POLITIK EKONOMI SOSIAL BUDAYA MILITER BUDAYA KESEHATAN SEJARAH OLAHRAGA BISNIS TEKNOLOGI PARIWISATA HUKUM AGAMA EDUKASI SASTRA NASIONAL INTERNASIONAL
Sabtu, 25 April 2015
sukristiawan.com:Sejarah hari buruh 1 Mei
Hari Buruh
Pawai Hari Buruh 1 Mei 2003 di Jakarta
Hari Buruh pada umumnya dirayakan pada
tanggal 1 Mei , dan dikenal dengan sebutan May
Day . Hari buruh ini adalah sebuah hari libur (di
beberapa negara) tahunan yang berawal dari
usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan
keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh .
Sejarah Hari Buruh
May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan
kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-
politis hak-hak industrial. Perkembangan
kapitalisme industri di awal abad 19
menandakan perubahan drastis ekonomi-politik,
terutama di negara-negara kapitalis di Eropa
Barat dan Amerika Serikat . Pengetatan disiplin
dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah,
dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik,
melahirkan perlawanan dari kalangan kelas
pekerja.
Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika
Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja
Cordwainers. Pemogokan ini membawa para
pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga
mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era
tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam
seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk
menuntut direduksinya jam kerja menjadi
agenda bersama kelas pekerja di Amerika
Serikat.
Ada dua orang yang dianggap telah
menyumbangkan gagasan untuk menghormati
para pekerja, Peter McGuire dan Matthew
Maguire , seorang pekerja mesin dari Paterson ,
New Jersey . Pada tahun 1872 , McGuire dan
100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk
menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu
melanjutkan dengan berbicara dengan para
pekerja and para pengangguran, melobi
pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan
dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal
dengan sebutan "pengganggu ketenangan
masyarakat".
Pada tahun 1881 , McGuire pindah ke St. Louis ,
Missouri dan memulai untuk mengorganisasi
para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah
persatuan yang terdiri atas tukang kayu di
Chicago , dengan McGuire sebagai Sekretaris
Umum dari "United Brotherhood of Carpenters
and Joiners of America". Ide untuk
mengorganisasikan pekerja menurut bidang
keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh
negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota
lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja
di setiap Senin Pertama Bulan September di
antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan
Syukur.
Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari
Buruh pertama diadakan di kota New York
dengan peserta 20.000 orang yang membawa
spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat,
8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire
memainkan peran penting dalam
menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-
tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan
semua negara bagian merayakannya.
Pada 1887 , Oregon menjadi negara bagian
pertama yang menjadikannya hari libur umum.
Pada 1894 . Presider Grover Cleveland
menandatangani sebuah undang-undang yang
menjadikan minggu pertama bulan September
hari libur umum resmi nasional.
Kongres Internasional Pertama diselenggarakan
pada September 1866 di Jenewa , Swiss, dihadiri
berbagai elemen organisasi pekerja belahan
dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan
mereduksi jam kerja menjadi delapan jam
sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun
sama) telah dilakukan National Labour Union di
AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili
tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat,
maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi
landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.
Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan
kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh
Federation of Organized Trades and Labor
Unions untuk, selain memberikan momen
tuntutan delapan jam sehari, memberikan
semangat baru perjuangan kelas pekerja yang
mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1
Mei dipilih karena pada 1884 Federation of
Organized Trades and Labor Unions , yang
terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di
Kanada 1872 [1] , menuntut delapan jam kerja di
Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei
1886 .
Artikel utama Kerusuhan Haymarket
Peristiwa Haymarket, Polisi menembaki para
demonstran disusul dengan perlawanan dari
kaum buruh.
Pada tanggal 1 Mei tahun 1886 , sekitar 400.000
buruh di Amerika Serikat mengadakan
demonstrasi besar-besaran untuk menuntut
pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam
sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak
tanggal 1 Mei.
Pada tanggal 4 Mei 1886 . Para Demonstran
melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika
kemudian menembaki para demonstran tersebut
sehingga ratusan orang tewas dan para
pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum
mati, para buruh yang meninggal dikenal
sebagai martir . Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di
berbagai negara, juga terjadi pemogokan-
pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan
yang lebih adil dari para pemilik modal.
Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia
yang diselenggarakan di Paris menetapkan
peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari
buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi
berisi:
Sebuah aksi internasional besar harus
diorganisir pada satu hari tertentu dimana
semua negara dan kota-kota pada waktu
yang bersamaan, pada satu hari yang
disepakati bersama, semua buruh menuntut
agar pemerintah secara legal mengurangi
jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan
melaksanakan semua hasil Kongres Buruh
Internasional Perancis.
Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat
dari berbagai negara dan sejak tahun 1890,
tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May
Day , diperingati oleh kaum buruh di berbagai
negara, meskipun mendapat tekanan keras dari
pemerintah mereka.
Hari buruh di Indonesia
Jurnalis Juga Buruh, 1 Mei 2007 di Jakarta
Indonesia pada tahun 1920 juga mulai
memperingati hari Buruh tanggal 1 Mei ini.
Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu
kecil bersama ibunya pernah menghadiri
peringatan Hari Buruh Internasional di Uni
Sovyet, sesudah dewasa menghadiri pula
peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 1970
di Lapangan Tian An Men RRC pada peringatan
tersebut menurut dia hadir juga Mao Zedong,
Pangeran Sihanouk dengan istrinya Ratu
Monique, Perdana Menteri Kamboja Pennut, Lin
Biao (orang kedua Partai Komunis Tiongkok)
dan pemimpin Partai Komunis Birma Thaksin B
Tan Tein. [2]
Tapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari
Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan
sejak itu, 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur
untuk memperingati peranan buruh dalam
masyarakat dan ekonomi. Ini disebabkan karena
gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan
dan paham komunis yang sejak kejadian G30S
pada 1965 ditabukan di Indonesia.
Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk
peringatan May Day masuk kategori aktivitas
subversif , karena May Day selalu dikonotasikan
dengan ideologi komunis . Konotasi ini jelas
tidak pas, karena mayoritas negara-negara di
dunia ini (yang sebagian besar menganut
ideologi nonkomunis, bahkan juga yang
menganut prinsip antikomunis), menetapkan
tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan
menjadikannya sebagai hari libur nasional.
Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan
hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali marak
dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan
demonstrasi di berbagai kota.
Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang
dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan
kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak
peringatan May Day tahun 1999 hingga 2006
tidak pernah ada tindakan destruktif yang
dilakukan oleh gerakan massa buruh yang
masuk kategori "membahayakan ketertiban
umum". Yang terjadi malahan tindakan represif
aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena
mereka masih berpedoman pada paradigma
lama yang menganggap peringatan May Day
adalah subversif dan didalangi gerakan
komunis.
Aksi May Day 2006 terjadi di berbagai kota di
Indonesia, seperti di Jakarta , Lampung ,
Makassar, Malang , Surabaya, Medan , Denpasar ,
Bandung , Semarang, Samarinda , Manado , dan
Batam .
Di Jakarta unjuk rasa puluhan ribu buruh
terkonsentrasi di beberapa titik seperti Bundaran
HI dan Parkir Timur Senayan , dengan sasaran
utama adalah Gedung MPR/DPR di Jalan Gatot
Subroto dan Istana Negara atau Istana
Kepresidenan. Selain itu, lebih dari 2.000 buruh
juga beraksi di Kantor Wali Kota Jakarta Utara.
Buruh yang tergabung dalam aksi di Jakarta
datang dari sejumlah kawasan industri di
Jakarta, Bogor , Depok , Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek) yang tergabung dalam berbagai
serikat atau organisasi buruh. Mereka menolak
revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang banyak
merugikan kalangan buruh. [3]
Pawai Hari Buruh 1 Mei 2007 di Jakarta
Di Jakarta, ribuan buruh, mahasiswa, organisasi
kepemudaan, dan masyarakat turun ke jalan.
Berbagai titik di Jakarta dipenuhi para
pengunjuk rasa, seperti Kawasan Istana
Merdeka, Gedung MPR-DPR-DPD, Gedung Balai
Kota dan DPRD DKI, Gedung Depnaker dan
Disnaker DKI, serta Bundaran Hotel Indonesia.
Di Yogyakarta, ratusan mahasiswa dan buruh
dari berbagai elemen memenuhi Kota
Yogyakarta. Simpang empat Tugu Yogya
dijadikan titik awal pergerakan. Buruh dan
mahasiswa berangkat dari titik simpul Tugu
Yogya menuju depan Kantor Pos Yogyakarta. Di
Solo , aksi dimulai dari Perempatan Panggung
yang dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju
Bundaran Gladag sejauh 3 km untuk menggelar
orasi lalu berbelok menuju Balaikota Surakarta
yang terletak beberapa ratus meter dari Gladag.
Aksi serupa juga digelar oleh dua ratusan buruh
di Sukoharjo. Massa aksi tersebut mendatangi
Kantor Bupati dan Kantor DPRD Sukoharjo. Di
Bandung , para buruh melakukan aksi di Gedung
Sate dan bergerak menuju Polda Jawa Barat
dan kantor Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Dinaskertrans) Jawa Barat. Di
Serang , ruas jalan menuju Pandeglang, Banten,
lumpuh sejak pukul 10.00 WIB. Sekitar 10.000
buruh yang tumplek di depan Gedung DPRD
Banten memblokir Jalan Palima. Di Semarang,
ribuan buruh berunjuk rasa secara
bergelombang sejak pukul 10.00 WIB.
Mengambil start di depan Masjid Baiturrahman
di Kawasan Simpang Lima, Kampus Undip
Pleburan, dan Bundaran Air Mancur di Jalan
Pahlawan, lalu menuju gedung DPRD Jawa
Tengah. Sekitar 2 ribu buruh di kota Makassar
mengawali aksinya dengan berkumpul di
simpang Tol Reformasi. Dari tempat tersebut,
mereka kemudian berjalan kaki menuju kantor
Gubernur Sulsel Jl Urip Sumoharjo. Di kota
Palembang , aksi buruh dipusatkan di lapangan
Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera). Di
Sidoarjo, ratusan buruh yang melakukan aksi di
Gedung DPRD Sidoarjo, Jawa Timur. Ribuan
buruh di Pekalongan melakukan demo
mengelilingi Kota Pekalongan. Aksi dimulai dari
Alun-alun Pekauman Kota Pekalongan,
melewati jalur pantura di Jalan Hayam Wuruk,
dan berakhir di halaman Gedung DPRD Kota
Pekalongan. Longmarch dilakukan sepanjang
sekitar enam kilometer. Di Medan , sekitar 5 ribu
buruh mendatangi DPRD Sumut dan Pengadilan
Negeri Medan.
Pawai Hari Buruh 1 Mei 2008 di Jakarta
Sekitar 20 ribu buruh melakukan aksi
longmarch menuju Istana Negara pada
peringatan May Day 2008 di Jakarta. Mereka
berkumpul sejak pukul 10 pagi di Bundaran
Hotel Indonesia .
Sementara itu 187 aktivis Jaringan Anti
Otoritarian dihadang dan ditangkap dengan
tindakan represif oleh personel Polres Jakarta
Selatan seusai demonstrasi di depan Wisma
Bakrie, saat hendak bergabung menuju
bundaran HI [4] . Di Depok, 5 truk rombongan
buruh yang hendak menuju Jakarta ditahan
personel Polres Depok. Di Medan, polisi
melarang aksi demonstrasi dengan alasan hari
raya Kenaikan Isa Almasih . Aksi buruh di
Yogyakarta juga dihadang Forum Anti Komunis
Indonesia. [5]
Aksi ini dilakukan oleh pelbagai organisasi
buruh yang tergabung Aliansi Buruh Menggugat
dan Front Perjuangan Rakyat , serta diikuti
berbagai serikat buruh dan organisasi lain,
seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Jakarta, Buruh Putri Indonesia, Kesatuan Alinasi
Serikat Buruh Independen (KASBI), Serikat
Pekerja Carrefour Indonesia, Serikat Buruh
Jabotabek (SBJ), komunitas waria, organ-organ
mahasiswa dan lain sebagainya. [6]
Pawai Hari Buruh 2009 di Jakarta
Belasan ribu buruh, aktivis dan mahasiswa dari
berbagai elemen dan organisasi memperingati
Hari Buruh Sedunia dengan melakukan aksi
longmarch dari Bundaran HI menuju Istana
Negara, Jakarta. Aksi ini tergabung dalam dua
organisasi payung, Front Perjuangan Rakyat
(FPR) dan Aliansi Buruh Menggugat (ABM).
Ribuan buruh yang tergabung dalam ABM,
tertahan dan dihadang oleh ratusan aparat
kepolisian sekitar 500 meter dari Istana. [7]
Bertepatan dengan Hari Buruh Internasional,
ribuan pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di
Bundaran Hotel Indonesia di Jalan M.H.
Thamrin, Jakarta Pusat. Dari Bundaran HI,
mereka kemudian bergerak ke depan Istana
Negara . [8] . Mereka menuntut akan jaminan
sosial bagi buruh. Kalangan buruh menganggap
penerapan jaminan sosial saat ini masih
diskriminatif, terbatas, dan berorientasi
keuntungan. [9]
Di depan Istana, sempat terjadi kericuhan yang
berlangsung sekitar 15 menit pada pukul 14.00
WIB. Petugas kepolisian mengamankan dua
orang pengunjuk rasa untuk dimintai
keterangan. Menurut Kadiv Humas Polri, Irjen
Pol Edward Aritonang , kedua demonstran
tersebut berasal dari salah satu lembaga
antikorupsi, KAPAK (Komite Aksi Pemuda Anti
Korupsi). Setelah insiden itu, secara umum
kondisi aksi unjuk rasa berjalan kondusif
kembali hingga selesainya aksi pada pukul
16.00 WIB. [10]
Ribuan buruh Indonesia merayakan Hari Buruh
Internasional atau May Day, Minggu (01/05) di
Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka
menyerukan adanya kepastian jaminan sosial
bagi para buruh di Indonesia sambil
meneriakkan yel-yel perjuangan eperti "Hidup
Buruh" dan "Berikan Hak-Hak Buruh," serta
mereka berpawai menuju Istana Negara. [11]
Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi DR. Untung
S.Rajab, Kamis 3 Mei 2012 menerima sejumlah
tokoh serikat buruh yang terlibat langsung
pengerakan aksi demo besar-besaran di ibukota
Jakarta menyambut May Day 2012 atau Hari
Buruh Internasional. Tokoh buruh yang
menemui Kapolda, diantaranya ketua aksi dan
koordinator Lapangan. Kemudian mereka
bersama Kapolda memberi keterangan pers.
Bari Silitonga selaku ketua aksi pada peringatan
Hari Buruh Internasioanl itu kepada wartawan
mengatakan, kedatangan mereka menemui
Kapolda Metro Jaya untuk memberi apresiasi
positif kepada Polda Metro Jaya dan jajarannya
yang telah mengawal aksi demo buruh pada
Sesala 1 Mei 2012, sehingga aksi buruh dapat
berjalan lancar, tertib dan aman, tanpa
mendapat gangguan sampai selesai.
Meskipun tuntutan serikat buruh hanya
sebagaian kecil mendapat tanggapan positif dari
Pemerintah, kami buruh merasa perlu memberi
apresiasi kepada jajaran Polda Metro Jaya yang
telah mengamankan aksi demo buruh sejak
awal hingga selesai pada 1 Mei 2012. Mengenai
tuntutan buruh yang belum tercapai, itu akan
terus diperjuangkan buruh dan tidak akan
pernah berhenti, kata Bari Silitonga.
Kedatangan sejumlah tokoh buruh ini, disambut
gembira oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi
DR.Untung S.Rajab. Kepada wartawan
dikatakannya, jajaran Polda Metro Jaya juga
memberi apresiasi dan sangat berterima kasih
kepada seluruh anggota serikat buruh, dimana
selama melakukan aksi demonya pada May Day
2012 tetap tertib dan tidak melanggar hukum.
Menurut Irjen Polisi DR.Untung S.Rajab, buruh
maupun serikat buruh telah menunjukkan
kepada masyarakat suatu contoh positif, bahwa
untuk menyampaikan aspirasi melalui aksi
demo dapat dilakukan secara tertib dan damai.
Buruh telah memberi contoh, meskipun massa
yang diturunkan puluhan ribu, aksi demo
mereka tidak mengganggung keamanan dan
ketertiban masyarakat.
“Aksi buruh 1 Mei kemarin merupakan bukti,
bahwa aksi demo tidak identik dengan
kerusuhan. Saya selaku pimpinan Polda Metro
Jaya pada berterima kasih dan member
apresiasi kepada buruh. Saya juga berterima
kasih dan member apresiasi kepada mahasiswa
yang pada hari buruh internasional kemarin ikut
melakukan aksi demo, tapi tetap tertib”, kata
Kapolda Metro.
Lebih lanjut Kapolda Metro Jaya mengatakan,
bahwa buruh yang tergabung diberbagai serikat
buruh adalah aset negara. Mereka patut dihargai
dan berhak mendapat pelayanan yang baik dari
pemerintah, termasuk dari kepolisian. Oleh
karena itu, jajaran kepolisian pada peringatan
hari buruh kemarin mengawal aksi demo buruh
agar tidak mendapat gangguan dari pihak luar,
dan kerjasama buruh dengan Polri pada May
Day 2012 cukup baik. Apa yang telah
diperlihatan buruh melalui aksi demonya, patut
dicontoh, karena aksi demo tidak identik
dengan kekerasan atau kerusuham. (hais/m).
Pemerintah akan menjadikan Hari Buruh
Internasional yang diperingati setiap 1 Mei
sebagai hari libur nasional. Menurut rencana,
hal itu akan dimulai pada 2014. [12]
Referensi
1. ^ The History of May Day
2. ^ http://www.mediabersama.com/
index.php?
option=com_content&view=article&id=2100:
lawatan-ibarruri-terhempas-dari-negeri-
sendiri-karena-mewarisi-nama-besar-yang-
dikutuk-orde-
baru&catid=934:kisah&Itemid=147 Lawatan
Ibarruri
3. ^ Aksi Unjuk Rasa Berlangsung Tertib -
Kapanlagi.
4. ^ Ratusan Demonstran di Wisma Bakrie
Ditangkap - Berita VHR News
5. ^ Aksi May Day Dihadang Polisi & FAKI -
Berita VHR News
6. ^ May Day 2008 di Jakarta
7. ^ May Day 2009
8. ^ Ribuan Buruh Memadati Bundaran HI ,
Liputan6
9. ^ Hari ini ribuan buruh tuntut jaminan
sosial
10. ^ Hari Buruh Berlangsung Damai ,
Republika Online
11. ^ Demonstrasi hari buruh di Jakarta
12. ^ Hari Buruh, 1 Mei Akan Jadi Libur
Nasional , Kompas
Pranala luar
(Indonesia) Aksi Damai Sambut Hari Buruh
Internasional , Tempo 1 Mei 2005
(Indonesia) Hari Buruh Marak Dirayakan di
Berbagai Negara , Kompas 2 Mei 2005
(Indonesia) Aksi Hari Buruh Internasional ,
Indymedia Jakarta
(Indonesia) Fobia Hari Buruh
(Inggris) May Day 2006
(Inggris) Euro May Day
(Inggris) Galeri foto May Day 2006
(Indonesia) Blog May Day 2007
(Inggris) May Day 2007 - National
Mobilization to Support Immigrant Workers!
(Indonesia) Berita dan Foto May Day 2007 ,
Indymedia Jakarta
(Indonesia) Berita dan Foto May Day 2008 ,
Indymedia Jakarta
(Indonesia) Berita dan Foto May Day 2009 ,
Indymedia Jakarta
(Indonesia) Peristiwa Hari Buruh 1/5/2010 ,
Antara Foto
Baca dalam bahasa lain
Rabu, 22 April 2015
sukristiawan.com:Bolivia Merdeka darivBank dunia Dan IMF
Bolivia Merdeka Dari Bank Dunia Dan IMF
22 April 2015 | 2:21 WIB | 316 Views
Pemberontakan rakyat Bolivia pada tahun 2000
melawan korporasi multinasional, Bechtel,
menempatkan isu privatisasi air dan kebijakan
Bank Dunia dalam sorotan dunia internasional.
Utang Dan Penghematan
Selama 60 terakhir, beberapa perlawanan besar
rakyat Bolivia menarget kebijakan ekonomi yang
merusak yang dipaksakan oleh Bank Dunia dan
Dana Moneter Internasional (IMF).
Sebagian besar perlawanan ini fokus pada
penentangan terhadap kebijakan privatisasi dan
langkah-langkah penghematan, seperti
pemotongan belanja publik, dekrit privatisasi,
pemangkasan upah, dan pelemahan hak-hak
buruh lainnya.
Ketergantungan ekonomi Bolivia pada IMF dan
Bank Dunia meningkat di tahun 1970-an, ketika
negeri ini terjebak dalam utang massif untuk
mendanai modernisasi industri pertambangan
dan industri pertanian berorientasi ekspor, dan
karena itu, bisa memenuhi kebutuhan bahan
baku negara-negara utara dan memperkaya
segelintir perusahaan transnasional di sektor
tersebut.
Secara bertahap, reformasi yang didorong oleh
IMF menjadi modus operandi bagi elit Bolivia:
ketika kelas atas Bolivia tidak menderita akibat
langkah penghematan yang didorong oleh IMF,
mereka hanya punya sedikit simpati terhadap
korban kebijakan tersebut.
Pada pertengahan 1980an, Bolivia mengalami
krisis utang parah setelah gelombang modal
asing, terutama dari Bank swasta internasional,
untuk daur ulang petrodolar akibat kejatuhan
harga minyak dunia pada tahun 1973-1974.
Antara tahun 1971 hingga 1981, Boliviar
mendapat lebih dari 3 milyar USD melalui utang
luar negeri. Sekali berutang, pemerintah Bolivia
mendongak kepada IMF untuk mendapat bantuan
berupa pinjaman segar, dengan ketentuan mereka
harus melakukan penghematan fiskal supaya
mereka bisa membayar kembali utangnya kepada
kreditur swasta.
Bukannya berurusan dengan krisis pembayaran
jangka pendek, IMF memaksa pemerintah Bolivia
mengalihkan semua dana pemerintah dari
program sosial, yang berdampak buruk terhadap
pekerja berpendapatan rendah yang sangat
bergantung pada pelayanan publik.
“Pinjaman IMF dimaksudkan untuk mengurangi
defisit fiskal melalui pemotongan anggaran, yang
berujung pada pemangkasan belanja sosial,” kata
Patricia Miranda LSM Fundación Jubileo yang
berbasis di Bolivia kepada teleSUR .
Di Bolivia, dampak langsung kebijakan IMF selalu
jatuh di pundak rakyat pedesan dan pekerja di
kota, akibat dari keputusan pemerintah
menerapkan tuntutan IMF, seperti menaikkan
pajak pendapatan pada pekerja berpendapatan
rendah.
“Kenaikan pajak pendapatan tanpa proposal
reformasi alternatif menyebabkan krisis sosial
terbesar di negeri ini yang pernah disaksikan,”
tambah Miranda.
Hal ini ditambah lagi dengan privatisasi BUMN
dan sumber daya alam, seperti gas dan air,
sepanjang tahun 1990-an hingga awal 2000-an
memicu pemberontakan rakyat yang menantang
langsung legitimasi IMF dan Bank Dunia.
Perang Air Chocabamba
Di tahun 2000, Bank Dunia mendorong
pemerintah Bolivia menjual sistim layanan air
umum Chocabamba kepada perusahaan Bechtel.
Kesepakatan ini, yang dinegosiasikan di balik
pintu tertutup antara Bank Dunia dan perwakilan
perusahaan Bechtel, menjamin kontrol
perusahaan ini terhadap perusahaan air minum
kota selama 40 tahun, yang memungkinkan
mereka menikmati keuntungan sebesar 16 persen
setiap tahunnya.
Akibat kontrak dengan Bechtel itu, tagihan air per
bulan meroket sebesar 43 persen untuk keluarga
berpendapatan rendah. Protes publik dan
perlawanan mulai terjadi begitu kebijakan ini
diambil, yang memaksa pemerintah Bolivia
membatalkan kontrak dengan Bechtel.
Kemenangan ini dianggap sebagai kemenangan
pertama gerakan rakyat setelah 15 tahun
kebijakan Washington Consensus dengan
kebijakan penyesuaian strukturalnya.
‘Perang air Chocabamba’ pada tahun 2000 itu
menyatukan rakyat miskin perkotaan, pedesaan,
mestizo, dan masyarakat adat, yang kemudian
berujung pada kemenangan elektoral bagi
Gerakan Untuk Sosialisme (MAS) dan terpilihnya
Evo Morales sebagai Presiden.
Era Baru
Lebih dari 15 tahun kemudian, hubungan Bolivia
dengan IMF dan Bank Dunia berubah drastis,
dimana Bolivia tidak lagi menjadi subjek dari
pemaksaan kebijakan oleh kedua lembaga
tersebut.
Sejak terpilihnya Evo Morales sebagai Presiden di
tahun 2005, pemerintah membuat panduan baru
untuk melindungi ekonomi Bolivia dari para
rentenir predator, seperti IMF dan Bank Dunia.
Pemerintahan Morales mempertahankan tata-
kelola ekonomi otonom sebagai komponen utama
kebijakannya untuk memperbesar landasan
politiknya. Karena, itu dimaksudkan untuk
memastikan bahwa bantuan keuangan eksternal
sesuai dengan tujuan pembangunan domestik
dan kebijakan fiskal pemerintah.
Di bawah Presiden Morales, manajemen resiko
bencana menjadi prioritas pemerintah Bolivia,
yang seringkali menjadi korban dampak
perubahan iklim—yang menyebabkan bencana
alam, meskipun Bolivia merupakan penyumbang
emisi karbon terkecil.
Akhir November tahun lalu, pemerintah Bolivia
mengesahkan UU manajemen resiko bencana,
menyusul dampak banjir pada awal 2014, yang
menyebabkan 50 orang meninggal, 411.500
orang korban, dan kerusakan besar yang ditaksir
mencapai 384 juta USD di provinsi Beni,
Chuquisaca, Cochabamba, Potosi, dan La Paz.
Yang mungkin sekilas tampak seperti kembali
pada kebijakan lama dalam upaya memperkuat
institusi manajemen bencana, pemerintah Bolivia
menyetujui pinjaman yang cukup besar pada
bulan Februari dengan Bank Dunia sebesar 200
juta USD untuk manajemen resiko perubahan
iklim dan bencana.
Akan tetapi, sebaimana dinyatakan oleh Miranda
dari Fundacion Jubileo , perjanjian pinjaman ini
memungkinkan kontrol eksekutif dan
administratif pemerintah dalam distribusi dan
alokasi pinjaman tersebut, yang menunjukkan
saat ini mengatur kedua pihak.
Meskipun karena adanya pinjaman baru itu,
utang keseluruhan Bolivia dengan Bank Dunia
turun dari 37 persen di tahun 2005 menjadi 9
persen di tahun 2014.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah
Bolivia telah berhasil mengurangi ketergantungan
pada IMF dan Bank Dunia melalui peningkatan
royalti pemerintah dari cadangan hidrokarbon
(sebuah kebijakan yang ditentang oleh IMF dan
Bank Dunia), yang memberi pemerintah
kemandirian fiskal yang memadai untuk
mempromosikan model ekonomi sendiri. Saat ini
negara merupakan penghasil kekayaan utama di
negeri ini.
Sejak Morales menempati kekuasaan di tahun
2005, pemerintah Bolivia telah berhasil
meningkatan produksi gas hidrokarbon dari 33
juta meter kubik menjadi 56 juta meter kubik
pada tahun 2013, yang telah mendorong
lompatan pendapatan dari hidrokarbon dari 9,8
persen di tahun 2005 menjadi 35 persen di tahun
2013. Hasilnya, sejak tahun 2006, belanja sosial
untuk kesehatan, pendidikan, pensiun dan
pengentasan kemiskinan telah meningkat lebih
dari 45 persen.
Namun, jika harga komoditas—termasuk gas—
terus jatuh, Bolivia kelihatannya diharuskan
mencari sumber-sumber penerimaan fiskal
alternatif untuk mempertahankan kemandirian
ekonominya dari institusi semacam IMF dan
Bank Dunia.
Di sisi lain, Bolivia masih bisa mengandalkan
tumpukan cadangan devisanya untuk
menghindari kemungkinan terburuk akibat
pinjaman dari Bank Dunia dan IMF.
Keberhasilan Bolivia dalam beberapa tahun
terakhir menunjukkan sebuah kemerdekaan baru
bagi sebuah negara, yang memungkinkan negara
bersangkutan menerapkan kebijakan sosial dan
ekonomi tanpa campur tangan dari IMF dan Bank
Dunia.
Selasa, 14 April 2015
sukristiaawan.com:Cara Membuat Banner Iklan Animasi / Bergerak Dengan Photoshop
Cara Membuat Banner Iklan Animasi / Bergerak Dengan Photoshop
POSTED BY ALI MUAKHOR POSTED ON MONDAY, JULY 07, 2014 WITH 33 COMMENTS
Iklan dalam sebuah banner di buat tentunya untuk menarik pengujung blog agar mengklik atau mengunjungi web yang di iklankan. Pada intinya banner memiliki bentuk file berupa flash, JPG, PNG bisa dalam bentuk gambar animasi yang bergerak ( GIF ) bisa hanya gambar biasa.
Pada kesempatan ini akan kita bahas bagaimana cara membuat banner dengan bentuk animasi atau gambar bergerak dengan mengunakan software Photoshop CS 3, bisa juga menggunakan Photoshop CS2. Untuk artikel kali ini akan kami berikan contoh gambar Banner Iklan Animasi / Bergerak format GIF di bawah ini. Untuk cara membuat gambar bisa dilihat di sini :
Link Banner
Gambar di atas terdiri dari tiga gambar yang di gabungkan menjadi satu, dari gambar di atas terlihat yang bergerak hanya tulisan Clik Here atau Klik Disini yang berkedip-kedip. Jika di pisah / di urai gambar di atas akan seperti di bawah ini :
Pada gambar bertuliskan honda 264x300 3, dan 264x300 1 memiliki ukuran dan bentuk yang sama, sementara untuk 264x300 2 berbeda dari kedua gambar inilah yang membuat gambar diatas berkedip, fungsi gambar 264x300 2 adalah untuk jeda. Lalu bagaimana gambar diatas bisa di gabung dengan bisa berkedip-kedip ikuti langkah berikut ini ;
Masuk ke Adobe Photoshop CS3 dan siapkan gambar yang akan di buat animasi.
Pada menu utama Adobe Photoshop klik File lalu Scripts lalu Load files into Stack . Untuk lebih jelasnya lihat ambar di bawah ini.
Selanjutnya akan muncul menu Load Layers, kemudian klik Browse dan pilih gambar yang sudah kita siapkan. Jika gambar sudah sesuai klik OK.
Selanjutnya klik pada menu Window sehingga muncul gambar yang akan di jadikan animasi, setelah itu klik Animation sehinga muncul menu Animation (frames) untuk lebih jelas lihat gambar bawah ini ;
Selanjutnya pada pojok kanan menu Animation (frames) klik pada bagian garis -garis cari dan klik menu Make Frames From Layers, setelah diklik akan muncul 3 gambar animasi yang akan kita buat pada menu Animation (frames).
Masih pada menu Animation (frames) klik pada bagian pojok kanan pada bagian yang bergaris -garis lalu klik menu Select All Frames, setelah diklik gambar animasi yang akan kita buat berubah warna pada back ground menjadi biru dan ada menu 1 Sec , menu Sec adalah menu yang berfungsi untuk mengatur waktu berkedip / jeda antara gambar satu dengan gambar berikutnya. Idelanya pilih 2-3 Sec / detik karena loading gambar tidak terlalu cepat. Proses selesai untuk melihat hasil bisa di klik play ( gambar segitiga ). Jika di rasa kurang cepat atau terlalu cepat bisa di ubah sesuai keinginan, caranya harus di Select All Frames terlebih dahulu.
Jika proses sudah selesa save gambar dalam bentuk GIF caranya klik pada menu home , lalu cari menu File klik Save For Web & Devices. Lihat gambar di bawah ini
Proses pembuatan animasi / gambar bergerak di atas bisa di kembangkan sendiri sesuai kebutuhan, kurang lebih caranya seperti penjelasan di atas, jika di rasa ada yang kurang jelas bisa di tanyakan di komentar. Untuk tutorial cara memasang baner / gambar iklan ke blog klik disini.
(Baca Cara Memotong Gambar Dengan Menggunakan Photoshop)
Untuk lebih jelasnya lihat video tutorialnya dibawah ini :
Alt/Text Gambar
Related articles
Cara Membuat Dan Memasang Favicon ke Blog
Cara Instal atau Menambahkan Font Baru Ke Windows 7
Cara Mengabungkan Beberapa Gambar Menjadi Satu Dengan Photosop
Cara Memotong Gambar Dengan Menggunakan Photoshop
Mengenal Menu Shape di Photoshop
Cara Membuat Display Picture Atau DP BBM Dengan Photoshop
Labels: PHOTOSHOP
Newer PostOlder PostHome
Link Banner
POPULAR POSTS
Cara Download dan Instal BBM untuk PC atau Laptop
Setelah resmi diluncurkan BBM versi Android, iOS, BBM juga resmi meluncurkan aplikasi chat BBM Beta untuk Nokia lumia kurang lebih satu p...
Cara Mengganti Password Wifi Hotspot Speedy
Bagi Anda pemilik usaha warnet atau cafe atau apapun usaha yang menawarkan internet wi-fi gratis bagi pelanggan Anda tentunya sangat seri...
Cara Menghilangkan Iklan Spam Yang Muncul di Browser dan Hosting Blog
Pada saat membuka hosting berbayar ataupun hosting gratisan ataupun pada saat membuka browser Anda mungkin pernah mengalami munculnya ik...
Cara Download Dan Instal Aplikasi BBM untuk Tablet Android
Tahun 2011 adalah era kemunculan Tablet terutama yang berbasis Android. Berbagai perusahaan perangkat mobil mengeluarkan versi tablet den...
Cara Menghapus atau Logout Akun Gmail di Smartphone dan Tablet Android
Smartphone atau tablet android pada umumnya sudah memiliki aplikasi Gmail , G+, walapun ada jenis smartphone yang tidak dilengkapi denga...
Link Banner
PATNER
DP BBM Lucu
Gamis Murah
Dunia Android
Mancing Mania
ENTRI POPULER
Cara Download dan Instal BBM untuk PC atau Laptop
Cara Mengganti Password Wifi Hotspot Speedy
Cara Menghilangkan Iklan Spam Yang Muncul di Browser dan Hosting Blog
Cara Download Dan Instal Aplikasi BBM untuk Tablet Android
Cara Mengganti DP dan Mengirim Gambar Pada BBM versi PC
Cara Menghentikan Obrolan Dengan Banyak Orang dibbm Android
Cara Download dan Instal Bluestacks Installer Secara Offline Untuk Windows 7/Vista/XP/8 & 8.1
Cara Menghapus atau Logout Akun Gmail di Smartphone dan Tablet Android
TAS KAMERA
Jual Tas Kamera | Tas Kamera SLR | Tas Kamera DSLR
Tas Kamera National Geographic Bahan Jeans - Tas Kamera National Geographic Bahan Jeans ini memiliki spec sama dengan tas kamera national geographic bahan kanvas hanya berbeda jenis bahan yang digun...
MOBIL RC
Jual RC Murah - Toko Mobil Remote Control
Mobil RC Touring Lamborghini Sesto Elemento - Lamborghini kembali meluncurkan edisi terbaru bernama Lamborghini Sesto Elemento, sport cars ini hanya di produksi sebanyak 20 buah di dunia dan sayangnya ...
DMCA.com Protection Status
FANS PAGES
Support
Rabu, 08 April 2015
sukristiawan.com: Kumpulan Beberapa Animasi Untuk Mempercantik Blog
Gede Sitdown Blog: Kumpulan Beberapa Animasi Untuk Mempercantik Blog: Kreasi | Informasi | Selamat malam sobat, kali ini saya akan share kumpulan beberapa animasi . Gunanya animasi ini tentu saja untuk mempe...
sukristiawan.com:sarekat islam
Sarekat Islam
Syarikat Islam (disingkat SI ) dahulu bernama
Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI ) didirikan
pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji
Samanhudi SDI merupakan organisasi yang
pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya
Organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi
ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang
Islam yang menentang masuknya pedagang
asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat
pada masa itu. Selanjutnya pada tahun 1912
berkat keadaan politik dan sosial pada masa
tersebut HOS Tjokroaminoto menggagas SDI
untuk mengubah nama dan bermetamorfosis
menjadi organisasi pergerakan yang hingga
sekarang disebut Syarikat Islam, Hos
Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih
luas yang dulunya hanya mencakupi
permasalahan ekonomi dan sosial. kearah
politik dan Agama untuk menyumbangkan
semangat perjuangan islam dalam semangat
juang rakyat terhadap kolonialisme dan
imperialisme pada masa tersebut.
Sejarah awal
Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada
awalnya merupakan perkumpulan pedagang-
pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji
Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905 ,
dengan tujuan awal untuk menghimpun para
pedagang pribumi Muslim (khususnya
pedagang batik) agar dapat bersaing dengan
pedagang-pedagang besar Tionghoa . Pada saat
itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa
tersebut telah lebih maju usahanya dan
memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari
pada penduduk Hindia Belanda lainnya.
Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh
pemerintah Hindia -Belanda tersebut kemudian
menimbulkan perubahan sosial karena
timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi
yang biasa disebut sebagai Inlanders.
SDI merupakan organisasi ekonomi yang
berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar
penggeraknya. Di bawah pimpinan H.
Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat
hingga menjadi perkumpulan yang
berpengaruh. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun
1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di
Batavia . Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo
mendirikan lagi organisasi semacam itu di
Buitenzorg . Demikian pula, di Surabaya H.O.S.
Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa
tahun 1912 . Tjokroaminoto masuk SI bersama
Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang
kelak kemudian memegang keuangan surat
kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto
kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan
mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam
(SI). Pada tahun 1912 , oleh pimpinannya yang
baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI
diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini
dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak
dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang
lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran
dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang
mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha
yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru
mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya
untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan,
persahabatan dan tolong-menolong di antara
muslim dan mengembangkan perekonomian
rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI
mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya
Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan
Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun
dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya
unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI
menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur
politik dan menentang ketidakadilan serta
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota
yang banyak sehingga menimbulkan
kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI
pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum
pada bulan Maret tahun 1916 . Setelah
pemerintah memperbolehkan berdirinya partai
politik, SI berubah menjadi partai politik dan
mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917 ,
yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel
Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi
anggota volksraad atas namanya sendiri
berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili
Central SI sebagaimana halnya HOS
Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan
dalam Central Sarekat Islam. Tapi
Tjokroaminoto tidak bertahan lama di lembaga
yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda itu dan
ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan
Rakyat), karena volksraad dipandangnya
sebagai "Boneka Belanda" yang hanya
mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini
dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi.
HOS Tjokroaminoto ketika itu telah
menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia)
diberi hak untuk mengatur urusan dirinya
sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda.
Potret bersama rapat Sarekat Islam di
Kaliwungu . Hadir para anggota dari
Kaliwungu, Peterongan , dan Mlaten ,
serta anggota Asosiasi Staf Kereta Api
dan Trem (VSTP) [1] Semarang.
Pada tahun 1912 , oleh pimpinannya yang baru
Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI
diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini
dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak
dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang
lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran
dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang
mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha
yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru
mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya
untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan,
persahabatan dan tolong-menolong di antara
muslim dan mengembangkan perekonomian
rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI
mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya
Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan
Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun
dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya
unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI
menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur
politik dan menentang ketidakadilan serta
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota
yang banyak sehingga menimbulkan
kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI
pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum
pada bulan Maret tahun 1916 . Setelah
pemerintah memperbolehkan berdirinya partai
politik, SI berubah menjadi partai politik dan
mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun
1917 .
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari
1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto
menyatakan bahwa SI bukan merupakan
organisasi politik, dan bertujuan untuk
meningkatkan perdagangan antarbangsa
Indonesia, membantu anggotanya yang
mengalami kesulitan ekonomi serta
mengembangkan kehidupan relijius dalam
masyarakat Indonesia.
Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober
1917 .
Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29
September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya .
Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan
jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial
berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di
luar parlemen.
Masuknya pengaruh
komunisme
SI yang mengalami perkembangan pesat,
kemudian mulai disusupi oleh paham
sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan
oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan
organisasi ISDV (Indische Sociaal-
Democratische Vereeniging) pada tahun 1914.
Pada mulanya ISDV sudah mencoba
menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham
yang mereka anut tidak berakar di dalam
masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari
Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya
kurang berhasil. Sehingga mereka
menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal
sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil
menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena
dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat
kecil dan menentang kapitalisme namun dengan
cara yang berbeda.
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil
memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti
Semaoen , Darsono , Tan Malaka , dan Alimin
Prawirodirdjo . Hal ini menyebabkan SI pecah
menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS
Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin
Semaoen. SI merah berlandaskan asas
sosialisme-komunisme.
Adapun faktor-faktor yang mempermudah
infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan
koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang
lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI
bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang
memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan
nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah
ketua SI Semarang.
2. Peraturan partai pada waktu itu
memperbolehkan keanggotaan multipartai,
mengingat pada mulanya organisasi seperti
Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi
non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV
(PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya
dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi
20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela
kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi
yang jelek mengakibatkan membumbungnya
harga-harga dan menurunnya upah karyawan
perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah
kolonial mengakibatkan dengan mudahnya
rakyat memihak pada ISDV.
4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita
rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem
liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak
tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada
tahun 1917 di Semarang.
SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis ,
Suryopranoto , Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo ) berhaluan kanan berpusat di kota
Yogyakarta . Sedangkan SI Merah (Semaoen ,
Alimin , Darsono ) berhaluan kiri berpusat di kota
Semarang. Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada
mulanya adalah penengah di antara kedua kubu
tersebut.
Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin
melebar saat keluarnya pernyataan Komintern
(Partai Komunis Internasional) yang menentang
cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI
Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil
Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur
yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak
akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan
komunis karena keduanya memang
bertentangan. Di samping itu Agus Salim
mengecam SI Semarang yang mendukung PKI .
Darsono membalas kecaman tersebut dengan
mengecam beleid (Belanda : kebijaksanaan)
keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga
menentang pencampuran agama dan politik
dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih
condong ke SI haluan kanan (SI Putih).
Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan
Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada
kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus
Salim pada kongres SI yang keenam 6-10
Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai
yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota
SI harus memilih antara SI atau organisasi lain,
dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur
komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI
sehingga Tan Malaka meminta pengecualian
bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil
karena disiplin partai diterima dengan mayoritas
suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari
Muhammadiyah dan Persis pun turut pula
dikeluarkan, karena disiplin partai tidak
memperbolehkannya.
Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat
lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923
di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto
memusatkan tentang peningkatan pendidikan
kader SI dalam memperkuat organisasi dan
pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret
1923, PKI memutuskan untuk menggerakkan SI
Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun
1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat
Rakyat".
Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan
bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai
kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang
jelas itulah PSI ditambah namanya dengan
Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII
menggabungkan diri dengan Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI).
Akibat keragaman cara pandang di antara
anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa
partai politik, di antaranya Partai Islam
Indonesia dipimpin Sukiman, PSII Kartosuwiryo ,
PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu
melemahkan PSII dalam perjuangannya. Pada
Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan
mendapatkan 8 (delapan) kursi parlemen.
Kemudian pada Pemilu 1971 pada zaman Orde
Baru, PSII di bawah kepemimpinan H. Anwar
Tjokroaminoto kembali menjadi peserta
bersama sembilan partai politik lainnya dan
berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI
sejumlah 12 (dua belas orang).
Referensi
1. ^ VSTP: Vereeniging van Spoor- en
Tramwegpersoneel
Bacaan lanjutan
George McTurnan Kahin, Nationalism and
Revolution in Indonesia , Cornell University
Press, 1952.
Nugroho Notosusanto , Sejarah Nasional
Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ,
1992.
Soe Hok Gie , Di Bawah Lentera Merah ,
Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta, 1992.
Pranala luar
(Inggris) The Sarekat Islam
Baca dalam bahasa lain
Senin, 06 April 2015
sukristiawan.com: Latar belakang sejarah syiaah
Latar Belakang Sejarahnya
Masalah khalifah sesudah Rasul wafat, merupakan fokus perselisihan diantara tiga golongan besar, yaõtu: Golongan Ansar, Muhajirin, dan Bani Hasyim. Selain itu, sebenarnya masih ada kelompok terselubung yang cukup potensial dalam mewujudkan ambisinya sebagai penguasan tunggal, ialah golongan Bani Umayyah. Sikap golongan terakhir ini, tercermin pada sikap tokoh utamanya yaitu Abu Sufyan yang enggan membai'at Khalifah Abu Bakr, sekembalinya dari Saqifah menuju masjid Nabawi bersama-sama dengan ummat Islam lain, sebagai yang dilakukan oleh kaum Bani Hasyim.
Prakarsa pemilihan khalifah di Saqifah yang dimotori oleh Sa'ad ibn 'Ubbadah adalah benar-benar menggugah kembali bangkitnya semangat fanatisme golongan dan permusuhan antar suku yang pernah terjadi sebelum Islam. Kiranya dapat dipahami bahwa pemilihan khalifah tersebut, tanpa keikutsertaan 'Ali sebagai wakil Bani Hasyim, tampaknya membawa kekecewaan mereka yang menginginkan hak legitimasi kekhilafahan di tangan 'Ali, yang saat itu sedang mengurus jenazah Nabi. Mereka beralasan bahwa 'Ali adalah lebih berhak dan lebih utama menggantikannya, karena dia adalah menantunya, dan selain itu ia juga seorang yang mula-mula masuk Islam sesudah Khadijah, istri Rasulullah. Selanjutnya tak seorang pun yang mengingkari perjuangan, keutamaan, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Diantara mereka yang berpendapat demikian adalah salah seorang dari golongan Ansar yaitu Munzir ibn Arqam, ia menyatakan dalam suatu pertemuan di Saqifah: " ... Kami tidak menolak keutamaan orang-orang yang kalian sebutkan (AbuBakr, Umar, dan'Ali), sebenarnya ada diantara mereka itu, seorang yang seandainya ia menuntut (kekhilafahan), tak seorang pun yang akan menentangnya ('Ali ibn Abi Talib) ...[8]
Peristiwa pembai'atan Abu Bakr pada tahun 12 H (634 M), tanpa sepengetahuan 'Ali, tampaknya melahirkan berbagai pendapat yang kontroversial tentang siapa diantara tokoh-tokoh sahabat itu yang lebih berhak menduduki jabatan khalifah. Selain itu, juga merupakan awal terbentuknya pemikiran golongan ketiga yakni Bani Hasyim, disamping golongan Muhajirin dan Ansar. Oleh karenanya tidak mengherankan jika saat itu ada orang yang ingin membai'at 'Ali ibn Abl Talib. Keinginan tersebut secara tegas ditolak 'Ali dan sebagai akibatnya, para pendukung 'Ali menunda-nunda pembai'atan mereka pada Khalifah Abu Bakr.
Memang benar, bahwa sesudah 'Ali membai'at Khalifah pertama ini, isu politik tentang hak legitimasi Ahlul-Bait, sebagai pewaris kekhilafahan sesudah Nabi, berangsur-angsur mereda sampai berakhirnya masa pemerintahan Khalifah 'Umar ibn Khattab. Peredaan isu politik ini, mungkin sekali disebabkan oleh keberhasilan kedua khalifah tersebut dalam mempersatukan potensi ummat Islam untuk menghadapi musuh-musuh baru yang bermunculan saat itu.
Munculnya Bani Umayyah dalam pemerintahan 'Usman, sebagai kekuatan politik baru, telah mengundang reaksi keras ummat Islam, terhadap kebijaksanaan Khalifah, terutama sesudah enam tahun yang terakhir pemerintahannya. Kelemahan Khalifah ketiga ini terletak pada ketidakmampuannya membendung ambisi kaum kerabatnya yang dikenal sebagai kaum aristokrat Mekkah yang selama 20 tahun memusuhi Nabi. Sebagai akibatnya, isu politik tentang hak legitimasi Ahlul-Bait memanas kembali.
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, tindakan politik Khalifah yang memberhentikan para gubernur yang diangkat oleh Khalifah 'Umar, dan mengangkat gubernur-gubernur baru dari keluarga 'Usman sendiri, rupanya membawa kekecewaan dan keresahan ummat secara luas. Seperti: Pengangkatan Marwan ibn Hisyam sebagai sekretaris Khalifah, Mu'awiyah sebagai Gubernur Syria,'Abdullah ibn Sa'ad ibn Surrah sebagai wali di Mesir, dan ia masih saudara seibu dengan Khalifah, dan Walid sebagai Gubernur Kufah. Mereka dikenal sebagai penguasa yang lebih berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompoknya, daripada berorientasi pada kepentingan dan aspirasi rakyat. Sikap politik seperti ini tampaknya merupakan faktor penyebab timbulnya protes-protes sosial yang keras yang sangat kurang menguntungkan pada pemerintahannya sendiri.
Setelah 'Usman wafat, 'Ali adalah calon utama untuk menduduki jabatan khalifah. Pembai'atan khalifah kali ini, segera mendapat tantangan dari dua orang tokoh sahabat yang berambisi menduduki jabatan penting tersebut. Kedua tokoh itu adalah Talhah dan Zubair yang mendapat dukungan dari 'A'isyah, untuk mengadakan aksi militer yang dikenal dengan perang Jamal. Akhirnya kedua tokoh tersebut terbunuh, sedangkan 'A'isyah, oleh Khalifah 'Ali dikembalikan ke Madinah.
Aksi militer tersebut, tampaknya sebagai akibat kegagalan kedua tokoh itu dalam memenuhi ambisinya. Disamping itu, keduanya merasa dipaksa oleh sekelompok orang dari Kufah dan Basrah untuk membai'at 'Ali, dibawah ancaman pedang terhunus. Alasan terakhir ini rupanya dijadikan alasan baru untuk menuntut Khalifah, mereka berjanji akan taat dan patuh, jika Khalifah menghukum semua orang yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan Usman ibn 'Affan. Tuntutan tersebut senada dengan tuntutan Mu'awiyah, yaitu agar Khalifah 'Ali mengadili Muhammad ibn Abu Bakr, anak angkatnya, yang mereka pandang sebagai biang keladi peristiwa terbunuhnya 'Usman. Dengan demikian, Khalifah 'Ali dihadapkan pada posisi yang cukup sulit di awal pemerintahannya.
Tampaknya tuntutan Talhah dan Zubair tersebut, dipolitisasikan oleh Muawiyah untuk memojokkan 'Ali, yang dipandang sebagai saingan utamanya. Untuk membangkitkan semangat antipati dan permusuhan terhadap Khalifah 'Ali, Mu'awiyah menggantungkan baju 'Usman yang berlumuran darah beserta potongan jari istrinya, yang dibawa lari dari Madinah ke Syria oleh Nu'man ibn Basyar.[9] Posisi 'Ali yang sulit ini, ditambah lagi dengan tindakan pemecatannya terhadap Gubernur Damaskus, Mu'awiyah ibn Abi Sufyan, adalah sebagai faktor yang mempercepat berkobamya perang Siffin. Perang ini mengakibatkan munculnya golongan Khawarij, musuh 'Ali yang paling ekstrem, sesudah terjadinya upaya perdamaian dari pihak Mu'awiyah dengan ber-tahkim pada al-Qur-an, setelah pasukannya terdesak oleh pasukan 'Ali dibawah panglima Malik al-Astar. Siasat licik Mu'awiyah yang dimotori oleh 'Amr ibn 'As ini, sebenarnya telah diketahui oleh 'Ali. Sayang sekali usaha menghadapi siasat licik ini terhalang oleh sebagian besar pasukannya sendiri yang memaksanya menerima tawaran damai tersebut. Akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai, dan masing-masing harus diwakili oleh seorang juru runding. Pihak Mu'awiyah diwakili oleh 'Amr ibn 'As, sedangkan pihak 'Ali diwakili Abu Musa al-Asy'ari.
Kekalahan diplomasi pihak 'Ali di Daumatul-Jandal, sebagaimana dalam penuturan sejarah, adalah disebabkan oleh sikap Abu Musa yang amat sederhana dan mudah percaya kepada siasat 'Amr. Bahkan menurut pendapat Syed Amir 'Ali, Abu- Musa ini secara diam-diam memusuhi 'Ali. 'Amr ibn 'As tampaknya dengan mudah meyakinkan Abu Musa, bahwa untuk kejayaan ummat Islam, 'Ali dan Mu'awiyah harus disingkirkan. Dengan perangkap 'Amr ini Abu Musa sebagai wakil yang lebih tua, dipersilakan naik mimbar lebih dahulu guna mengumumkan hasil perundingan mereka, dan secara sungguh-sungguh Abu Musa menyatakan pemecatan 'Ali sedangkan 'Amr yang naik mimbar kemudian, menyatakan kegembiraannya atas pemecatan 'Ali tersebut, kemudian ia mengangkat Mu'awiyah sebagai penggantinya.[10] Sekalipun pihak 'Ali kalah total, namun 'Ali tetap memegang jabatan khalifah sampai ia terbunuh di mesjid Kufah, oleh seorang Khawarij bernama Ibn Muljam, tahun 41 H/661 M.
Pembelotan kaum Khawarij yang disebabkan oleh peristiwa tahkim atau arbitrase antara 'Ali dengan Mu'awiyah, semakin mempersulit dan memperlemah posisi Khalifah 'Ali terutama sekali sesudah penumpasan pasukan 'Ali terhadap kaum separatis ini di Nahrawan. Perang di Nahrawan, menyebabkan dendam mereka semakin memuncak terhadap Khalifah. Dalam hubungan ini, Donaldson menjelaskan bahwa kaum Khawarij membentuk pasukan berani mati yang terdiri: 'Abdur-Rahman ibn Muljam untuk membunuh 'Ali, Hajjaj ibn 'Abdullah as-Sarimi untuk membunuh Mu'awiyah, dan Zadawaih untuk membunuh 'Amr ibn 'As. Akan tetapi, dua petugas yang disebut belakangan ini gagal mencapai maksudnya.[11] Dengan demikian, posisi Mu'awiyah semakin kuat.
Dalam menghadapi dilema politik. 'Ali lebih tampak sebagai seorang panglima perang daripada sebagai seorang politikus. Ia lebih suka menempuh jalan kekerasan, sekalipun harus banyak memakan korban, sedangkan dengan jalan diplomasi yang pernah ditempuhnya, ia tampak lebih banyak didikte oleh pihak lawan. Tipe perjuangan 'Ali ini rupanya dikembangkan oleh sekte Syi'ah Zaidiyyah.
Para pendukung dan pengikut setia Khalifah 'Ali apabila dilihat dari aspek akidah mereka, tidak jauh berbeda dengan akidah ummat Islam pada umumnya saat itu. Sudah barang tentu, mereka belum mengenal sama sekali apalagi memiliki doktrin-doktrin seperti yang dimiliki oleh kaum Syi'ah sebagaimana yang kita kenal dalam sejarah, selain pendirian mereka bahwa 'Ali lebih utama memangku jabatan Khalifah sesudah Nabi . Jumlah mereka relatif lebih kecil. Dengan demikian, pengikut setia 'Ali dalam mencapai cita-cita perjuangannya saat itu belum berorientasi pada suatu doktrin tertentu, maka saat itu dapat dikatakan bahwa Syi'ah belum lahir. Ini berbeda dengan aliran Khawarij, semboyan: "Tiada hukum yang wajib dipatuhi selain hukum Allah," sejak keberadaan sekte ini, telah dijadikan sebagai doktrin dan pengikutnya selalu berorientasi pada ajaran itu. Oleh karenanya dipertanyakan, kapan lahirnya Syi'ah itu?
Mengenai lahirnya Syi'ah, terdapat beberapa pendapat yang kontroversial . Pendapat al-Jawad yang dikutip oleh Prof. H. Abu Bakar Atjeh dalam bukunya Perbandingan Mazhab Syi'ah, menjelaskan bahwa lahirnya Syi'ah adalah bersamaan dengan lahirnya nas (hadis) mengenai pengangkatan 'Ali ibn Abi Talib oleh Nabi sebagai khalifah sesudahnya nas yang dimaksud antara lain, mengenai kisah perjamuan makan dan minum yang diselenggarakan oleh Nabi di rumah pamannya, Abu Talib, yang dihadiri oleh 40 orang sanak keluarganya. Dalam perjamuan itu beliau menyatakan:"...Inilah dia ('Ali) saudaraku, penerima wasiatku dan khalifahku untuk kalian, oleh karena itu, dengar dan taati (perintahnya) ..." Pernyataan ini disampaikan oleh Nabi sesudah 'Ali menerima tawaran beliau sebagai khalifahnya.
Nas seperti ini, jelas tidak terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, karena itu golongan Sunni menolak nas tersebut bila dijadikan dalil untuk mengklaim kekhilafahan bagi 'Ali sebagaimana yang dikehendaki oleh kaum Syi'ah. Sebaliknya, tidak dimuatnya nas-nas semacam itu, demikian Syarafuddin al-Musawi, oleh kedua imam hadis tersebut dalam kitab sahihnya merupakan manipulasi golongan Sunni terhadap hadis-hadis sahih yang berkaitan dengan kekhilafahan 'Ali, karena nas itu dikhawatirkan akan menjadi senjata kaum Syi'ah untuk menyerang paham mereka.[12] Abu Zahrah berpendapat bahwa Syi'ah tumbuh di Mesir masa pemerintahan 'Usman, karena negeri ini merupakan tanah subur untuk berkembangnya paham tersebut, kemudian menyebar ke Irak dan di sinilah mereka menetap.[13]
Selain itu, adalah wajar apabila ada yang berpendapat, bahwa lahirnya Syi'ah itu sewaktu Nabi sakit keras, pamannya, 'Abbas, menyarankan kepada 'Ali dan mengajaknya menghadap Nabi untuk meminta wasiatnya, siapakah orang yang akan menggantikan kepemimpinan beliau, namun maksud tersebut ditolak 'Ali dengan tegas, dan ia pun bersumpah tidak akan memintanya.[14]Selanjutnya masih ada pendapat yang mengatakan bahwa lahirnya Syi'ah itu bersamaan dengan terjadinya perang Jamal, perang Siffin, dan perang di Nahrawan, karena pada saat itu, seorang tidak dapat dikatakan sebagai Syi'ah kecuali orang yang mengunggulkan kekhilafahan 'Ali daripada 'Usman ibn 'Affan, sebagai yang telah disinggung diatas.
Apabila dilihat ciri-ciri dari beberapa pendapat diatas, maka pendapat pertama tampak sama sekali tidak realistis, sedangkan tiga pendapat yang terakhir, rupanya lebih menitikberatkan pada adanya sikap dan tindakan-tindakan nyata sebagai pendukung dan pengikut setia 'Ali semasa hidupnya. Akan tetapi, apabila kelahiran Syi'ah dilihat sebagai suatu aliran keagamaan yang bersifat politis secara utuh, maka ia harus dilihat pula dari aspek ajaran atau doktrin politiknya, yaitu tentang hak legitimasi kekhilafahan pada keturunan 'Ali dengan Fatimah, puteri Rasulullah, sebab dari segi doktrin inilah identitas Syi'ah tampak lebih jelas, berbeda dengan identitas sekte-sekte Islam lainnya. Dan munculnya doktrin Syi'ah seperti ini adalah bermula sejak timbulnya tuntutan penduduk Kufah - pendukung 'Ali - agar masalah kekhilafahan dikembalikan kepada keluarga Khalifah atau Ahlul-Bait dari tangan orang-orang yang dianggap telah merampasnya. Dari penerapan doktrin ini, penulis berpendapat bahwa lahirnya Syi'ah itu bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan ibn 'Ali ibn Abi Talib sebagai imam kaum Syi'ah. Adapun aktivitas para pendukung dan pengikut setia 'Ali pada periode sebelumnya, hanyalah merupakan faktor yang mempercepat proses tumbuhnya benih-benih Syi'ah yang sudah siap tumbuh dan berkembang.
Pertumbuhan Dan Perkembangan Sekte-Sekte Syi'ah
Dalam kajian ini, penulis lebih menitikberatkan pada bahasan yang berkaitan dengan perkembangan sekte-sekte Syi'ah secara garis besar, serta hubungannya dengan paham Mahdiyyah.
Pada masa Hasan ibn 'Ali, posisi kaum Syiah semakin goyah karena derasnya fitnah, perselisihan, dan perpecahan di kalangan mereka, yang sengaja ditanamkan oleh golongan Saba'iyyah, pengikut Ibn Saba'.[15] Lemahnya daya juang dan kurang wibawanya Hasan adalah menjadi faktor yang mempersulit posisi golongan Syi'ah. Usaha Hasan dalam memerangi golongan Saba'iyyah, terutama sesudah kegagalannya menumpas gerakan Mu'awiyah, sungguh hasilnya sangat mengecewakan. Pada saat itulah Hasan mulai ditinggalkan oleh kaumnya, demikian Ihsan Ilahi Zahir, sehingga sebagian pengikutnya bergabung dengan golongan Saba'iyyah, sebagian lagi berpaling pada Mu'awiyah, dan golongan Khawarij.[16] Oleh karena itu, Hasan pun kemudian memilih jalan damai dengan pihak Mu'awiyah. Selanjutnya ia mundur dari jabatan khalifah secara formal pada tahun 41 H/661 M, dengan demikian secara de jure, ia menjabat selama sepuluh tahun, akan tetapi secara de facto, ia berkuasa hanya enam bulan tiga hari.
Sesudah Hasan wafat, diangkatlah saudaranya, Husain ibn 'Ali sebagai Imam. Putera 'Ali kedua ini tampak memiliki semangat dan daya juang sebagai yang dimiliki bapaknya, namun sayang, ia harus tewas di ujung pedang tentara Yazid di padang Karbela secara memilukan, pada tanggal 1 Oktober 680 M.
Kematian Husain ini merupakan bencana bagi kaum Syi'ah, sehingga makamnya dipandang sebagai tempat yang keramat serta memiliki keistimewaan dan keluarbiasaan, lantaran kecintaan mereka terhadap Husain, dan oleh karena itu, mereka mentradisikan ziarah umum ke makamnya setiap bulan Muharam.
Kematian Husain tersebut bermula dari banyaknya surat penduduk Kufah yang menyatakan janji setianya kepada putera 'Ali ini. Aksi militer yang dilancarkan Husain, lantaran dia lebih mempercayai janji orang Kufah daripada ia mempertimbangkan saran-saran para penasihatnya yang cukup berpengalaman dan mengetahui benar tabiat orang Kufah yang telah mengkhianati keluarganya. Dan karenanya, kematian Husain sebagai syahid, menimbulkan unsur baru dalam moral agama di kalangan Syi'ah Kufah. Yaitu mereka merasa sangat berdosa atas kematian Husain dan mereka berkeinginan untuk menebus dosa mereka dengan mengangkat senjata menuntut bela atas kematiannya pada penguasa Umayyah. Golongan tersebut menamakan dirinya at-Tawawabun (orang-orang bertobat).
Golongan terakhir ini berkeyakinan bahwa mati berperang karena membela kepentingan Ahlul-Bait adalah mati syahid. Disinilah mereka mengidentikkan loyalitasnya terhadap 'Ali dan keturunannya, sama dengan loyalitasnya terhadap Nabi atau agama.
Ketidakpuasan kaum mawali dari Persia terhadap penguasa Umayyah, mendorong mereka dan memberi arah yang sama sekali baru, kepada kegiatan-kegiatan sosio-politik kaum Syi'ah, demikian Fazlur Rahman, sehingga pimpinan Syi'ah, mungkin sekali ia orang Arab, tetapi para pengikutnya beralih dari bangsa Arab ke bangsa Persia.[17] Sejak itulah kaum Syi'ah mengalami perubahan besar dan mulai mengarahkan gerakannya, dari gerakan politik semata kepada gerakan keagamaan yang bercorak kemazhaban. Selanjutnya Ihsan Ilahi Zahir menjelaskan bahwa sesudah Syi'ah terikat oleh unsur-unsur asing yang melindas, maka Syi'ah terlepas dari kebiasaan bangsa Arab yang terdidik secara Islami, dan sekalipun mereka kaum Syi'ah masih berada dalam lingkaran Islam, namun bukan-Islam yang ortodoks, akan tetapi, Islam dalam bentuknya yang baru.[18]
Pada saat yang sama, Syi'ah mulai membawa pikiran-pikiran asing secara terselubung, aliran ini juga merupakan wadah dari berbagai aspirasi, dan tempat berlindungnya musuh-musuh Islam yang ingin merusak dari dalam sehingga ia mudah terpecah belah menjadi sub-sub sekte yang banyak sekali. Diantara kelompokkelompok yang memasukkan ajaran-ajaran nenek moyang mereka kedalam ajaran Syi'ah ialah golongan Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan Hindu. Mereka itu berkeinginan melepaskan negerinya dari kekuasaan Islam dengan menyembunyikan niat jahat mereka dan menunjukkan sikap berpura-pura mencintai Ahlul-Bait sebagai kedok.[19] Seperti ajaran Syi'ah tentang: 'Aqidah ar-Raj'ah, ucapan sementara golongan ini bahwa api neraka tidak akan membakar mereka kecuali sedikit saja. Demikian pula diantara mereka ada yang mengatakan bahwa hubungan al-Masih dengan Tuhan, sifat ketuhanan yang menyatu dengan sifat kemanusiaan seperti pada diri seorang imam, juga ada yang mengatakan bahwa kenabian atau kerasulan itu tidak akan terhenti untuk selamanya. Selanjutnya ada pula diantara mereka yang menjisimkan Tuhan, berbicara tentang Tanasukh atau Reinkarnasi dan Hulul dan lain sebagainya.
Tampaknya figur Husain, bagi kaum Syi'ah mempunyai keistimewaan tersendiri; terutama bagi Syi'ah Persia. Hal itu mungkin sekali karena Husain adalah cucu rasul di satu pihak, sedangkan istrinya Syahr Banu puteri Yazdajird III, mantan raja Persia di pihak lain. Sebelum Islam, di Persia telah berkembang suatu tradisi yang bertolak dan pandangan tentang "Hak Ketuhanan" atau Divine right yang berarti bahwa dalam diri raja Persia telah mengalir darah ketuhanan. Dengan demikian, raja memiliki kebenaran tindakan yang harus dipatuhi oleh rakyat. Raja ibarat pengayoman Allah di bumi untuk menegakkan kemaslahatan hamba-hamba-Nya. Pandangan seperti ini, demikian Ahmad Syalabi, masih tetap ada sesudah orang Persia itu memeluk Islam, sehingga karenanya mereka memandang Ahlul-Bait sebagai orang yang berhak memerintah dan harus ditaati oleh manusia.[20] Rupanya pandangan seperti inilah yang membentuk konsep pola keimaman dalam Syi'ah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor sosio-religio-kultural yang membentuk Syi'ah seperti sekarang ini adalah akibat penetrasi budaya dan kepercayaan non-Islam yang pernah berakar pada suatu masyarakat di suatu negeri, dan pernah memiliki peradaban yang lebih maju daripada bangsa penakluknya. Biasanya kaum Syi'ah membentuk pola kehidupan keagamaan yang berbeda dan bahkan sering bertentangan serta menghilangkan corak keagamaan aslinya. Kepercayaan hasil perpaduan antara dua tradisi keagamaan yang berbeda, yaitu Islam dan non-Islam, yang melahirkan praktek keagamaan baru dalam Islam merupakan bid'ah yang sangat dicela oleh Nabi, sebagaimana sabdanya:
"... Maka sesungguhnya sebaik-baik ajaran adalah kitab Allah (al-Quran) dan petunjuk yang terbaik adalah petunjuk Muhammad saw., dan perkara yang terjahat ialah perkara baru yang dicipta dalam agama (bid'ah). Dan setiap bid'ah adalah sesat". (Hadis riwayat Muslim).
Sebagaimana diketahui dalam sejarah, agama Nasrani setelah memasuki kerajaan Romawi, juga mengalami distorsi yang jauh lebih mengarah pada perombakan terhadap ajaran Nabi Isa a.s. Munculnya ajaran Paulus sebagai perpaduan antara ajaran Nasrani dengan kepercayaan dan kebudayaan Romawi, berakibat munculnya praktek-praktek keagamaan baru yang diikuti oleh lahirnya berbagai sekte keagamaan. Demikian pula dengan sekte-sekte Syi'ah yang muncul sesudah Husain wafat.
Adapun munculnya sekte-sekte Syi'ah, bermula dari masalah imamah atau kepemimpinan. Yaitu siapakah yang berhak menjadi imam sesudah terbunuhnya Husain, oleh karena pada saat itu belum ada diantara putera-puteranya yang mencapai usia dewasa. Rupanya kaum Syi'ah sulit menghindari perpecahan, karena timbulnya tiga kelompok yang berbeda paham.
Golongan pertama, memandang bahwa keimaman harus berada di tangan keturunan Husain dan tidak boleh lepas dari mereka, dan keimaman harus melalui nas dari imam baik yang dikenal maupun yang tersembunyi, golongan ini terpaksa mengangkat putera Husain yang belum dewasa sebagai imam. Golongan ini kemudian disebut golongan Imamiyyah.
Adapun golongan kedua, berpendapat bahwa mengangkat imam yang belum dewasa adalah tidak sah. Mereka tidak yakin bahwa Husain telah menjanjikan keimaman itu kepada salah seorang puteranya untuk dibai'at. Oleh karena itu, mereka bersikap menunggu-nunggu sampai munculnya seorang putera keturunan Husain atau Hasan yang memiliki ilmu pengetahuan, kezuhudan, keberanian, kesalehan, keadilan, dan berani mengangkat senjata terhadap penguasa yang zalim. Oleh karenanya golongan ini disebut dengan al-Waqifah. Mereka menghentikan aktivitasnya selama 60 tahun sejak terbunuhnya Husain sampai bangkitnya Zaid ibn 'Ali ibn Husain di Kufah yang memberontak kepada Hisyam ibn 'Abd al-Malik dari dinasti Umayyah. Kemudian golongan ini dikenal dengan nama Syi'ah Zaidiyyah.
Golongan ketiga berpendapat bahwa jabatan imam sesudah Husain, jatuh pada Muhammad ibn al-Hanafiyyah yaitu saudara seayah dengan Husain, sekalipun dia bukan dari garis Nabi. Golongan ketiga ini beralasan, demikian al-Mahdi lidinillah Ahmad, bahwa 'Ali ibn Abi Talib meminta kehadiran Muhammad, saat menjelang wafat dan saat berwasiat kepada putera-puteranya. 'Ali meminta kepada Muhammad agar mentaati Hasan dan Husain, dan sebaliknya agar keduanya berbuat baik dan menghormati Muhammad ibn al-Hanafiyyah. Oleh karena itu, kelompok ini memandang kehadiran Muhammad bersama kedua saudaranya menerima wasiat 'Ali tersebut, menunjukkan bahwa dia juga memperoleh hak untuk diangkat sebagai imam.[21] Golongan ketiga ini dikenal dengan nama Syi'ah Kaisaniyyah. Pendirinya adalah Kaisan bekas budak 'Ali, ada pula yang mengatakan bahwa dia adalah Mukhtar ibn Abi 'Ubaid, sehingga golongan ini disebut pula dengan nama Mukhtariyyah.
Perpecahan Syi'ah tersebut, berakibat langsung terhadap lahirnya sekte-sekte baru dengan corak pemikiran yang berbeda-beda. Jika golongan Imamiyyah dalam masalah keimaman lebih menitikberatkan pada keturunan Husain, maka golongan al-Waqifah yang kemudian dikenal dengan Syi'ah Zaidiyyah, lebih memfokuskan perhatiannya pada persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang imam. Mereka tidak perduli, apakah dia keturunan Hasan atau keturunan Husain asalkan dia masih berada di jalur keturunan Nabi. Akan tetapi, bagi golongan Kaisaniyyah tidak memandang penting jalur keturunan itu dari Nabi, namun yang terpenting adalah jalur keturunan 'Ali ibn Abi Talib.
Syi'ah Kaisaniyyah
Dilihat dari eksistensi dan gerakannya, golongan ini dapat dikatakan sebagai sekte Syi'ah yang tertua. Mereka mengadakan aksi militer terhadap penguasa Bani Umayyah, dengan dalih membela hak-hak kaum tertindas. Ide ini tampaknya didukung oleh kaum Mawali Irak dan Persia, yang diperlakukan oleh pemerintah Umayyah sebagai masyarakat kelas dua. Sebagai akibatnya penduduk kedua kota tersebut tidak simpati lagi pada Bani Umayyah.
Sekte ini mengangkat Muhammad ibn Hanafiyyah sebagai imam, sedangkan ajarannya bersumber pada ajaran Ibn Saba' dan golongan Saba'iyyah, seperti ajaran tentang: al-Gaibah, 'Aqidah ar-Raj'ah (keyakinan akan kembalinya seorang imam yang telah wafat), dan Tanasukh. Al-Syahrasrani menyatakan, bahwa sesudah Muhammad ibn al-Hanafiyyah yang dikenal sebagai orang yang berpengetahuan luas dan berpikiran cemerlang mengerti bahwa sekte ini mengajarkan ajaran bohong dan sesat, ia pun segera berlepas tangan dari kesesatan dan kebid'ahan mereka, serta pengkultusan-pengkultusan pengikut aliran ini terhadap dirinya. Mereka beranggapan bahwa dia memiliki berbagai keluarbiasaan atau al-Makhariqul-Mumawwahah yakni keluarbiasaan yang mereka buat-buat untuk Muhammad ibn al-Hanafiyyah.[22]
Sesudah ia wafat, jabatan imam beralih kepada puteranya, Abu Hasyim, kemudian lahirlah subsekte baru yang dikenal dengan al-Hasyimiyyah. Setelah Abu H-asyim wafat timbul masalah siapa pemegang jabatan imam sesudahnya. Jabatan ini tampaknya menjadi rebutan diantara kelompok-kelompok yang berambisi, sehingga timbul pendapat yang kontroversial. Dalam hubungan ini asy-Syahrastani menjelaskan bahwa kelompok yang berselisih itu ada yang mengatakan, sebenarnya Abu Hasyim telah mewasiatkan keimanan itu kepada Muhammad ibn 'Ali ibn 'Abdullah ibn 'Abbas, saat ia hendak wafat dalam perjalanan pulang dari Syria. Selanjutnya penerima wasiat ini terus mewasiatkan keimaman ini kepada anak keturunannya, sehingga jadilah kekhilafahan itu jatuh ke tangan Bani 'Abbas. Kelompok lain mengatakan bahwa jabatan imam itu jatuh pada kemenakan Abu Hasyim, Hasan ibn 'Ali ibn Muhammad al-Hanafiyyah. Akan tetapi, ada pula yang mengatakan, keimaman itu dilimpahkan kepada saudara Abu Hasyim sendiri yaitu 'Ali, baru kemudian, 'Ali mewasiatkan pada puteranya, Hasan. Adapun kelompok terakhir mengatakan, bahwa keimaman itu telah lepas dari Abu Hasyim, karena ia telah mewasiatkannya kepada 'Abdullah al-Kindi,[23] oleh karenanya menurut golongan ini, ruh Abu Hasyim telah berpindah ke dalam diri 'Abdull-ah al-Kindi, sehingga berkembanglah paham Reinkarnasi di kalangan pengikutnya.
Syi'ah Zaidiyyah
Sekte ini berdiri sesudah berselang 60 tahun setelah Husain wafat, di bawah pimpinan Imam Zaid ibn 'Ali. Sekte tersebut memiliki persyaratan khusus dalam memilih seorang imam yaitu seorang yang 'Alim, Zahid (sangat berhati-hati dengan masalah dunia), pemberani, pemurah, dan mau berjihad di jalan Allah guna menegakkan keimaman taat pada agama baik dia dari putera Hasan atau Husain.
Dalam masalah kekhilafahan atau keimaman, golongan ini rupanya lebih moderat. Mereka bisa menerima Imam Mafdul yakni imam yang dinominasikan, disamping adanya Imam al-Afdal atau imam yang lebih utama. Pikiran seperti ini, tentunya karena pendiri sekte Zaidiyyah, pernah berguru kepada Wasil ibn 'Ata, pendiri Mu'tazilah. Oleh sebab itu, aliran ini tidak menyalahkan atau membenci khalifah-khalifah sebelum 'Ali ibn Abi Talib. Pendirian tentang [kata-kata Arab] yaitu sahnya imam yang dinominasikan disamping adanya seorang imam yang lebih utama, tampaknya mendapat reaksi keras dari Syi'ah Kufah dan menolak pendirian tersebut. Itulah sebabnya mereka disebut golongan Syi'ah Rafidah.
Sebagaimana diketahui, umumnya kaum Syi'ah berprinsip bahwa 'Ali ibn Abi Talib adalah satu-satunya orang yang lebih berhak menjadi Khalifah sesudah Nabi, tetapi mereka berbeda paham tentang siapa yang berhak menjadi imam sesudah Husain wafat. Perbedaan-perbedaan paham itu rupanya menjadi faktor yang mewarnai identitas kelompok masing-masing. Sebagai contoh sekte Zaidiyyah, karena doktrinnya yang keras dalam mencapai cita-cita perjuangannya, lebih suka menempuh jalan kekerasan, sehingga pemimpinnya banyak yang mengalami nasib sama dengan nasib Husain ibn 'Ali. Zaid juga menjadi korban kecurangan penduduk Kufah karena kurang memperhatikan saran-saran dari Salman ibn Kuhail, 'Abdullah ibn Hasan, dan saran dari saudaranya sendiri Muhammad al-Baqir. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada saat dia berada di ujung pedang Yusuf ibn 'Umar Gubernur Irak, Zaid pun ditinggalkan oleh orang-orang Kufah.[24] Sesudah ia wafat pada 122H, jabatan imam beralih kepada puteranya, Yahya, yang menyingkir ke Khurasan. Kemudian ia mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Walid ibn Yazid dan mengalami nasib sama dengan nasib ayahnya. Sesudah itu keimaman dipegang oleh Muhammad ibn 'Abdullah ibn Hasan yang dikenal dengan an-Nafsuz-Zakiyyah, bersama-sama dengan Ibrahim, dan keduanya terbunuh sesudah mereka mengadakan aksi militer di Madinah. Seandainya sekte ini tidak menempuh jalan kekerasan dalam mengembangkan ide-ide doktrinalnya yaitu dengan menyebarkan karya-karya ijtihad para imam mereka, tentu keberadaan sekte ini lebih berakar dan berpengaruh dalam masyarakat.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sesudah terbunuhnya Ibrahim di Basrah, sekte Zaidiyyah ini sudah tidak terorganisasikan lagi sampai munculnya Nasir al-Atrus yang menda'wahkan mazhab Zaidiyyah di daerah Dailam dan Jabal, dua daerah yang kemudian menjadi basis Syi'ah Zaidiyyah.[25] Sebagaimana sekte-sekte yang lain, golongan Zaidiyyah pun mengalarni perpecahan menjadi beberapa subsekte. Diantara sektenya yang menyimpang jauh dari doktrin Zaidiyyah adalah al-Jarudiyyah. Pengikutnya memandang Muhammad an-Nafsuz-Zakiyyah sebagai al-Mahdi.
Syi'ah Imamiyyah
Aliran ini menjadikan semua urusan agama harus berpangkal pada Imam, sebagaimana halnya kaum Sunni mengembalikan seluruh persoalan agama pada al-Quran dan Sunnah atau ajaran Nabi. Menurut paham Imamiyyah, manusia sepanjang masa tidak boleh sunyi dari imam, karena masalah keagamaan dan keduniaan selalu membutuhkan bimbingan para imam. Bahkan mereka mengatakan, tidak ada yang lebih penting dalam Islam, melainkan menentukan seorang imam. Kebangkitannya adalah untuk melenyapkan perselisihan dan menetapkan kesepakatan. Oleh karena itu, ummat ini tidak boleh mengikuti pendapatnya sendiri dan menempuh jalannya sendiri yang berbeda-beda yang mengakibatkan perpecahan.
Aliran ini berkeyakinan bahwa keimaman 'Ali ibn Abi Talib sesudah wafat Nabi adalah dengan nas yang jelas dan benar. Ibn Khaldun menjelaskan bahwa keimaman bagi mereka, tidak hanya merupakan kemaslahatan umum yang harus diserahkan kepada ummat untuk menentukarrnya, bahkan imam merupakan tiang agama dan tatanan Islam yang tidak mungkin dilupakan oleh Nabi untuk menentukannya. Dan ia harus seorang yang ma'sum (suci dari segala dosa) dan nas itu sendiri menurut mereka, ada yang secara tegas dan ada pula yang samar-samar.[26]
Konsep keimaman mereka, bagi sekte Zaidiyyah, sebagaimana dijelaskan Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya, pengangkatan seorang imam bukan ditetapkan oleh nas, tetapi dengan pemilihan oleh Ahlul-Halli wal-'Aqd yaitu semacam dewan yang diberi wewenang mengangkat dan menetapkan seorang imam. Jika Syi'ah Imamiyyah menerima kekhilafahan Abu Bakr dan 'Umar, maka berarti mereka harus menerima paham Sunni, dan secara tidak langsung mereka harus mengakui pula kekhilafahan Bani Umayyah yang mereka kategorikan sebagai kelompok Sunni. Oleh karena itu, kekhilafahan kedua tokoh diatas, harus mereka tolak keabsahannya. Kecintaan kaum Syi'ah terhadap 'Ali dan Ahlul-Bait yang menjurus ke arah kultus individu di satu pihak, dan kebencian mereka terhadap Bani Umayyah karena penindasannya pada Ahlul-Bait di pihak lain, bermula dari dendam permusuhan lama antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah sebelum Islam.
Di sisi lain, rupanya hubungan kaum Mawali Persia dengan keturunan Ali ibn Abi Talib, dengan cara menunjukkan kecintaan serta pembelaan mereka terhadap hak-hak Ahlul-Bait, tampaknya menjadi faktor penyebab retaknya keluarga Bani Hasyim. Perpecahan itu ditandai dengan lahirnya kelompok pendukung keturunan 'Ali ibn Abu Talib di satu pihak, yang dikenal dengan golongan Syi'ah, dan munculnya Bani 'Abbas di pihak lain. Jika keturunan 'Ali selalu gagal merebut kekuasaan politik pada masa pemerintahan dinasti Umayyah, maka keturunan 'Abbas, lewat Syi'ah Kaisaniyyah, berhasil merebutnya dan mendirikan dinasti 'Abbasiyyah. Sebagaimana diketahui dalam sejarah, untuk mempertahankan eksistensi dan kekuasaannya kelompok terakhir ini, memandang kelompok pertama sebagai saingan politiknya sebagaimana halnya orang-orang Umayyah, sehingga penguasa baru tersebut tidak bisa terlepas dari sikap dan tindak kekerasan terhadap saudara sesukunya (Bani Hasyim) seperti yang pernah dilakukan oleh dinasti Umayyah terhadap lawan-lawan politiknya.
Sebagai yang telah disinggung diatas, perpecahan Syi'ah Imamiyyah bermula dari masalah siapa yang berhak menjadi imam sesudah Husain wafat? Menurut sekte ini karena saat itu dapat dikatakan dalam keadaan darurat, maka mereka memandang sah pengangkatan 'Ali ibn Husain yang dijuluki dengan Zainal-'Abidin,[27] sekalipun ia belum dewasa. Imam ini selamanya tinggal di Madinah sampai wafatnya di tahun 94 H, dan ia pun tidak pernah mengadakan aksi kekerasan terhadap penguasa Bani Umayyah. Sekte ini sesudah 'Ali ibn Husain wafat, enggan mengakui Zaid ibn 'Ali sebagai Imam, tetapi mengangkat saudaranya Muhammad al-Baqir. Dalam usia 19, ia menduduki jabatan imam tersebut di akhir masa pemerintahan al-Walid, namun ia tetap tinggal di Madinah sebagaimana ayahnya.[28] Sepeninggal al-Baqir, jabatan imam dipegang oleh puteranya, Ja'far as-Sadiq. Silsilah imam ini, dari jalur ayahnya sampai kepada Nabi; sedangkan dari jalur ibunya, Ummu Farwah, sampai kepada Abu Bakr as.-Siddiq. Ketenarannya sebagai guru dan pemikir besar di zamannya, diakui oleh semua pihak yang mengenal kemasyhurannya, terutama di bidang ilmu fiqh dan hadis.
Sejumlah muridnya telah memberikan andil besar dalam memajukan Ilmu Fiqh dan Ilmu Kalam, sepeffi: Abu Hanifah dan Anas ibn Malik. Menurut riwayat lain juga terdapat nama-nama seperti Wasil ibn 'Ata yang dikenal sebagai tokoh dan pendiri Mu'tazilah, dan Jabir ibn Hayyan sebagai ahli kimia yang masyhur. Karena kemasyhurannya itu, beberapa tokoh Syi'ah abad modern seperti Syarafuddin al-Mu-sawi, 'Ali Syariati dan lain sebagainya , menunjukkan klaim terhadap ummat Islam non Syi 'ah supaya mereka mengakui dan menerima pikiran-pikiran hasil ijtihad Imam Ja'far as-Sadiq sebagai mazhab ke-5 dalam Islam, namun demikian, karya-karya besar Imam ini, di perguruan tinggi Timur Tengah, seperti Universitas al-Azhar di Mesir, telah dijadikan bidang studi sendiri dalam Ilmu Fiqh.
'Ulama' besar dari kalangan Ahlul-Bait ini menyatakan berlepas tangan dari segala kebohongan dan kebodohan ucapan serta tindakan kaum Syi'ah Rafidah yang dihubungkan pada dirinya, seperti ucapan mereka tentang: al-Gaibah, ar-Raj'ah, al-Bada', Tanasukh, Hulul, dan at-Tasybih atau penyerupaan Tuhan dengan manusia. Penolakannya terhadap kebid'ahan-kebid'ahan kaum Syi'ah dinyatakan dengan tegas sebagai berikut:
"Semoga Allah mengutuk mereka (kaum Syi'ah), sesungguhnya kami tidak membiarkan para pendusta yang senantiasa membuat kedustaan atas nama kami. Maka cukuplah bagi kami, Allah sebagai pengaman dari semua para pendusta. Dan semoga Allah menyangatkan panasnya siksa pada diri mereka."[29]
Dari uraian diatas, nyatalah bahwa tokoh-tokoh Ahlul-Bait yang diangkat sebagai Imam oleh kaum Syi'ah, pada umumnya tinggal di Madinah dan mereka jauh dari para pengikutnya yang bertebaran di berbagai negeri. Tampaknya tidak seorang pun di antara para Imam itu yang menyimpang dari ajaran Islam, dan bahkan mereka tidak suka menyerang pribadi Abu Bakr atau 'Umar, malahan mereka menghormatinya. Oleh karena itu, sikap para Imam yang lurus dan tegas terhadap segala penyelewengan para pengikutnya, dapat diduga sebagai salah satu faktor yang menambah kejengkelan mereka dan sebagai reaksinya, kaum Syi'ah tidak segan-segan mencatut nama baik imam-imam mereka untuk menguatkan pendirian atau paham masing-masing. Tidak mustahil, jika kaum Syi'ah kemudian mendirikan sub-sub sekte yang ekstrem dengan menyerap ajaran-ajaran non-Islam dan kemudian mereka membuat cerita-cerita fiksi tentang kehebatan dan keluarbiasaan imam-imam mereka.
Perpecahan Syi'ah Imamiyyah sesudah Ja'far as-Sadiq wafat, semakin meluas dan perpecahan ini tampaknya berpangkal, siapa di antara enam puteranya yang lebih berhak menggantikannya. Maka mulailah muncul sub-sub sekte baru seperti: An-Nawusiyyah, yang memandang Ja'far as-Sadiq sebagai al-Qa'im atau al-Mahdi demikian pula halnya dengan al-Musawiyah, pengikut Musa al-Kazim yang berkeyakinan bahwa Musa tidak mati, ia hanya gaib saja dan akan kembali lagi ke dunia, dan tidak akan ada lagi seorang imam sesudahnya. Oleh karena itu, sekte yang terakhir ini disebut juga dengan al-Qat'iyyah. Dalam bahasan ini akan dibicarakan dua subsekte yang terpenting, dan keduanya mempunyai corak kemahdian yang berbeda satu sama lain.
Syi'ah Ismailliyyah
Aliran ini dikenal pula dengan Syi'ah Sab'iyyah atau Syi'ah Batiniyyah. Disebut demikian, karena pengikut sekte berkeyakinan bahwa Imam yang ketujuh bagi mereka adalah Isma'il atau karena pendirian mereka yang menyatakan bahwa setiap yang lahir, pasti ada yang batin dan setiap ayat yang turun pasfi ada Ta'wil atauTafsir Batiniyyah-nya.
Syi'ah Isma'iliyyah ini muncul sesudah tahun 200 H, menurut penuturan al-Mahdi Lidinillah Ahmad yang mengutip pernyataan al-Hakim dan kesepakatan para penulis Muslim, bahwa orang yang mula-mula membangun mazhab ini ialah anak-anak orang Majusi dan sisa-sisa pengikut aliran Huramiyyah.[30] Mereka dihimpun oleh suatu perkumpulan yang bekerja sama dengan orang-orang yang ahli tentang Islam dan filsafat. Motif mereka tidak lain, karena mereka ingin membuat tipu daya guna merusak Islam dengan menyusupkan para propagandisnya kedalam masyarakat Syi'ah yang masih awam, karena mereka iri terhadap kejayaan Islam.[31] Untuk pertama kalinya sekte ini lahir di Irak, kemudian ia mengalihkan gerakannya ke Persia, Khurasan, India, dan Turkistan. Di daerah-daerah tersebut, ajaran-ajarannya bercampur dengan kepercayaan versi lama dan pemikiran Hindu. Dalam hubungan ini Fazlur Rahman menjelaskan bahwa Syi'ah Isma'iliyyah ini giat berpropaganda di sekitar abad II H/IX M - V H/XI M, sehingga ia pernah menjadi aliran terkuat di dunia Islam, sejak dari Afrika sampai ke India dengan mengobarkan revolusi sosial, melalui asimilasi ide-ide dari luar terutama ide platonisme dan gnostik. Dari sinilah sekte tersebut menyusun sistem filsafat diatas mana dibangun suatu agama baru, setelah merongrong struktur keagamaan ortodoks.[32]
Isma'il yang wafat mendahului ayahnya, diyakini keimamannya melalui nas dari ayahnya, Ja'far as-Sadiq. Pengikut sekte ini mengingkari kematiannya dan ia dipandang sebagai al-Qa'im (yang bangkit) sampai ia menguasai bumi dan menegakkan urusan manusia. Sesudah Isma'il, jabatan imam diteruskan oleh anaknya, Muhammad al-Maktum dan selanjutnya jabatan tersebut diteruskan oleh puteranya, Muhammad al-Habib, kemudian oleh penggantinya, 'Abdullah al-Mahdi. Dalam propagandanya ia mendapat sukses karena jasa Abu 'Abdullah as-Syi'i, sesudah ia lolos dari tempat penahanannya di Sijilmasah, ia dapat menguasai daerah Kairuwan dan Magrib (Afrika). Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan al-Mahdi ini akhirnya dapat menguasai Mesir dan mendirikan dinasti Fatimiyyah.
Sesudah sekte ini merasa kuat posisinya, berakhirlah Imam Mastur dan muncullah 'Abdullah ibn Muhammad al-Habib yang mengaku sebagai Imam Mahdi yang dijanjikan. Diantara sub sektenya yang paling agresif adalah golongan Qaramitah yang dipelopori oleh Hamdan ibn Qarmat dipenghujung abad ke-3 H/9 M. Gerakannya bertujuan, di bidang politik, membantu berdirinya dinasti Fatimiyyah di Mesir, sedangkan di bidang sosial, membangun masyarakat yang didasarkan atas asas kebersamaan. Mereka hidup dalam suatu komune yang hampir menyerupai sistem kehidupan masyarakat komunis. Kepercayaan aliran ini terhadap al-Mahdi, tidak jauh berbeda dengan keyakinan Syi'ah Isna 'Asyariyyah. Hanya saja pengikut sekte Qaramitah ini menganggap Muhammad ibn Isma'il sebagai al-Mahdi atau al-Qa'im. Ia masih hidup dan tidak akan mati serta akan kembali lagi ke dunia dan memenuhi bumi dengan keadilan. Menurut keyakinan mereka, berita kemahdiannya telah disampaikan oleh imam-imam pendahulunya.[33]
Selain aliran Qaramitah, muncul pula golongan Druziyyah, yang dipimpin dan didirikan oleh ad-Durzi. Tampaknya aliran ini rapat hubungannya dengan Syi'ah al-Hakimiyyah yang lahir di masa al-Hakim bi Amrillah al-Fatimi yang memerintah Mesir di tahun 386 H. Dialah yang didewa-dewakan sebagai tuhan. Dalam hubungan ini, menurut salah satu riwayat, dia adalah Hamzah ad-Durzi yang datang dari Persia ke Mesir, kemudian membujuk al-Hakim agar dirinya diperbolehkan untuk mempropagandakan paham baru yaitu bahwa al-Hakim adalah tuhan, sehingga manusia mau menyembahnya.[34] Sangat boleh jadi, ajaran tentang Hulul dan Tanasukh versi aliran Druziyyah ini, dipengaruhi oleh ajaran al-Hallaj (858 - 922 M), yang dalam konsep filsafat ketuhanannya, menjelaskan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat kemanusiaan (an-Nasut), dan manusia pun memiliki sifat-sifat ketuhanan (al-Lahut). Kemudian ajaran ini oleh ad-Durzi diterapkan pada diri al-Hakim yang dipropagandakan sebagai tuhan.
Doktrin esoteris ciptaan Syi'ah Batiniyyah yang inovatif, terutama dalam menginterpretasikan ayat-ayat al-Quran, adalah benar-benar jauh dari ruh Islam dan mengingatkan kita pada aliran kebatinan Gatholoco di Jawa. Sekte ini pada masa Aga Khan, sewaktu Inggris berkuasa di India, demikian Ahmad Syalabi menjelaskan, dijadikan sebagai alat untuk menghancurkan Islam dan menguasai ummat Islam dengan hak dan kewajiban yang saling menguntungkan kedua belah pihak.[35] Taktik Inggris ini rupanya sama dengan yang dilakukannya terhadap golongan Ahmadiyah, yaitu untuk membantu kepentingan Inggris di India. Dalam kerjasamanya dengan Inggris, aliran Batiniyyah atau Isma'iliyyah ini, mendapat kebebasan menyebarkan pahamnya di koloni-koloni Inggris, dan sebagai imbalannya, aliran ini harus patuh pada Inggris.
Syi'ah Isna 'Asyariyyah
Aliran ini lebih luas pengaruhnya dan lebih kuat posisinya sampai hari ini bila dibandingkan dengan pengaruh dan posisi aliran-aliran Syi'ah lainnya. Mayoritas pengikut sekte ini tinggal di Iran dan Irak. Aliran ini didirikan sesudah abad ke-3 H, akan tetapi ada pula yang berpendapat, bahwa ia lahir sesudah hilangnya Muhammad al-Mahdi al-Muntazar secara misterius pada tahun 260 H.
Keimaman pada sekte ini, sesudah Ja'far as-Sadiq, adalah Musa al-Kazim, sesudah itu jabatan imam dipegang oleh puteranya, 'Ali Rida. Dialah satu-satunya Imam Syi'ah dari Ahlul-Bait yang diangkat sebagai putera mahkota oleh Khalifah al-Ma'mun dari dinasti 'Abbasiyyah. Kemudian keimaman sesudahnya beralih kepada puteranya Muhammad at-Taqi, dan selanjutnya ia pun digantikan oleh puteranya 'Ali an-Naqi atau al-Hadi. Ia tinggal di Madinah dan memberi pengajaran di sana. Akibat kritik-kritiknya yang tajam terhadap Khalifah al-Mu'tasim, ia dipenjarakan di Samarra sampai wafatnya tahun 254 H/ 868 M dalam usia 40 tahun. Selanjutnya keimaman beralih kepada puteranya, Hasan al-'Askari, yang dikenal sebagai Imam yang tekun dan menguasai beberapa bahasa.
Pada masa keimamannya, perpecahan Syi'ah Isna 'Asyariyyah ini semakin meluas, dan banyak diantara para pengikutnya, terutama kaum 'Alawiyyun (pengikut 'Ali ibn Abi Talib) mendakwahkan dirinya sebagai imam. Menurut asy-Syahrastani, Hasan al-'Askari wafat dalam usia 28 tahun (260 H/874 M) di Samarra.[36] Kemudian diangkatlah puteranya, Muhammad ibn Hasan al'Askari sebagai imam yang ke-12, yang dimitoskan sebagai al-Mahdi al-Muntazar karena ia dianggap hilang secara misterius, sejak ia dalam usia kanak-kanak. Dia akan kembali lagi ke dunia dan memenuhinya dengan keadilan, sebagaimana bumi ini dipenuhi oleh kecurangan. Demikian menurut keyakinan pengikut Syi'ah Isna 'Asyariyyah. Aliran ini sejak berdirinya sampai hilangnya Imam ke- 12, tampaknya kurang terorganisasikan. Akan tetapi, demikian Gibb dan Kramers menjelaskan bahwa dalam perkembangan selanjutnya, aliran ini pernah mengalami kemajuan pesat, terutama setelah berdirinya dinasti Safawiyah dimana para penguasanya mengklaim bahwa diri mereka adalah masih keturunan Musa al-Kazim. Mereka menjadikan ajaran sekte ini sebagai mazhab resmi pemerintahan Safawi di Persia. Pada masa Syah Isma'il, ia memerintahkan kepada para Khatib dan Mu'azzin mengubah formula khutbah dan azannya, yaitu dengan menyebutkan nama-nama kedua belas Imam mereka dalam khutbah dan menambahkan kalimat [kata-kata Arab] dalam azannya, formula semacam ini tentunya dimaksudkan untuk menunjukkan ciri khas kesyi'ahan.[37]
Beberapa Ajaran Pokok Syi'ah Yang Berkaitan Dengan Paham Mahdi Atau Mahdiisme
Bahasan ini penulis batasi pada ajaran pokok Syi'ah yang berkaitan erat dengan doktrin Mahdiisme, yaitu pada masalah Imamah, al-Gaibah, dan 'Aqidah ar-Raj'ah.
Masalah Keimaman
Masalah keimaman bagi kaum Syi'ah adalah sangat fundamental, terutama bagi Syi'ah Isna 'Asyariyyah atau Syi'ah Dua belas. Masalah keimaman, mereka jadikan sebagai rukun atau saka guru agama, dan nas-nas keimaman, mereka pandang sebagai mutawatir. Oleh karena ia merupakan anugerah Tuhan yang harus diberikan kepada hamba-Nya, maka yang demikian itu merupakan kewajiban Tuhan baik secara rasional maupun tekstual.
Secara rasional, seorang Imam harus mengayomi ummat atau memelihara kemaslahatannya serta melindunginya dari berbagai kezaliman dan kemaksiatan. Selain itu seorang imam juga harus menjaga kelestarian Syari'at Islam dari usaha-usaha pemalsuan, dan oleh sebab itu, perlu adanya seorang Mufassir (Imam) dari sisi Tuhan guna menafsirkan dan mengambil hukum dari ayat-ayat al-Quran.[38] Alasan kedua ini senada dengan argumen tentang kehadiran al-Mahdi al-Ma'hud dalam Ahmadiyah, yang dipandang sebagai Mujaddid atau penafsir al-Quran sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Secara tekstual, keimaman Syi'ah adalah didasarkan pada hadis Gadir Khum, yang diyakini sebagai mutawatir. Di Gadir Khum inilah menurut aliran ini, Nabi bersama-sama sahabatnya beristirahat sepulang mereka dari menunaikan ibadah haji dan di tempat ini, Nabi di depan mereka, menunjuk 'Ali ibn Abi Talib sebagai penggantinya. Salah satu di antara riwayatnya ialah apa yang diriwayatkan oleh at-Tabrani dalam al-Kabir:
" ... Ya Allah! Barangsiapa yang beriman padaku dan membenarkan aku hendaknya ia menjadikan 'Ali ibn Abi Talib sebagai pemimpinnya, maka sesungguhnya kepemimpinannya adalah kepemimpinanku, dan kepemimpinanku adalah kepemimpinan Allah."
Dengan nas semacam ini, keimaman itu diberikan secara berkesinambungan dari imam yang satu kepada imam yang lain, dan oleh karenanya keimaman itu tidak akan keluar dari keturunan Ahlul-Bait.
Tradisi keimaman Syi'ah Isna 'Asyariyyah, tampaknya masih berjalan terus sampai sekarang, terutama dalam melaksanakan tugas-tugas keimaman yaitu perlu diangkatnya seorang Mandataris Imam, selama Imam Mahdi itu belum muncul kembali. Jabatan ini dalam dekade terakhir dipegang oleh Ayatullah Ruhullah Khumaini. Menurut pendapatnya, ajaran para imam adalah sejajar dengan al-Quran yang wajib ditaati dan dilaksanakan. Selama Imam Mahdi belum muncul, ia diwakili oleh seorang mandataris yang berhak. Kedudukan al-Mahdi dalam pandangan Syi'ah disejajarkan dengan Rasulullah, sebagaimana dinyatakan dalam riwayat Jafar: "Barangsiapa mengakui semua imam dan mengingkari Imam Mahdi, dia seperti mengakui semua nabi tetapi ia mengingkari Nabi Muhammad.[39]
Masalah Kegaiban Imam
Masalah kegaiban imam dalam kepercayaan Syi'ah berkaitan erat dengan kepercayaan tentang akan kembalinya imam-imam Syi'ah yang telah wafat kedunia, yang diistilahkan dengan [kata-kata Arab].Kepercayaan ini bermula dari suatu anggapan bahwa imam yang mereka cintai itu tidak mati, tetapi hanya menghilang untuk sementara waktu. Hal ini mengingatkan kita pada pernyataan Ibn Saba' sewaktu 'Ali ibn Abi Talib wafat, ia menyatakan:
"Seandainya kalian membawa otak 'Ali kepadaku seribu kali, aku tidak akan membenarkan kematiannya"[40]
Imam itu mempunyai masa kegaiban. "Apabila telah sampai kepadamu," demikian kata Abu Ja'far, "berita tentang kegaiban imam dari seorang yang (mempercayai) hal itu, maka janganlah kalian mengingkarinya."[41] Demikianlah kepercayaan kaum Syi'ah terhadap imam mereka.
Teori tentang kegaiban imam, tampaknya dicipta untuk mempertahunkan eksistensi suatu aliran tertentu yang terancam kehancuran, akibat persaingan ketat diantara sekte-sekte yang ada saat itu. Dengan demikian teori tersebut lebih bersifat politis daripada bersifat keagamaan, karena aliran ini menghadapi masa kevakuman imam yang cukup serius. Semula kaum Syi'ah hanya bersikap menunggu, akan tetapi kemudian muncul ide baru bagaimana cara berkomunikasi dengan seorang imam yang sedang gaib. Ide tersebut muncul bersamaan dengan timbulnya ambisi tokoh-tokoh non-Ahlul Bait yang ingin memainkan peranan imam sesudah Imam Muhammad ibn Hasan al-'Askari. Kemudian muncullah dua macam teori tentang al-Bab dan teori mengenai Mandataris Imam.
Teori tentang al-Bab, bermula dari aliran Syaikhiyyah yang mengajarkan bahwa Imam Mahdi itu selalu mengejawantah dan muncul di setiap tempat dalam wujud seorang laki-laki yang disebut sebagai al-Mu'minul-Kamil atau al-Bab atau al-Wali. Teori ini kemudian dikembangkan oleh 'Ali Muhammad asy-Syirazi bekas murid al-Kazim ar-Rasti penganut aliran tersebut. Muhammad Abu Zahrah menjelaskan, bahwa asy-Syirazi mengaku dirinya adalah al-Bab (pintu perantara) antara [kata-kata Arab] (Imam Mahdi yang sedang gaib) dengan kaum Syi'ah yang ingin mendapat ilmu atau petunjuk darinya.[42] Akhimya lahirlah aliran baru yang dikenal sebagai aliran al-Babiyyah.
Teori kedua adalah tentang Mandataris Imam, tampaknya teori ini adalah pengembangan dari teori yang pertama diatas. Hanya saja teori kedua ini berasal dari 'Ali ibn Muhammad as-Samin, ia mengaku telah menyodorkan secarik kertas yang telah ditandatangani oleh al-Mahdi, kepada Muhammad al-Hasan sewaktu as-Samiri akan meninggal, ia memberitahukan kepada Muhammad al-Hasan, bahwa al-Mahdi tidak akan muncul kembali sampai datang saat yang telah ditentukan oleh Tuhan, yaitu sesudah hati manusia menjadi beku dan kecurangan telah merajalela di atas bumi.[43] Sehingga dalam kepercayaan tersebut terdapat istilah al-Gaibah as-Sugra atau gaib sementara, dimana al Mahdi mempunyai empat orang duta, dan duta yang terakhir adalah as-Samiri. Kedua, al-Gaibah al-Kubra yaitu gaib untuk waktu yang lama. Selama al-Mahdi absen, ia diwakili oleh seorang yang dikenal sebagai Mandataris Imam, dan jabatan ini merupakan peringkat pertama dalam hirarki Syi'ah Dua belas.
Masalah 'Aqidah Ar-Raj'ah
Masalah 'Aqidah ar-Raj'ah yaitu kepercayaan Syi'ah, tentang akan kembalinya seorang imam yang telah wafat, adalah bermula dari kepercayaan orang-orang Yahudi terhadap kisah 'Uzair dan kisah Nabi Harun. Mereka berkeyakinan, bahwa Nabi Harun dibunuh oleh Nabi Musa di padang Tih, karena kedengkiannya kepada Nabi Harun. Sementara kaum Yahudi mengatakan bahwa Harun akan kembali lagi ke dunia, sedangkan yang lain berkeyakinan bahwa ia tidak wafat, dia hanya gaib dan akan kembali lagi.[44] Adanya kesamaan antara kepercayaan kaum Yahudi dengan kepercayaan Syi'ah, sangat dimungkinkan sesudah kedua belah pihak terjadi kontak langsung secara akrab. Diantara penulis Muslim seperti: Muhammad Abu Zahrah, Ahmad Amin, Ihsan Ilahi Zahir, berpendapat bahwa 'Aqidah Raj'ah tersebut diterima kaum Syi'ah lewat Ibn Saba' dan ajaran golongan Saba'iyyah.
Akan tetapi, Muhammad al-Bahi mengajukan argumen psikologis tentang terbentuknya 'Aqidah Raj'ah di kalangan kaum Syi'ah. Menurut pendapatnya, kepercayaan tersebut bermula dari keyakinan yang didasarkan pada kecintaan kaum Syi'ah terhadap imam-imam mereka yang telah wafat. Akibat kesedihan yang memuncak, kecintaan mereka semakin mendalam, dan mereka amat mendambakan kehadiran imam-imam yang mereka cintai itu. Akhimya mereka ragu-ragu akan kematiannya, dia hanya absen dan mereka tetap ingin menunggunya. Karena kecintaan yang kuat, lahirlah perenungan yang kuat pula, sekalipun kadang-kadang apa yang diyakininya itu bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa perenungan yang mengasyikkan jiwa disertai dengan keinginan kuat untuk menjumpai seorang (imam) yang dicintai itu, kemudian beralihlah dari kegaiban kepada harapan akan kehadirannya kembali, dan akhirnya terbentuklah 'Aqidah Raj'ah di kalangan kaum Syi'ah.[45]
Ketegangan jiwa akibat wafatnya seorang pemimpin yang dicintai, sering menimbulkan perubahan sikap atau tingkah laku seseorang, apabila ketegangan tersebut sulit diatasi. Keadaan semacam ini rupanya pernah dialami oleh 'Umar ibn Khattab sewaktu mendengar berita Rasulullah wafat. Ia tidak mengakui Nabi telah wafat, dengan pedang terhunus ia mengancam siapa saja yang berani mengatakan bahwa Nabi telah tiada. Akan tetapi, perubahan sikap demikian itu, tampaknya hanya bersifat sementara. Kasus seperti apa yang dialami 'Umar tersebut, rupanya banyak pula dialami oleh manusia lainnya. Dan bahkan jauh sebelum agama Yahudi lahir, bangsa Chaldea sudah pernah mengalami kasus seperti itu, yaitu tidak mau mengakui kematian Qabil sewaktu dibunuh oleh saudaranya, Habil. Malahan diyakini, ia akan kembali lagi ke dunia. Demikian pula halnya dengan kaum Nasrani, mereka meyakini bahwa Yesus yang mati di tiang salib, bangkit kembali dan terus naik ke langit dan duduk di sisi Tuhan, dia akan datang kembali ke dunia untuk memenuhi bumi dengan kedamaian dan kesucian.
Dari keterangan diatas, dapatlah disimpulkan bahwa pendapat al-Bahi tersebut memandang berpengaruhnya ajaran Yahudi di kalangan Syi'ah hanyalah sebagai faktor yang mempercepat proses lahirnya 'aqidah Raj'ah saja, sedangkan kepercayaan seperti itu merupakan gejala umum jiwa manusia dan tidak terbatas pada sekelompok manusia tertentu. Adapun munculnya 'Aqidah Raj'ah dalam suatu kelompok, terbatas pada para pencinta pimpinan atau imam, mereka menderita kesedihan yang hebat sebagai akibat wafatnya pimpinan yang dicintai tersebut.
Masalah al-Gaibah yang berkaitan erat dengan 'Aqidah ar-Raj'ah tidak bisa dipisahkan dari kepercayaan Syi'ah terhadap al-Mahdi. Tokoh ini merupakan idola pemimpin Syi'ah yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh penganut Syi'ah Duabelas. Rupanya sekte ini saja yang masih gigih mempertahankan paham Mahdi, sedangkan sekte-sekte lainnya yang semula memiliki kepercayaan yang serupa semakin lama semakin memudar bersama dengan memudarnya pengaruh sekte-sekte tersebut. Tetapi tidak demikian halnya dengan sekte Syi'ah Zaidiyyah. Sekte ini secara tegas menolak paham Mahdi, kecuali golongan al-Jarudiyyah yang merupakan sub sekte Syi'ah Zaidiyyah yang telah menyimpang jauh dari doktrin kezaidiyyahannya.
Dengan demikian, aliran Syi'ah dalam perjalanan sejarahnya, banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran non-Islam dan hanya Syi'ah Zaidiyyah yang masih menunjukkan keortodokannya, bila dibandingkan dengan sekte Syi'ah lainnya. Keterbukaan sikap kaum Syi'ah dalam menghadapi penetrasi budaya dan kepercayaan non-Islam yang pernah berakar dalam suatu masyarakat sebelum Islam datang, agaknya merupakan salah satu faktor penyebab tergesemya ajaran Islam ortodoks dalam kehidupan beragama di satu pihak, dan di pihak lain faktor terbentuknya paham Mahdi dengan berbagai macam versinya.
Kemahdian Syi'ah Tujuh tampak lebih nyata daripada kemahdian Syi'ah Dua belas, sehingga sekte yang disebut belakangan ini mencipta teori tentang al-Bab dan teori tentang Mandataris Imam, dengan demikian ide kemahdiannya lebih lama bertahan daripada yang lain.
Catatan kaki:
12. | Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah dan Syi'ah, terj. Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1983), hlm. 140.![]() |
15. | Pada prinsipnya kaum Syi'ah tidak: mau mengakui golongan Saba'iyyah sebagai sektenya, tetapi kaum Sunni pada umurnnya memandang golongan Saba'iyyah sebagai Syi'ah.![]() |
16. | Ihsan Ilahi Zahir, asy-Syi'ah wat-Tasyayyu selanjutnya disebut asy-Syi'ah (Lahore: Iradah Tarjumann as-Sunnah, 1984), hlm. 163.![]() |
20. | Ahmad Syalabi, Mausu'atut-Tarikhul-Islami wal-Hadaratul-Islamiyyah, vol. II, (Qahirah: Maktabah an-Nahdatul-Mõsriyyah, 1978), hlm. 147-8.![]() |
22. | Abul-Fath 'Abdul-Karim asy-Syahrastani, selanjutnya disebut asy- Syahrastani, al-Milal wan-Nihal, (Beirut: Darul-Fikr, tt.), hlm. 149.![]() |
25. | Abdur Rahman ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, selanjutnya disebut Ibn Khaldun, (Darul-Fikr, tt.), hlm. 200.![]() |
44. | Muhammad al-Bahi, al-Janibul-Ilahi min Tafkiril-Islami, (Qahirah: Daru Ihya'il-Kutubil-'Arabiyyah, 'Isa al-Babi al-Halabi, 1948), hlm. 88.![]() |
Langganan:
Postingan (Atom)
sukristiawan.com:SOWAN LEBARAN EKS MENTERI JOKOWI, SILATURAHMI ATAU MANUVER POLITIK.
SOWAN LEBARAN EKS MENTERI JOKOWI, SILATURAHMI ATAU MANUVER POLITIK. Oleh: Edy Mulyadi, Wartawan Senior FNN. Sederet menteri berkunjung ke ke...
-
Inilah Daftar Ribuan Nama Indonesia Di Panama Papers (Alphabetical Order) Inilah Daftar 2.961 Nama Indonesia Di “Panama Papers” (Alphabet...
-
YLBHI Ungkap 10 Faktor Jokowi Layak Dianugerahi Pemimpin Terkorup Sedunia. Mantan Presiden Jokowi. (Aris Wasita/Antara) "Dampaknya, tak...