Adapun waktu waktu yang dilarang untuk berjima’ yaitu:1. “Wahai Ali..! janganlah engkau berjima’ dengan isterimu pada awal (hari pertama) bulan, pada pertengahannya (sehari) dan pada akhir (dua hari) di hujung bulan. Maka sesungguhnya penyakit gila, gila babi dan sopak mudah mengenainya dan anaknya.”2. “Wahai Ali..! janganlah berjima’ dengan isterimu selepas zuhor, sesungguhnya jika Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak kerana jima’ pada waktu itu, maka ia akan bermata juling dan syaitan sangat suka kepada manusia yang bermata juling.”3. “Wahai Ali..! janganlah bercakap-cakap semasa jima’, sesungguhnya jika Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak dengan jima’ yang demikian, maka anak itu tidak selamatdaripada bisu.”4. “Wahai Ali..! janganlah berjima’ dengan perempuanmu dengan syahwat terhadap perempuan lain, maka sesungguhnya yang demikian itu jika Allah s.w.t. mengurniakan kepadamu berdua anak, anak itu akanmenjadi pondan yang bersifat benci dan hina.”5. “Wahai Ali..! jika kamu berjunub di tempat tidur, janganlah membaca Al-Quran, maka sesungguhnya aku bimbang akan turun kepada kamu berdua api (bala) dari langit yang membakar kamu berdua.”6. “Wahai Ali..! janganlah berjima’ dengan isterimu kecuali ada padamu satu tuala dan pada isterimu satu tuala.”7. “Wahai Ali..! janganlah kamu berduamenyapu dengan menggunakan satu tuala, nanti akan jatuh syahwat keatassyahwat (salah seorang akan kuat syahwatnya daripada yang lagi satu), maka sesungguhnya yang demikian itu akan mengakibatkan permusuhan kemudian membawa kamu berdua kepada berpecah dan talak.”8. “Wahai Ali..! janganlah berjima’ dengan isterimu pada malam ‘Aidil Fitri (Raya Puasa), maka sesungguhnya jika Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak anak itu seorang yang cacat dan tidak mendapat anak baginya kecuali sudah tua.”9. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu pada malam‘Aidil Adha, maka sesungguhnya jika kamu berdua berjima’ pada malam tersebut, apabila Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak aku bimbang ia akan menjadi seorang yang berjari enam atau empat.”10. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu di bawah cahaya matahari (secara langsung – direct) dan terkena warna (cahayanya), kecuali kamu mengenakan tutupan (bumbung), jika tidak maka sesungguhnya kalau Allah mengurniakan kepada kamu berdua anak, nanti anak itu akan menjadi seorang sentiasa hidup dalam meminta-minta dan faqir sehingga mati.”11. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu di bawah pohon kayu yang berbuah, maka sesungguhnya jika Allah s.w.t. mengurniakan kamu berdua anak, nanti anak itu akan menjadi seorang tukang gojo, tukang sebat atau seorang ketua yang bengis,”12. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu sewaktu antara azan dan iqomah, jika berjima’ pada waktu demikian, sesungguhnya jika Allah mengurniakan anak pada kamu berdua, nanti ia menjadi seorang yang menumpahkan darah.”13. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu semasa ia hamil kecuali kamu berdua berwudhu’, jika tidak maka sesungguhnya jika Allah s.w.t. mengurniakan kamu berdua anak, nanti ia akan menjadi seorang yang buta hati dan bakhil tangan.”14. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu pada pertengahan (Nisfu) Sya’ban, maka sesungguhnya yang demikian itu jika Allah s.w.t. mengurniakan kamu berdua anak,nanti anak itu akan mempunyai tanda yang jelek pada muka dan rambutnya.”15. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu pada akhir bulan (yakni tinggal dua hari) maka sesungguhnya yang demikian itu jika Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak nanti anak tersebut menjadi seorang yang sentiasa perlu meminta-minta. “16. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu dengan syahwat terhadap saudara perempuannya ! (ipar kamu) kerana yang demikian itu sesungguhnya kalauAllah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak, nanti anak itu akanmenjadi penolong dan pembantu kepada orang yang zalim dan pada tangannya membuat kebinasaan kepada manusia.”17. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu di atas loteng maka sesungguhnya yang demikian itu jika Allah s.w.t. mengurniakan anak kepada kamu berdua nanti anak itu menjadi seorang munafiq, pelampau yang melewati batas.”18. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu pada malamkamu hendak keluar musafir kerana yang demikian itu sesungguhnya kalauAllah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak, ia akan membelanjakan harta kepada yang tidak Haq,” dan Rasulullah s.a.w. membaca ayat Al-Quran : “Innal Mubazziriina kaanu – ikhwan Nas – Syayathin.”19. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu bila kamu keluar bermusafir dalam tempoh tiga hari tiga malam, maka yang demikian itu sesungguhnya bila Allah s.w.t. mengurniakan kepada kamu berdua anak, nanti ia menjadi seorang pembantu kepada setiap orang yang zalim.”20. “Wahai Ali..! janganlah kamu berjima’ dengan isterimu pada awal malam, maka sesungguhnya jika dikurniakan anak kepada kamu berdua, ia menjadi seorang tukang sihir, sunglap, dan menghendaki duniadaripada akhirat.”Sumber:“WAHAI ALI PELIHARALAH WASIATKU INI SEBAGAIMANA AKU TELAH MEMELIHARANYA DARI JIBRIL A.S.”..1* (1*) Al-Ikhtisyaah, ms 132-135, As-Saduq, Al-Faqih ms 456,Al- Ilal ms 174.


Rabu, 24 Februari 2016

Sukristiawan.com:Bolehkan menolak atau keberataan di mutasi.

…MUTASI….?12 Juni 2013 11.17Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) memang tidak mengatur bahwa salah satu alasan pengunduran diri adalah karena penolakan kebijakan mutasi oleh perusahaan.Oleh karenanya, Saudara dapat merujuk pada ketentuan pada peraturan perusahaan, perjanjian kerja, dan atau perjanjian kerja bersama.Biasanya, kebijakan memutasi karyawan adalah hak prerogratif perusahaan. Oleh karenanya tak jarang perusahaan mencantumkan ketentuan bahwapekerja harus bersedia ditempatkan di manapun di dalam peraturan perusahaannya atau di dalam perjanjian kerja. Tak jarang juga ada perusahaan-perusahaan tertentu yang mencantumkan ketentuan sanksi bagi pekerja yang menolak dimutasi. Dengan ketentuan itu selintas terlihat bahwa pekerja harus mengikuti kebijakan perusahaan dalam hal mutasi kerja.Namun demikian, pasal 31 dan pasal 32 UUK memberikan hak dan kesempatan kepada pekerja untuk ditempatkan pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan pekerja. Dengan demikian, seharusnya perusahaan juga harus memperhatikan bakat, minat,dan kemampuan seorang pekerja sebelum yang bersangkutan dimutasi.Mengenai kasus Saudara yang akan dimutasi ke luar kota tetapi tidak mendapatkan tunjangan, Saudara bisa merujuk pasal 88 ayat 1 UUK yang menyebutkan bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ditambah lagi ketentuan pasal 15 ayat 1 PP No. 8 Tahun 1981 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan suatu ketentuan dalam perjanjian pekerja-pengusaha yang merugikan kepentingan pekerja akan menjadi batal menurut hukum.Dengan demikian, ketika saat ini Saudara mendapatkan penghasilkan yang layak, maka ketika dipindahkan pun Saudara seharusnya mendapatkan penghasilan yang layak pula. Untuk masalah penghidupan yang lebih layak kita bisa merujuk ke Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 17 Tahun 2005.Jika perusahaan menyatakan Saudara dianggap mengundurkan diri karena tidak mau dipindahkan maka Saudara bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah tempat Saudara bekerja. Sebelum ke sana, Saudara harus berusaha menyelesaikan masalah ini secara bipartit (antara Saudara dengan pengusaha) dan tripartit (antara Saudara, pengusaha, dan pihak ketiga antaralain mediator dari dinas tenaga kerja, konsiliator, atauarbiter).Dengan Hormat, saya adalah seorang karyawan di BUMN konstruksi di Jakarta. Pada saat ini saya menghadapi sebuah pilihan yang sulit, antara karir dan keluarga, di mana saya baru mendengar selentingan berita bahwa saya akan dimutasi ke luar Jakarta, dalam hal ini ke Makasar. Akan tetapi dari pihak manajemen perusahaan belum menyampaikan hal tersebut secara langsung kepada saya. Kalau hal ini memang benar terjadi kepada saya nantinya, terus terang saya akan menolak mutasi ini, dengan alasan tidak bisa jauh dari keluarga karena memang keluarga saya di Jakarta, dan anak-anak saya masih kecil-kecil. Pertanyaannya adalah apakah saya boleh menolak mutasi tersebut dengan alasan keluarga, dan saya merasa bahwa dengan mutasi ini secara tidak langsung memberhentikan karyawannya secara halus. Sebab hal ini sudah sangat sering terjadi kepada teman-teman saya sebelumnya dengan alasan mutasi ke luar Jakarta, akhirnya berakhir kepada pengunduran diri dari yang bersangkutan karena berbagai macam alasan. Terus terang saya pun menjadi tidak nyaman lagi bekerja pada saat ini, ditambah dengan sikap atasan langsung saya yaitu Project Manager yang memberikan laporan ke manajemen perusahaan bahwa saya sering tidak ada di project, meskipun kenyataannya tidak seperti itu. Dari segi hukum buruh dan ketenagakerjaan, apakah saya boleh menolak mutasi tersebut, dan kalau saya menolak mutasi tersebut apakah konsekuensi hukumnya? Mohon penjelasannya. terima kasih.Mutasi atau penempatan pekerja ke tempat lain harus memperhatikan berlakunyaPasal 32 UU No. 13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:(1). Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.(2). Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepatsesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.(3). Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.Berkaitan dengan apa yang Anda sampaikan, di Hukumonline pernah ada berita berjudul Menolak Mutasi Berarti Menolak Perintah Kerja. Di dalam berita tersebut diceritakan soal seorang pekerja (Bambang Prakoso) yang diputus hubungan kerjanya(di-PHK) oleh Bank Mega karena menolak mutasi. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta pimpinan Supraja mengabulkan gugatan PHK yang dilayangkan Bank Mega terhadap Bambang Prakoso gara-gara menolak mutasi. Hakim menganggap, menolak mutasi sama dengan menolak perintah kerja. Sehingga tindakan Bambang dapat dikualifisir mengundurkan diri sesuai Pasal 168 UUK.Dalam perkara Bambang melawan Bank Mega, memang disebutkan dalam Pasal 5 Peraturan Perusahaan Bank Mega bahwa perusahaan berwenang untuk mengangkat, menetapkan, atau mengalihtugaskan satu jabatan ke jabatan lainnya atau satu tempat ke tempat lainnya di lingkungan perusahaan.Hal serupa pernah pula dialami oleh Bambang Wisudo yang digugat PHK oleh Kompas. Gugatan Kompas dikabulkan oleh Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta dengan dalil Bambang menolak mutasi. Lebih jauh simak artikel Mutasi Adalah Hak Mutlak Perusahaan, PHK Wartawan ‘Kompas’ Sah.Kesamaan dari dua kasus tersebut di atas yaitu kedua karyawan tersebut sudah pernah menandatangani pernyataan bersedia ditempatkan di mana saja. Menolak mutasi berarti sama saja melanggar syarat perjanjian kerja.Kembali ke pertanyaan Anda, seandainya benar perusahaan akan melakukan mutasi terhadap Anda dan Anda ingin menolak mutasi tersebut, Anda harus melihat kembali ketentuan dalam Peraturan Perusahaan (“PP”) tempat Anda bekerja atau perjanjian kerja Anda dengan perusahaan. Jika memang menolak mutasi dikualifikasikan sebagai “menolak perintah kerja”, atau melanggar perjanjian kerja, konsekuensinya adalah Anda dianggap melanggar PP atau perjanjian kerja dan dapat digugat ke PHI.Namun, sebelumnya Anda dapat mengupayakan cara kekeluargaan dengan menyampaikan latar belakang dari keberatan Anda untuk dimutasikan ke tempat lain karena alasan keluarga. Upaya awal yang dapat Anda lakukan adalah melalui perundingan bipartit. Lebih jauh simak artikel Hubungan Industrial.Merujuk pada Pasal 32 UUK di atas, penempatan tenaga kerja memang harus memperhatikan harkat, martabat, hak asasi dan perlindungan hukum pekerja. Dengan demikian, memang sebaiknya pihak perusahaan memperhatikan kondisi pekerja yang akan dimutasi, termasuk kondisi keluarganya.Jadi, menurut hemat kami, seandainya Anda terkenamutasi, Anda bisa saja menyampaikan keberatan Anda atas mutasi tersebut secara baik-baik atau “menawar” kebijakan mutasi tersebut agar perusahaan mempertimbangkan alasan Anda untuk tidak jauh dari keluarga. Dengan harapan, perusahaan akan mempertimbangkan kembali rencana mutasi tersebut.Akan tetapi, jika kewenangan perusahaan untuk melakukan mutasi ini diatur dalam PP atau perjanjian kerja, maka perusahaan sangat mempunyai dasar untuk memutus hubungan kerja Anda jika Anda menolak mutasi.Dasar hukum:Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Di rumahkan.Jika dikaitkan dengan masalah Saudara, peraturan perundang-undangan sendiri tidak mengatur/memberi penjelasan mengenai yang dimaksud dengan “dirumahkan”. Namun, di dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja kepada pimpinanperusahaan di seluruh Indonesia No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE 907/2004”) pada butir f menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja haruslah sebagai upaya terakhir, setelah dilakukan upaya berikut :“f. Meliburkan atau Merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.”Sehingga dari isi SE 907/2004 di atas dapat dipahami bahwa merumahkan karyawan sama dengan meliburkan/membebaskan pekerja untuk tidak melakukan pekerjaan sampai dengan waktu yang ditentukan oleh perusahaan. Hal mana dilakukan perusahaan sebagai langkah awal untuk mengurangi pengeluaran perusahaan atau karena tidak adanya kegiatan/produksi yang dilakukan perusahaan sehingga tidak memerlukan tenaga kerjauntuk sementara waktu.Mengenai perusahaan tempat Saudara bekerja yang kondisinya sedang tidak menentu, tidak ada aturan yang memberikan hak agar perusahaan hanya dapat membayar upah karyawannya sebesar 50% saja. Namun, terdapat Surat Edaran Menteri Tenaga KerjaNo. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja yang ditujukan kepada Kakanwil Disnaker yang isinya antara lain:“Sehubungan banyaknya pertanyaan dari pengusahamaupun pekerja mengenai peraturan merumahkan pekerja disebabkan kondisi ekonomi akhir-akhir ini, yang mengakibatkan banyak perusahaan mengalami kesulitan, sehingga sebagai upaya untuk penyelamatan perusahaan maka perusahaan menempuh tindakan merumahkan pekerja untuk sementara waktu.Mengingat belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upah pekerja selama dirumahkan maka dalam hal adanya rencana pengusaha untuk merumahkan pekerja, upah selamadirumahkan dilaksanakan sebagai berikut:1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan,kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama.2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.3. Apabila perundingan melalui jasa pegawai perantara ternyata tidak tercapai kesepakatan agar segera dikeluarkan surat anjuran dan apabila anjurantersebut ditolak oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berselisih maka masalahnya agar segera dilimpahkan ke P4 Daerah, atau ke P4 Pusat untuk PHK Massal”Artinya, pengusaha sebenarnya dapat membayarkanupah karyawan yang dirumahkan hanya 50% (lima puluh persen), namun hal tersebut harus dirundingkan terlebih dahulu dengan serikat pekerja maupun pekerjanya serta disepakati bersama.Kemudian dalam Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dikatakan“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeure), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4).Jadi, meskipun Saudara mengatakan perusahaan tersebut keadaaannya tidak menentu, tetap saja jikaSaudara disuruh bekerja seperti biasa, maka Saudara berhak atas upah penuh sebagaimana ketentuan yang berlaku. Kecuali, jika telah ada kesepakatan dengan serikat pekerja atau pekerja mengenai pemotongan upah tersebut. Jika perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar upah penuh Saudara atau karyawannya, maka pengusaha tersebut dapat melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana aturan yang berlaku dengan memberikan hak-hak karyawannyaDasar hukum:1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 tahun 1998tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan KerjaPHK.Berdasarkan Pasal 151 ayat (2) UU No. 13/2003 jo Pasal 3 ayat (1) UU No. 2/2004, bahwa setiap pemutusan hubungan kerja (“PHK”) wajib dirundingkan antara pengusaha (management) dengan pekerja/buruh (karyawan) yang bersangkutan atau dengan (melalui) serikat pekerja/serikat buruh-nya. Dalam perundingan dimaksud, disamping merundingkan –- kehendak -– PHK-nya, juga merundingkan hak-hak yang (dapat) diperoleh dan/atau kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikanmasing-masing.Bilamana perundingan mencapai kesepakatan, dibuat PB (“Perjanjian Bersama”). Namun, sebaliknyaapabila perundingan gagal, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (mem-PHK) setelah memperolehpenetapan (“izin”) dari lembagapenyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang, dalam hal ini PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Dalam kaitan (perundingan gagal) ini, wajib dibuat risalah perundingan, karena risalah tersebut merupakan syarat untuk proses pernyelesaian perselisihan PHK selanjutnya pada lembaga Mediasi atauKonsiliasi/Arbitrase (vide Pasal 151 ayat [3] UU No. 13/2003 jo Pasal 2 ayat [3] Permenakertrans. No. Per-31/Men/VI/2008).Dengan demikian, pengusaha tidak boleh (sewenang-wenang) melakukan PHK secara sepihak tanpa penetapan dari PHI, kecuali PHK dengan alasan-alasan tertentu: karyawan masih dalam masa percobaan (probation), karyawan mengundurkan dirisecara sukarela atau mangkir yang dikualifikasikansebagai mengundurkan diri (resign), pensiun, ataukah meninggal dunia, dengan ketentuan, PHK yang tanpa penetapan tersebut adalah batal demi hukum,nietig van rechtswege (vide Pasal 154 jo Pasal 60 ayat [1], Pasal 162 dan Pasal 168, Pasal 166 dan Pasal 167 serta Pasal 170 UU No. 13/2003).Sehubungan dengan kasus Saudara, apabila Saudaradianggap (melakukan) mangkir, maka pengusaha harus dapat membuktikannya, dengan syarat telah dilakukan pemanggilan 2 (dua) kali secara patut dan tertulis. Kalau belum ada upaya (proses) pemanggilan, maka Saudara belum (memenuhi syarat untuk) dapat dikatakan mangkir, walaupun telah tidak masuk –- bolos -– setidaknya dalam waktu 5 (lima) hari kerja (lihat Pasal 168 ayat [1] UU No. 13/2003).2. Apabila Saudara di-PHK (melalui perundingan), maka pada dasarnya Saudara berhak atas uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (jika memenuhi syarat) serta uang penggantian hak –- sekurang-kurangnya -– sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU No. 13/2003. Namun apabila Saudara di-PHK yang dikualifikasikan mangkir, maka Saudara hanya berhak uang penggantian hak sesuai ketentuanPasal 156 ayat (4) UU No. 13/2003 dan uang pisah sesuai dengan ketentuan (yang diatur) dalam perjanjian kerja dan/atau peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama (lihat Pasal 168 ayat [3] UU No. 13/2003).3. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, kamisangat mendukung (men-support) apabila Saudara bermaksud (merencanakan) untuk menggugat hak-hak Saudara, namun kami sarankan untuk mencoba kembali menyelesaikan permasalahan Saudara dengan pihak management — secara bipartit — melalui upaya-upaya perundingan (secaramusyawarah untuk mufakat). Dengan cara itu, proses PHK tidak harus melalui jalan yang panjang dan lama yang menguras tenaga, pikiran dan biaya. Demikian juga, dengan musyawarah kesan PHK Saudara akan lebih baik dan mewarnai nama baikSaudara jika hendak masuk (bekerja) di perusahaan lain. Tidak ada black list, dan tidak menang jadi arang, kalah jadi abu (sia-sia).Demikian saran dan dukungan kami, semoga bermanfaat.Dasar Hukum:1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan TransmigrasiNo.Per-31/Men/XII/2008Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit.Alasan PHK mengada-adaPertama, perlu diluruskan bahwa UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) tak mengenal ‘tidak menjalankan perintah atasan’ sebagai salah satu alasan PHK. Kewajiban bagi pekerja untuk senantiasa menjalankan perintah atasan lazimnya tertuang dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja dan atau perjanjian kerja bersama.Di dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja danatau perjanjian kerja bersama biasanya juga mengatur sanksi apa yang akan dijatuhkan kepada pekerja yang tak manut dengan perintah atasan. Umumnya, sanksi itu berupa teguran lisan, teguran tertulis, pembinaan, skorsing atau bahkan pemutusan hubungan kerja.Ketika ada pekerja yang dianggap melanggar peraturan perusahaan, perjanjian kerja dan atau perjanjian kerja bersama itu, maka Pasal 161 UU Ketenagakerjaan bisa diterapkan.Pasal 161 UU Ketenagakerjaan lengkapnya berbunyi:(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yangbersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.(3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).Dari ketentuan di atas terdapat ketentuan bahwa pengusaha dapat memecat pekerjanya yang dianggap telah melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan atau perjanjian kerja bersama. Namun kepada pekerja bersangkutan haruslah diberi surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.Kemudian masuk ke pertanyaan Anda.Mengacu pada Pasal 57 UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), maka hukum acara yang diberlakukan di PHI adalah hukum acara perdata, kecuali ditentukan lain dalam UU PPHI.Sementara dalam hukum acara perdata, khususnya mengenai teori pembuktian, kita mengenal asas yang menyatakan, “siapa yang mendalilkan, maka diayang harus membuktikan.”Terkait dengan jawaban pengusaha di sidang yang mendalilkan bahwa “pekerja tidak menjalankan perintah atasannya, Mr. X lewat email,” maka akan menimbulkan dua konsekuensi:1. Pengusaha harus membuktikan kalau pekerja telah membangkang dari perintah atasan. Dihubungkan dengan Pasal 161 UU Ketenagakerjaandi atas, pengusaha harus menunjukkan adanya suratperingatan tentang adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja.2. Pengusaha juga harus membuktikan bahwa Mr. X adalah memang atasan pekerja.Kalau Anda menganggap bahwa Mr. X bukan atasan pekerja, Anda juga harus membuktikannya. Mudahnya, bisa lihat bagaimana struktur organisasi (organigram)di perusahaan itu. Apakah Mr. X memang menjabat sebagai atasan pekerja bersangkutan atau bukan. Selain itu, juga dapat dilihat dari fungsi jabatan Mr. X. Ada atau tidak relevansinya dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh si pekerja.Terkait dengan Tindak pidana “pemberian keterangan palsu,”, hal itu diatur dalam pasal 242 KUHP. Pasal 242 ayat (1) KUHP menentukan bahwa “Barangsiapa dalam hal-hal yang menurut peraturan undang-undang menuntut sesuatu keterangan dengan sumpah atau jika keterangan itu membawa akibat bagi hukum dengan sengaja memberi keterangan palsu, yang ditanggung dengan sumpah, baik dengan lisan atau dengan tulisan, maupun oleh dia sendiri atau kuasanya yang istimewa ditunjuk untuk itu, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.”Dalam hal ini, apabila Mr. X bukan atasan dari pekerjayang bersangkutan, maka dalil yang dikemukakan Pengusaha tersebut tidak ada dasarnya. Namun demikian, pengusaha yang bersangkutan memberikan keterangan tersebut dalam jawaban atas gugatan, tidak di atas sumpah, sehingga tidak memenuhi unsur tindak pidana pemberian keterangan palsu, yaitu bahwa keterangan harus dilakukan dengan sumpah. Jawaban tersebut tidak diberikan di atas sumpah. Oleh karena itu, menurut hemat kami, pemberian keterangan dalam jawaban tidak dapat dikategorikan dalam “pemberian keterangan palsu” menurut pasal 242 KUHP.Keadaan akan berbeda ketika Mr. X dihadirkan sebagai saksi di PHI. Ketika ia sudah disumpah sebagai saksi, maka ia harus mengatakan yang sejujurnya. Jika ia tetap mengaku sebagai atasan pekerja, dan Anda tetap memiliki bukti bahwa ia berbohong, maka di sini Mr. X bisa dikenakan tuduhan Pasal 242 KUHP.Sebagai tambahan, karena masih dalam proses jawab-menjawab di persidangan, pekerja punya kesempatan untuk membantah bahwa dalil-dalil yang dikemukan pengusaha adalah tidak benar.Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga Bermanfaat.Dasar hukum:1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang KetenagakerjaanSabtu –minggu masuk terus-menerusMengenai waktu kerja shift ini pernah kami tulis dalam artikel Pengaturan Waktu Kerja Shift. Disebutkan dalam artikel tersebut bahwa ketentuan mengenai waktu kerja pekerja ini dapat kita temui dalam Paragraf 4UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan(“UUK”), khususnya Pasal 77 s/d Pasal 85 UUK.Pasal 77 ayat (1) UUKmewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakanketentuan waktu kerja. Ketentuan waktu kerja ini telah diatur oleh pemerintah yaitu:a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; ataub. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima hari kerja dalam 1 (satu) minggu.Secara umum, sesuai ketentuan dalam Pasal 85 ayat(1) UUK, pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.Akan tetapi, ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi (lihat Pasal 85 ayat [2] UUK). Boleh jadi pekerjaan di tempat kerja Anda termasuk dalam pekerjaan yang harus dijalankan terus-menerus ini.Dalam penerapannya tentu pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift. Pengaturan mengenai pekerjaan yang terus-menerus ini lebih jauh diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus.Jika memang pekerjaan di tempat kerja Anda adalah termasuk dalam jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus-menerus, maka pimpinan (management) perusahaan dapat mengatur jam kerja (baik melalui Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja maupun Perjanjian Kerja Bersama) dan membaginya dalam shift-shift, sepanjang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Masih dalam artikel yang sama, dijelaskan bahwa pengaturan jam kerja harus disesuaikan dengan ketentuan:a. Jika jam kerja di lingkungan suatu perusahaan atau badan hukum lainnyaditentukan 3 (tiga) shift, pembagian setiap shift adalah maksimum 8 (delapan) jam per-hari, termasuk istirahat antar-jam kerja (Pasal 79 ayat [2] huruf a UUK);b. Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh lebih dari 40 (empat puluh) jam per minggu (Pasal 77 ayat [2] UUK);c. Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 (delapan) jam/hari per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 (empat puluh) jam per minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat perintah (tertulis) dari pimpinan (management) perusahaan yang diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat [2] UUK).Sebagai kesimpulan, menjawab pertanyaan Anda, tidak ada ketentuan yang melarang adanya shift yang dilakukan pada hari Sabtu dan/atau Minggu terus-menerus sepanjang tidak menyalahi waktu kerja yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.Akan tetapi, adalah lebih memenuhi rasa keadilan jikadalam pembagian shift tersebut dapat dilakukan rolling (perputaran) shift sehingga masing-masing grup pekerja juga dapat merasakan hari libur resmi Sabtu dan/atau Minggu. Terutama, jika ada pekerja yang beragama Nasrani yang harus beribadah pada Sabtu atau Minggu (Pasal 80 UUK). Juga, hak pekerjauntuk bersosialisasi dengan keluarga serta lingkungannya pasti akan berkurang jika pekerja tersebut terus-menerus bekerja pada Sabtu dan Minggu. Hal-hal ini juga perlu diperhatikan pihak manajemen perusahaan ketika menyusun pembagian shift kerja.Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.Dasar hukum:1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-233/Men/2003 Tahun 2003tentangJenis dan Sifat Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Meneru


Sukristiawan.com:Tak ingin di bebankan 2 kali.apindo gugat pasal PHK pensiun di hapus.

Tak Ingin Dibebankan Dua Kali, APINDO Gugat Pasal PHK Pensiun:Februari 24, 2016In:Berita KonstitusiNo Comments(Ki-Ka) Arifin Djauhari Munafrizal, John Pieter Nazar, Zafrullah Salim selaku kauasa hukum Pemohon saat menyampaikan pokok-pokok permohonan dalam sidang perdana uji materi UU Ketenagakerjaan, Selasa (23/02) di Ruang Sidang Panel Gedung MK. Foto Humas/Ganie.Jakarta| Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) melalui kuasa hukumnya John Pieter Nazar, dkk menyampaikan pokok-pokok permohonannya dihadapan sidang pendahuluan yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/2) kemarin. Dalam permohonannya, APINDO meminta ketentuanPasal 167 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun2003 tentang Ketenagakerjaan, bertentangan dengan UUD 1945 dan agar dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.Pasal 167 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan,“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruhkarena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”APINDO merasa keberatan dengan adanya pengaturan kewajiban pembayaran uang penggantian hak, yang terdiri dari cuti tahunan pekerja, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja kembali ketempat saat pekerja diterima pekerja, uang penggantian perumahan serta pengobatan danperawatan sebesar 15% (lima belas perseratus), serta hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama.Diwakili Kuasa Hukumnya yang lain, Munafrizal, APINDO menilai telah terjadi tumpang tindih norma pengaturan mengenai pemberian pesangon dan pembayaran pensiun yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, termasuk tumpang tindih dengan aturan terkait program jaminan pensiun sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. “Hal ini mengakibatkan pemberi kerja, pengusaha tidak memperoleh jaminan kepastian dan perlindungan hukum karena adanya dualisme pengaturan ini,” papar Munafrizal kepada Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar didampingiHakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo di ruang sidang pleno MK.Terhadap dalil tersebut, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menilai APINDO banyak menyampaikan pertentangan antara satu UU dengan UU lain. Padahal, itu tugas DPR dan Pemerintah, bukan wewenang MK. “Karena MK hanya memiliki kewenangan menguji UU terhadap UUD. Selain itu, saya belum melihat adanya kerugian potensial yang diderita Pemohon,” ujar Wahiduddin sebagai hakim anggota.Sementara Hakim Konsitusi Suhartoyo sependapat dengan Hakim Konstitusi Wahiduddin, agar permohonan lebih merinci kerugian konstitusional yang dialami. Sedangkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengomentari, bahwa MK tidak dapat menilai UU mana yang lebih baik ketimbang UU lainnya. Sebab, MK hanya memberikan penilaian sebuah UU bertentangan atau tidak dengan UUD.MK memberi kesempatan kepada APINDO, untuk memperbaiki permohonan yang diregister dengan perkara No. 1/PUU-XIV/2016 itu, paling lambat diserahkan ke Kepaniteraan MK tanggal 7 Maret 2016. (***Hz)Share5Tweet


Selasa, 09 Februari 2016

Sukristiawan.com:Gerakan Revolusi buruh indonesia Mengugat.

GERAKAN REVOLUSI BURUH INDONESIA MENGGUGAT
En Jacob Ereste :
Hasil Rekapitulasi Data Keanggotaan Konfederasi dan Non Konfederasi Organiasi Buruh di Indonesia Yang Dilakukan Kemenakar RI Tahun 2015 Tidak Bisa Dijadikan Rujukan
Data terakhir yang dihimpun Komunitas Buruh Indonesia mencatat jumlah organisasi buruh di Indonesia 63 organisasi tingkat nasional. baik yang berbentuk konfederasi maupun non konfederasi. Diantaranya yang tidak terliput dalam laporan hasil rekapitulasi Kemenaker RI tahun 2015 ialah Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (SPSI Reformasi).Jl. Elang Mas I, C5/17, Perumahan Tanjung Emas, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jakarta . Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), l.Tanah Tingg 2 No. 25 Jakarta Pusat 10450. Kesatuan Pekerja Nasional Indonesia (KPNI), Jl. Buncit Raya Ujung no. 1-A, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550. Kesatuan Buruh Kebangsaan Indonesia (KBKI) Rungkut Harapan Blok E-8, Surabaya 60293 Jawa Timur
Kecuali itu, ada juga Asosiasi Karyawan Pendidikan Swasta Indonesia ( ASOKADIKTA) Jl. Pinang Ranti no. 68 TMII, Jakarta Timur 13560. Serikat Pekerja Keadilan (SPK) Jl. Mesdjid no. 11, Kebon Baru, Kampung Melayu, Jakarta Timur. Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Jl. Raya Pondok Gede no. 5, Kramat Jati, Jakarta Timur 13550. Dewan Pengurus Pusat Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Gedung Pola, Jl. Proklamasi Jakarta Pusat. Dan Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN). Gedung Garuda, lantai 17 Jl. Medan Merdeka Selatan no. 13, Jakarta Pusat
Boleh jadi tidak terdaftarnya sejumlah organisasi buruh dan organsiasi pekerja tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap ajakan atau himbauan pihak Kementerian Tenaga Kerja RI yang mereka anggap tidak memberikan kontribusi apapun terhadap masalah yang selama ini harus dihadapi oleh pihak organsiasi buruh dan organisasi pekerja itu sendiri. Tetapi juga, bisa jadi akibat himbauan dan ajakan yang tidak tersosialisasi secara meluas dan benar, sehingga dapat memperoleh sambutan yang sepatutnya pula dari pihak organisasi buruh maupun organisasi pekerja.
Dari sumber data yang dimiliki Komunitas Buruh Indonesia juga dapat diketahui pula sejumlah organsiasi buruh lainnya yang tidak tercantum dalam hasil rekapitulasi Kemenaker RI tahun 2015 itu, diantaranya adalah Serikat Buruh Merdeka "Setiakawan" (SBM SK), Jl. Timbul Jaya no. 19, Cengkareng, Jakarta Barat 11750. Serikat Pekerja Nasional Indonesia (SPNI)Jl. Dr. Sahardjo no. 29B, Jakarta Selatan 12850. Gabungan Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (GOBSI) Jl. Prof. Dr. Latumenten Barat no. 16, Grogol, Jakarta Barat. Federasi SP Penegak Keadilan Kesejahteraan dan Persatuan ( SPKP) Jl. Lapangan Tembak Ruko/Blok A no. 13, Cibubur Indah, Jakarta Timur. Federasi SP Rakyat Indonesia (SPRI) Jl. KH. Hasyim Azhari Km. 3, Cipondoh Kodya Tangerang. Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI).Jl. Rawajati Timur II/8, RT 02/02, Kalibata, Jakarta Selatan 12750, dan Federasi Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Jl. LAN I no. 12 A, Pejompongan, Jakarta Pusat 10210
Sejumlah organisasi buruh yang tidak masuk dalam rekapitulasi akhir Kemenaker RI tahun 2015 seperti yang dipantau Komunitas Buruh Indonesa antara lan adalah Federasi Gabungan Serikat Pekerja PT Rajawali Nusantara Indonesia (GSPRNI)Jl. Denpasar Raya KAV. D III, Kuningan, Jakarta. Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia Baru (GASPERMINDO BARU) Jl. Sunter Mitra Blok D no. 3A, Sunter Jaya, Jakarta Utara 14350. Gabungan Serikat Buruh Indonesia 2000 (GSBI 2000). Komplek Pacuan Kuda, Blok I/16, Pulomas, Jakarta Timur 13210. Federasi SP KAHUTINDO. Jl. Tebet Timur III J/1B, Tebet, Jakarta Selatan. Federasi Serikat Pekerja Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (SP TKI LN) Jl. Raya Pasar Minggu, Km. 17 no. 9, Jakarta Selatan 12740.
Kecuali itu, menurut data Komunitas Buruh Indonesia ada juga yang terlalaikan, yaitu Federasi Serikat Buruh Karya Utama (F SBKU). Jl. Kalimantan Blok B No. 78 Perum Cimone Mas Permai I, Tangerang. Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (F SP BUN). Jl. K.H. Fachrudin no. 14, Jakarta Pusat. Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (F SP ISI), Graha Irama Lantai XI, Jl. H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Serikat Pekerja Islam (SERPI) Jl. Kincir IV no. 3, Rawamangun, Jakarta Timur 13220. Begitu juga dengan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) yang dipimpin Prof. Dr. Muchtar Pakpahan SH, MA, tidak tercatat dalam hasil rekapitualasi Kemenaker RI yang tidak dapat dipercayai itu, karena tidak akurat dan tidak lengkap mendatanya.
Masalahnya sungguhkah hasil rekapitulasi Kemenaker RI itu yang digunakan untuk menentukan keterwakilan organsiasi buruh untuk lembaga Tripartiet Nasional yang mewakili organisasi buruh. Tampak pihak Kemenaker RI terlalu ceroboh melakukan pendataan mengenai organisasi buruh yang ada di Indonesia, sehingga keterwikilan organisasi buruh yang sesungguhnya sulit dipercaya dapat mewakili kepentingan kaum buruh yang ada.Disamping itu, cara yang Kemenaker RI melakukan pendataan seperti itu jelas tidak akan mendorong kemajuan organisas buruh yang diharap mampu mengatasi masalah perburuhan di tanah air kita. Oleh karena itu, bukan hanya rekapitulasi Kemenaker RI tahun 2015 itu tidak bisa digunakan sebaga acuan, tetapi juga bisa menyesatkan, baik untuk bahan kajian atau rujukan dalam melakukan penelitian lebih lanjut mengenai masalah yang terkait dengan masalah perburuhan di Indonesia. ***
Penulis adakah aktivis buruh. Sekretaris Jendral Sektir MIG serta & Humas Serikat Buruh Sejahtera Indonesia. Juga Dewan Pengarah Komunitas Buruh Indonesia.
En Jacob Ereste:
Results Summary of Data Membership Non Confederation and the Confederation of Organizations of Workers in Indonesia conducted Kemenakar RI 2015 Not Be Used as Reference
The latest data compiled by the Labor Community of Indonesia recorded a number of labor organizations in Indonesia 63 national-level organization. either incorporated or non confederation confederation. Among which were not covered in the report on the recapitulation Kemenaker RI 2015 is the Federation of All Indonesian Workers Union Reformasi (Reform SPSI) .Jl. Elang Mas I, C5 / 17 Housing Tanjung Emas, Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jakarta. Indonesian Prosperity Trade Union (SBSI), l.Tanah tow 2 No. 25 Unitary Workers Central Jakarta 10450. Nasional Indonesia (KPNI), Jl. Distended Kingdom tip no. 1-A, ragunan 12550. Indonesian National Labor Unity (KBKI) Rungkut Harapan Blok E-8, Surabaya 60293 East Java
Besides, there is also the Association of Indonesian Private Education Employees (ASOKADIKTA) Jl. Pinang Ranti no. 68 TMII, East Jakarta 13560. Unions Justice (SPK) Jl. Mesdjid no. 11, Kebon Baru, Kampung Melayu, East Jakarta. Indonesian Metal Workers Union (SPMI) Jl. Raya Pondok Gede no. 5, Kramat Jati 13550. Central Board of the Indonesian Civil Servants Corps (KORPRI) Pattern Building, Jl. Proclamation of Central Jakarta. SOE and the Federation of Trade Unions (FSP BUMN). Garuda Building, 17th Floor Jl. Medan Merdeka Selatan no. 13, Jakarta Pusat
May not be registered for a number of trade unions and workers 'organizations exist as a form of defiance against solicitation or an appeal to the Ministry of Manpower that they consider to have contributed nothing to the problems that had been faced by the workers and workers' organizations organsiasi itself. But also, it could be a result of an appeal and invitation that is not socialized widely and correctly, so as to obtain a fitting welcome also from the labor organizations and workers' organizations.
From source data owned by Community of Indonesian Workers also can note also a number of other labor organizations exist that are not listed in the recapitulation Kemenaker RI in 2015, one of them is the Trade Union Freedom "Setiakawan" (SBM SK), Jl. Jaya arise no. 19, Cengkareng, West Jakarta 11750. Indonesian National Workers Union (SPNI) Jl. Dr. Sahardjo no. 29B, South Jakarta 12850. Association of All Indonesian Workers Organization (GOBSI) Jl. Prof. Dr. West Latumenten no. 16, Grogol, West Jakarta. Federation of Welfare and Justice SP Enforcement Association (SPKP) Jl. Shooting office / Block A no. 13, Cibubur Indah, East Jakarta. SP Federation Rakyat Indonesia (SPRI) Jl. KH. Hasyim Azhari Km. 3, Cipondoh Tangerang municipality. National Front for Indonesian Workers Struggle (FNPBI) .Jl. East Rawajati II / 8, RT 02/02, Kalibata, South Jakarta 12750, and the Federation of Independent Journalists Alliance (AJI) Jl. LAN I no. 12 A, potty, Jakarta Pusat 10210
Some labor organizations are not included in the final recapitulation Kemenaker RI 2015 as Community Workers Indonesa monitored between lan is the Federation of Trade Unions Joint PT Rajawali Nusantara Indonesia (GSPRNI) Jl. Denpasar Raya KAV. D III, Kuningan, Jakarta. Combined Unions Merdeka Indonesia Baru (GASPERMINDO NEW) Jl. Mitra Sunter Blok D no. 3A, Sunter Jaya, North Jakarta 14350. Association of Indonesian Labor Union in 2000 (GSBI 2000). Horse Racing Complex, Block I / 16, Pulomas, East Jakarta 13210. SP KAHUTINDO Federation. Jl. Tebet Timur III J / 1B, Tebet, South Jakarta. Federation of Trade Unions of Indonesian Workers Abroad (SP TKI LN) Jl. Raya Pasar Minggu, Km. 17 no. 9, South Jakarta 12740.
Except that, according to data from the Labor Community of Indonesia there are also neglected, namely the Federation of Trade Unions Karya Utama (F SBKU). Jl. Kalimantan Blok B No. 78 Mas Permai I Perum Cimone, Tangerang. Federation of Trade Unions Perkebunan Nusantara (F SP BUN). Jl. K.H. Fachrudin no. 14, Central Jakarta. Cement Industry Federation of Trade Unions of Indonesia (F SP ISI), Graha Irama XI Floor, Jl. H.R. Rasuna Said, Kuningan, South Jakarta. Unions Islam (SERPI) Jl. Windmills IV no. 3, Rawamangun, East Jakarta 13220. Likewise with Indonesian Prosperity Trade Union (SBSI) led by Prof. Dr. Muchtar Pakpahan SH, MA, is not recorded in the results rekapitualasi Kemenaker RI that can not be believed that, because of inaccurate and incomplete reports them.
The problem is it really recapitulation Kemenaker RI was used to determine the representation of labor organizations exist for the National Tripartiet institutions representing labor organizations. RI Kemenaker party looked too sloppy to collect data about the organizations that are in Indonesia, so the actual labor organizations keterwikilan difficult believed to represent the interests of the workers who ada.Disamping the way Kemenaker RI to collect data as it was clearly not going to push the progress of the Organization worker which is expected to be able to overcome the problem of labor in our country. Therefore, not only a recapitulation Kemenaker RI 2015 it could not be used as the reference, but can also be misleading, either for study or reference material in conducting further research on issues related to labor issues in Indonesia. ***
The author is there a labor activist. Secretary General Sektir MIG and & PR Indonesian Prosperous Labor Union. Workers Community Steering Board also Indonesia.
10 mnt · Publik


sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...