POLITIK EKONOMI SOSIAL BUDAYA MILITER BUDAYA KESEHATAN SEJARAH OLAHRAGA BISNIS TEKNOLOGI PARIWISATA HUKUM AGAMA EDUKASI SASTRA NASIONAL INTERNASIONAL
Rabu, 08 April 2015
sukristiawan.com:sarekat islam
Sarekat Islam
Syarikat Islam (disingkat SI ) dahulu bernama
Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI ) didirikan
pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji
Samanhudi SDI merupakan organisasi yang
pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya
Organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi
ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang
Islam yang menentang masuknya pedagang
asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat
pada masa itu. Selanjutnya pada tahun 1912
berkat keadaan politik dan sosial pada masa
tersebut HOS Tjokroaminoto menggagas SDI
untuk mengubah nama dan bermetamorfosis
menjadi organisasi pergerakan yang hingga
sekarang disebut Syarikat Islam, Hos
Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih
luas yang dulunya hanya mencakupi
permasalahan ekonomi dan sosial. kearah
politik dan Agama untuk menyumbangkan
semangat perjuangan islam dalam semangat
juang rakyat terhadap kolonialisme dan
imperialisme pada masa tersebut.
Sejarah awal
Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada
awalnya merupakan perkumpulan pedagang-
pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji
Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905 ,
dengan tujuan awal untuk menghimpun para
pedagang pribumi Muslim (khususnya
pedagang batik) agar dapat bersaing dengan
pedagang-pedagang besar Tionghoa . Pada saat
itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa
tersebut telah lebih maju usahanya dan
memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari
pada penduduk Hindia Belanda lainnya.
Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh
pemerintah Hindia -Belanda tersebut kemudian
menimbulkan perubahan sosial karena
timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi
yang biasa disebut sebagai Inlanders.
SDI merupakan organisasi ekonomi yang
berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar
penggeraknya. Di bawah pimpinan H.
Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat
hingga menjadi perkumpulan yang
berpengaruh. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun
1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di
Batavia . Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo
mendirikan lagi organisasi semacam itu di
Buitenzorg . Demikian pula, di Surabaya H.O.S.
Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa
tahun 1912 . Tjokroaminoto masuk SI bersama
Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang
kelak kemudian memegang keuangan surat
kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto
kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan
mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam
(SI). Pada tahun 1912 , oleh pimpinannya yang
baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI
diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini
dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak
dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang
lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran
dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang
mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha
yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru
mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya
untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan,
persahabatan dan tolong-menolong di antara
muslim dan mengembangkan perekonomian
rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI
mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya
Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan
Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun
dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya
unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI
menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur
politik dan menentang ketidakadilan serta
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota
yang banyak sehingga menimbulkan
kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI
pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum
pada bulan Maret tahun 1916 . Setelah
pemerintah memperbolehkan berdirinya partai
politik, SI berubah menjadi partai politik dan
mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917 ,
yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel
Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi
anggota volksraad atas namanya sendiri
berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili
Central SI sebagaimana halnya HOS
Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan
dalam Central Sarekat Islam. Tapi
Tjokroaminoto tidak bertahan lama di lembaga
yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda itu dan
ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan
Rakyat), karena volksraad dipandangnya
sebagai "Boneka Belanda" yang hanya
mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini
dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi.
HOS Tjokroaminoto ketika itu telah
menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia)
diberi hak untuk mengatur urusan dirinya
sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda.
Potret bersama rapat Sarekat Islam di
Kaliwungu . Hadir para anggota dari
Kaliwungu, Peterongan , dan Mlaten ,
serta anggota Asosiasi Staf Kereta Api
dan Trem (VSTP) [1] Semarang.
Pada tahun 1912 , oleh pimpinannya yang baru
Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI
diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini
dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak
dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang
lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran
dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang
mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha
yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru
mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya
untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan,
persahabatan dan tolong-menolong di antara
muslim dan mengembangkan perekonomian
rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI
mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya
Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan
Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun
dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya
unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI
menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur
politik dan menentang ketidakadilan serta
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota
yang banyak sehingga menimbulkan
kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI
pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum
pada bulan Maret tahun 1916 . Setelah
pemerintah memperbolehkan berdirinya partai
politik, SI berubah menjadi partai politik dan
mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun
1917 .
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari
1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto
menyatakan bahwa SI bukan merupakan
organisasi politik, dan bertujuan untuk
meningkatkan perdagangan antarbangsa
Indonesia, membantu anggotanya yang
mengalami kesulitan ekonomi serta
mengembangkan kehidupan relijius dalam
masyarakat Indonesia.
Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober
1917 .
Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29
September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya .
Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan
jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial
berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di
luar parlemen.
Masuknya pengaruh
komunisme
SI yang mengalami perkembangan pesat,
kemudian mulai disusupi oleh paham
sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan
oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan
organisasi ISDV (Indische Sociaal-
Democratische Vereeniging) pada tahun 1914.
Pada mulanya ISDV sudah mencoba
menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham
yang mereka anut tidak berakar di dalam
masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari
Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya
kurang berhasil. Sehingga mereka
menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal
sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil
menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena
dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat
kecil dan menentang kapitalisme namun dengan
cara yang berbeda.
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil
memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti
Semaoen , Darsono , Tan Malaka , dan Alimin
Prawirodirdjo . Hal ini menyebabkan SI pecah
menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS
Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin
Semaoen. SI merah berlandaskan asas
sosialisme-komunisme.
Adapun faktor-faktor yang mempermudah
infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan
koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang
lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI
bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang
memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan
nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah
ketua SI Semarang.
2. Peraturan partai pada waktu itu
memperbolehkan keanggotaan multipartai,
mengingat pada mulanya organisasi seperti
Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi
non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV
(PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya
dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi
20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela
kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi
yang jelek mengakibatkan membumbungnya
harga-harga dan menurunnya upah karyawan
perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah
kolonial mengakibatkan dengan mudahnya
rakyat memihak pada ISDV.
4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita
rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem
liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak
tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada
tahun 1917 di Semarang.
SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis ,
Suryopranoto , Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo ) berhaluan kanan berpusat di kota
Yogyakarta . Sedangkan SI Merah (Semaoen ,
Alimin , Darsono ) berhaluan kiri berpusat di kota
Semarang. Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada
mulanya adalah penengah di antara kedua kubu
tersebut.
Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin
melebar saat keluarnya pernyataan Komintern
(Partai Komunis Internasional) yang menentang
cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI
Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil
Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur
yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak
akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan
komunis karena keduanya memang
bertentangan. Di samping itu Agus Salim
mengecam SI Semarang yang mendukung PKI .
Darsono membalas kecaman tersebut dengan
mengecam beleid (Belanda : kebijaksanaan)
keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga
menentang pencampuran agama dan politik
dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih
condong ke SI haluan kanan (SI Putih).
Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan
Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada
kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus
Salim pada kongres SI yang keenam 6-10
Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai
yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota
SI harus memilih antara SI atau organisasi lain,
dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur
komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI
sehingga Tan Malaka meminta pengecualian
bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil
karena disiplin partai diterima dengan mayoritas
suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari
Muhammadiyah dan Persis pun turut pula
dikeluarkan, karena disiplin partai tidak
memperbolehkannya.
Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat
lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923
di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto
memusatkan tentang peningkatan pendidikan
kader SI dalam memperkuat organisasi dan
pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret
1923, PKI memutuskan untuk menggerakkan SI
Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun
1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat
Rakyat".
Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan
bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai
kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang
jelas itulah PSI ditambah namanya dengan
Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII
menggabungkan diri dengan Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI).
Akibat keragaman cara pandang di antara
anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa
partai politik, di antaranya Partai Islam
Indonesia dipimpin Sukiman, PSII Kartosuwiryo ,
PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu
melemahkan PSII dalam perjuangannya. Pada
Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan
mendapatkan 8 (delapan) kursi parlemen.
Kemudian pada Pemilu 1971 pada zaman Orde
Baru, PSII di bawah kepemimpinan H. Anwar
Tjokroaminoto kembali menjadi peserta
bersama sembilan partai politik lainnya dan
berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI
sejumlah 12 (dua belas orang).
Referensi
1. ^ VSTP: Vereeniging van Spoor- en
Tramwegpersoneel
Bacaan lanjutan
George McTurnan Kahin, Nationalism and
Revolution in Indonesia , Cornell University
Press, 1952.
Nugroho Notosusanto , Sejarah Nasional
Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ,
1992.
Soe Hok Gie , Di Bawah Lentera Merah ,
Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta, 1992.
Pranala luar
(Inggris) The Sarekat Islam
Baca dalam bahasa lain
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar
Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM – Partai Bur...
-
Belajar Bareng Alie belajar menggemari belajar ...
-
Inilah Daftar Ribuan Nama Indonesia Di Panama Papers (Alphabetical Order) Inilah Daftar 2.961 Nama Indonesia Di “Panama Papers” (Alphabet...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar