POLITIK EKONOMI SOSIAL BUDAYA MILITER BUDAYA KESEHATAN SEJARAH OLAHRAGA BISNIS TEKNOLOGI PARIWISATA HUKUM AGAMA EDUKASI SASTRA NASIONAL INTERNASIONAL
Rabu, 22 April 2015
sukristiawan.com:Bolivia Merdeka darivBank dunia Dan IMF
Bolivia Merdeka Dari Bank Dunia Dan IMF
22 April 2015 | 2:21 WIB | 316 Views
Pemberontakan rakyat Bolivia pada tahun 2000
melawan korporasi multinasional, Bechtel,
menempatkan isu privatisasi air dan kebijakan
Bank Dunia dalam sorotan dunia internasional.
Utang Dan Penghematan
Selama 60 terakhir, beberapa perlawanan besar
rakyat Bolivia menarget kebijakan ekonomi yang
merusak yang dipaksakan oleh Bank Dunia dan
Dana Moneter Internasional (IMF).
Sebagian besar perlawanan ini fokus pada
penentangan terhadap kebijakan privatisasi dan
langkah-langkah penghematan, seperti
pemotongan belanja publik, dekrit privatisasi,
pemangkasan upah, dan pelemahan hak-hak
buruh lainnya.
Ketergantungan ekonomi Bolivia pada IMF dan
Bank Dunia meningkat di tahun 1970-an, ketika
negeri ini terjebak dalam utang massif untuk
mendanai modernisasi industri pertambangan
dan industri pertanian berorientasi ekspor, dan
karena itu, bisa memenuhi kebutuhan bahan
baku negara-negara utara dan memperkaya
segelintir perusahaan transnasional di sektor
tersebut.
Secara bertahap, reformasi yang didorong oleh
IMF menjadi modus operandi bagi elit Bolivia:
ketika kelas atas Bolivia tidak menderita akibat
langkah penghematan yang didorong oleh IMF,
mereka hanya punya sedikit simpati terhadap
korban kebijakan tersebut.
Pada pertengahan 1980an, Bolivia mengalami
krisis utang parah setelah gelombang modal
asing, terutama dari Bank swasta internasional,
untuk daur ulang petrodolar akibat kejatuhan
harga minyak dunia pada tahun 1973-1974.
Antara tahun 1971 hingga 1981, Boliviar
mendapat lebih dari 3 milyar USD melalui utang
luar negeri. Sekali berutang, pemerintah Bolivia
mendongak kepada IMF untuk mendapat bantuan
berupa pinjaman segar, dengan ketentuan mereka
harus melakukan penghematan fiskal supaya
mereka bisa membayar kembali utangnya kepada
kreditur swasta.
Bukannya berurusan dengan krisis pembayaran
jangka pendek, IMF memaksa pemerintah Bolivia
mengalihkan semua dana pemerintah dari
program sosial, yang berdampak buruk terhadap
pekerja berpendapatan rendah yang sangat
bergantung pada pelayanan publik.
“Pinjaman IMF dimaksudkan untuk mengurangi
defisit fiskal melalui pemotongan anggaran, yang
berujung pada pemangkasan belanja sosial,” kata
Patricia Miranda LSM FundaciĆ³n Jubileo yang
berbasis di Bolivia kepada teleSUR .
Di Bolivia, dampak langsung kebijakan IMF selalu
jatuh di pundak rakyat pedesan dan pekerja di
kota, akibat dari keputusan pemerintah
menerapkan tuntutan IMF, seperti menaikkan
pajak pendapatan pada pekerja berpendapatan
rendah.
“Kenaikan pajak pendapatan tanpa proposal
reformasi alternatif menyebabkan krisis sosial
terbesar di negeri ini yang pernah disaksikan,”
tambah Miranda.
Hal ini ditambah lagi dengan privatisasi BUMN
dan sumber daya alam, seperti gas dan air,
sepanjang tahun 1990-an hingga awal 2000-an
memicu pemberontakan rakyat yang menantang
langsung legitimasi IMF dan Bank Dunia.
Perang Air Chocabamba
Di tahun 2000, Bank Dunia mendorong
pemerintah Bolivia menjual sistim layanan air
umum Chocabamba kepada perusahaan Bechtel.
Kesepakatan ini, yang dinegosiasikan di balik
pintu tertutup antara Bank Dunia dan perwakilan
perusahaan Bechtel, menjamin kontrol
perusahaan ini terhadap perusahaan air minum
kota selama 40 tahun, yang memungkinkan
mereka menikmati keuntungan sebesar 16 persen
setiap tahunnya.
Akibat kontrak dengan Bechtel itu, tagihan air per
bulan meroket sebesar 43 persen untuk keluarga
berpendapatan rendah. Protes publik dan
perlawanan mulai terjadi begitu kebijakan ini
diambil, yang memaksa pemerintah Bolivia
membatalkan kontrak dengan Bechtel.
Kemenangan ini dianggap sebagai kemenangan
pertama gerakan rakyat setelah 15 tahun
kebijakan Washington Consensus dengan
kebijakan penyesuaian strukturalnya.
‘Perang air Chocabamba’ pada tahun 2000 itu
menyatukan rakyat miskin perkotaan, pedesaan,
mestizo, dan masyarakat adat, yang kemudian
berujung pada kemenangan elektoral bagi
Gerakan Untuk Sosialisme (MAS) dan terpilihnya
Evo Morales sebagai Presiden.
Era Baru
Lebih dari 15 tahun kemudian, hubungan Bolivia
dengan IMF dan Bank Dunia berubah drastis,
dimana Bolivia tidak lagi menjadi subjek dari
pemaksaan kebijakan oleh kedua lembaga
tersebut.
Sejak terpilihnya Evo Morales sebagai Presiden di
tahun 2005, pemerintah membuat panduan baru
untuk melindungi ekonomi Bolivia dari para
rentenir predator, seperti IMF dan Bank Dunia.
Pemerintahan Morales mempertahankan tata-
kelola ekonomi otonom sebagai komponen utama
kebijakannya untuk memperbesar landasan
politiknya. Karena, itu dimaksudkan untuk
memastikan bahwa bantuan keuangan eksternal
sesuai dengan tujuan pembangunan domestik
dan kebijakan fiskal pemerintah.
Di bawah Presiden Morales, manajemen resiko
bencana menjadi prioritas pemerintah Bolivia,
yang seringkali menjadi korban dampak
perubahan iklim—yang menyebabkan bencana
alam, meskipun Bolivia merupakan penyumbang
emisi karbon terkecil.
Akhir November tahun lalu, pemerintah Bolivia
mengesahkan UU manajemen resiko bencana,
menyusul dampak banjir pada awal 2014, yang
menyebabkan 50 orang meninggal, 411.500
orang korban, dan kerusakan besar yang ditaksir
mencapai 384 juta USD di provinsi Beni,
Chuquisaca, Cochabamba, Potosi, dan La Paz.
Yang mungkin sekilas tampak seperti kembali
pada kebijakan lama dalam upaya memperkuat
institusi manajemen bencana, pemerintah Bolivia
menyetujui pinjaman yang cukup besar pada
bulan Februari dengan Bank Dunia sebesar 200
juta USD untuk manajemen resiko perubahan
iklim dan bencana.
Akan tetapi, sebaimana dinyatakan oleh Miranda
dari Fundacion Jubileo , perjanjian pinjaman ini
memungkinkan kontrol eksekutif dan
administratif pemerintah dalam distribusi dan
alokasi pinjaman tersebut, yang menunjukkan
saat ini mengatur kedua pihak.
Meskipun karena adanya pinjaman baru itu,
utang keseluruhan Bolivia dengan Bank Dunia
turun dari 37 persen di tahun 2005 menjadi 9
persen di tahun 2014.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah
Bolivia telah berhasil mengurangi ketergantungan
pada IMF dan Bank Dunia melalui peningkatan
royalti pemerintah dari cadangan hidrokarbon
(sebuah kebijakan yang ditentang oleh IMF dan
Bank Dunia), yang memberi pemerintah
kemandirian fiskal yang memadai untuk
mempromosikan model ekonomi sendiri. Saat ini
negara merupakan penghasil kekayaan utama di
negeri ini.
Sejak Morales menempati kekuasaan di tahun
2005, pemerintah Bolivia telah berhasil
meningkatan produksi gas hidrokarbon dari 33
juta meter kubik menjadi 56 juta meter kubik
pada tahun 2013, yang telah mendorong
lompatan pendapatan dari hidrokarbon dari 9,8
persen di tahun 2005 menjadi 35 persen di tahun
2013. Hasilnya, sejak tahun 2006, belanja sosial
untuk kesehatan, pendidikan, pensiun dan
pengentasan kemiskinan telah meningkat lebih
dari 45 persen.
Namun, jika harga komoditas—termasuk gas—
terus jatuh, Bolivia kelihatannya diharuskan
mencari sumber-sumber penerimaan fiskal
alternatif untuk mempertahankan kemandirian
ekonominya dari institusi semacam IMF dan
Bank Dunia.
Di sisi lain, Bolivia masih bisa mengandalkan
tumpukan cadangan devisanya untuk
menghindari kemungkinan terburuk akibat
pinjaman dari Bank Dunia dan IMF.
Keberhasilan Bolivia dalam beberapa tahun
terakhir menunjukkan sebuah kemerdekaan baru
bagi sebuah negara, yang memungkinkan negara
bersangkutan menerapkan kebijakan sosial dan
ekonomi tanpa campur tangan dari IMF dan Bank
Dunia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar
Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM – Partai Bur...
-
Belajar Bareng Alie belajar menggemari belajar ...
-
Inilah Daftar Ribuan Nama Indonesia Di Panama Papers (Alphabetical Order) Inilah Daftar 2.961 Nama Indonesia Di “Panama Papers” (Alphabet...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar