Selasa, 20 Januari 2015

Ini Kata-Kata Bijak Bob Sadino yang Jadi Inspirasi Bisnis By Rio Apinino on Jan 20, 2015 at 12:14 WIB Comment 1. "Pebisnis itu harus nyentrik" 2. "Bisnis itu hanya modal dengkul. Bahkan jika Anda tidak punya dengkul, pinjam dengkul orang lain" 3. "Orang 'pintar' biasanya banyak ide, bahkan mungkin telalu banyak ide, sehingga tidak satu pun yang menjadi kenyataan. Sedangkan orang 'bodoh' mungkin hanya punya satu ide dan satu itu lah yang menjadi pilihan usahanya" 4. "Sebagian besar orang 'pintar' sangat pintar menganalisis. Setiap satu ide bisnis, dianalisis dengan sangat lengkap, mulai dari modal, untung rugi sampai break event point . Orang 'bodoh' tidak pandai menganalisis, sehingga lebih cepat memulai usaha" 5. "Jadikanlah keluarga sebagai motivator dan supporter pada saat baru memulai menjalankan bisnis maupun ketika bisnis semakin meguras waktu dan tenaga" 6. "Banyak orang 'bodoh' yang hanya mengandalkan semangat dan kerja keras plus sedikit kerja cerdas, menjadikannya sukses dalam berbisnis. Di lain sisi, kebanyakan orang 'pintar' malas untuk berkerja keras dan sok cerdas" 7. "Kebanyakan orang merasa sukses itu adalah hasil jerih payah diri sendiri, tanpa campur tangan Tuhan. Mengingat Tuhan adalah sebagai ibadah vertikal dan menolong sesama sebagai ibadah horizontal" 8. "Keberhasilan itu adalah sebuah titik kecil yang berada di puncak segunung kegagalan. Maka kalau mau sukses, carilah kegagalan sebanyak- banyaknya" 9. "Cukup satu langkah awal. Ada kerikil saya singkirkan. Melangkah lagi. Bertemu duri saya sibakkan. Melangkah lagi. Terhadang lubang saya lompati. Melangkah lagi. Berjumpa api saya mundur. Melangkah lagi. Berjalan terus dan mengatasi masalah" 10. "Orang 'pintar' merasa mampu melakukan berbagai hal dengan kepintarannya, termasuk mendapatkahn hasil dengan cepat. Sebaliknya, orang 'bodoh' merasa dia harus melalui jalan panjang dan berliku sebelum mendapatkan hasil"

Minggu, 18 Januari 2015

Sebelum PHK, Perusahaan Harus Punya Putusan Pidana Kuasa hukum pekerja menyatakan keputusan perusahaan untuk melakukan PHK telah melanggar beberapa aturan dan putusan MK tentang ketenagakerjaan. IHW Perseteruan antara perusahaan PT Huntsman Indonesia (Huntsman) dengan Sabar Siregar mendekati babak akhir. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta pada Kamis (14/2), kedua pihak menyerahkan berkas kesimpulan masing- masing kepada majelis hakim yang diketuai Heru Pramono. Sekedar mengingatkan, sengketa antara Huntsman dengan Sabar di PHI terkait dengan perselisihan PHK . Huntsman berniat memecat Sabar yang dianggap telah menyalahgunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Saat itu Huntsman mengkualifisir tindakan Sabar sebagai pelanggaran berat yang bisa langsung dipecat tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu. Disnakertrans Jakarta Timur sebagai mediator menganjurkan agar Huntsman memutus hubungan kerja dan membayarkan uang pisah kepada Sabar sebesar sebulan gaji. Di dalam kesimpulannya, Sabar melalui kuasa hukumnya, Johnson Siregar menyatakan tindakan pemecatan yang dilakukan Huntsman adalah bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan perusahaan. Betapa tidak, menurut Johnson, dalam perkara ini Huntsman dianggap menabrak beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Ditambahkan Johnson, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 012/PUU-1/2003 menjelaskan bahwa keberadaan Pasal 158 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan -yang memungkinkan perusahaan bisa langsung melakukan PHK buruh ketika dianggap melakukan pelanggaran berat berupa tindak pidana- sudah dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Artinya, buruh yang di-PHK karena dianggap melakukan pelanggaran berat, harus dibuktikan terlebih dulu dengan putusan pidana. Perusahaan tidak boleh mem-PHK sebelum mengantongi putusan itu, kata Johnson. Selain putusan MK, Johnson menggunakan Surat Edaran Menakertrans bernomor SE-13/MEN/SJ- HK/I/2005 sebagai dasar argumennya. Pada poin 3 huruf a Surat Edaran Menteri itu disebutkan bahwa pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja/ buruh melakukan kesalahan berat (eks Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dihubungi melalui telepon pada Kamis (14/2), Kemalsyah Siregar, kuasa hukum Huntsman membantah tudingan yang menyebutkan bahwa pihaknya telah melanggar peraturan dalam mem-PHK Sabar. Dijelaskan Kemal, Huntsman tidak pernah menuduh Sabar melakukan kesalahan berat dalam konteks pidana seperti pencurian atau penggelapan. Sabar kami nilai telah melakukan kesalahan dengan menyalahgunakan fasilitas perusahaan yang terdapat di dalam Pasal 59.2 (e) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di Huntsman, jelasnya. Pernyataan Kemal ini yang dikritik Johnson. Seperti tertuang dalam berkas kesimpulannya, Johnson menerangkan bahwa selain Pasal 59.2 (e), Sabar juga dianggap melanggar Pasal 64 Ayat (3) PKB yang berbunyi mencuri, memalsukan dokumen, menipu, penggelapan dan atau kejahatan lainnya. Mereka tidak pernah mau mengakui bahwa dasar pemecatan Sabar adalah juga dengan pasal 64 Ayat (3) ini. Mereka tahu bahwa posisi mereka lemah kalau ketahuan menggunakan pasal ini dalam memecat. Terlepas dari perdebatan Kemal dan Johnson, berdasarkan catatan hukumonline , penafsiran hakim PHI atas putusan MK dan surat edaran Menakertrans ternyata belum seragam. Dalam perkara Nudin melawan PT Wisma Bumputera misalnya. Nudin yang dianggap melakukan penganiayaan terhadap rekan kerjanya akhirnya di-PHK melalui putusan PHI Jakarta. Padahal saat itu belum ada putusan pidana yang menghukum Nudin bersalah. Skorsing tak berujung Pada bagian lain kesimpulannya, Johnson kembali menguraikan bentuk arogansi dan kesewenang-wenangan Huntsman yang telah melakukan skorsing selama lebih kurang sepuluh bulan sejak Maret 2007 lalu. Padahal, mengacu pada Pasal 62 Ayat (3) PKB, disebutkan bahwa skorsing dilakukan untuk jangka waktu paling lama 6 bulan. Ini apa lagi kalau bukan bentuk arogannya perusahaan? Masa PKB-nya sendiri dilanggar juga? geram Johnson. Mengenai hal itu, Kemal kembali membantah. Ia mengaku telah mengirimkan surat kepada Sabar yang isinya memberitahukan perubahan status skorsing. Kami sudah sampaikan surat, bahwa status skorsing diubah menjadi skorsing dalam proses PHK sebagaimana diatur dalam Pasal 155 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan, jelasnya. Hakim Heru Pramono menunda persidangan hingga sepekan mendatang (21/2) dengan agenda pembacaan putusan.

Jumat, 16 Januari 2015

SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.

Kamis, 15 Januari 2015

Kisah Bripda Taufik, Wujudkan Mimpi Jadi Polisi meski Tinggal di Bekas Kandang Sapi TRIBUN JOGJA/SANTO ARI Bripda Muhammad Taufik Hidayat di depan rumahnya. Ia dan keluarga tingga di bangunan yang sebelumnya adalah kandang sapi. Kamis, 15 Januari 2015 | 06:45 WIB YOGYAKARTA, KOMPAS.com — "Bapak tampar pipi saya. Ini bukan mimpi toh . Saya benar diterima menjadi polisi". Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut Bripda M Taufik Hidayat kepada ayahnya, Triyanto, saat pertama kali tahu kalau dia lulus menjadi calon anggota polisi. Kata-kata itu bukanlah tanpa alasan. Sebab, meski dengan segala keterbatasan ekonomi, pemuda kelahiran 20 Maret 1995 ini perlu berjuang keras untuk dapat meraih cita-citanya menjadi anggota kepolisian. Terlahir dari keluarga tidak mampu, sejak kecil M Taufik Hidayat sudah terbiasa kerja keras untuk meraih apa yang diinginkannya. Pendapatan Triyanto yang hanya sebagai buruh bangunan terbilang pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi untuk membiayai sekolah Taufik dan ketiga adik-adiknya. Tak jarang, Taufik harus menunggak biaya sekolahnya karena tak punya biaya. Karena itu, demi dapat menyelesaikan sekolahnya dan membantu keuangan keluarga, Taufik rela ikut bekerja sebagai tukang gali pasir di Sungai Gendol. "Saya bantu bapak menambang pasir di Sungai Gendol. Ya untuk biaya hidup dan biaya sekolah saya dan adik-adik," ucapnya. Menunda mimpi Lulus dari sekolah menengah kejuruan (SMK), anak pertama dari empat bersaudara ini pun harus menahan cita-citanya mendaftar menjadi anggota kepolisian. Kebutuhan ekonomi memaksanya untuk bekerja di bekas sekolahnya, SMK 1 Seyegan, sebagai pembina Pramuka merangkap asisten perpustakaan. "Honor saya dari pembina Pramuka dan asisten perpustakaan sekitar Rp 700.000," tuturnya. Pada awal Desember 2014 lalu, Taufik memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan di SMK 1 Seyegan. Ia membulatkan tekadnya untuk mendaftar sebagai calon anggota polisi di Mapolda DIY. Berkat kerja keras dan doa sang ayah, pada akhir Desember 2014 Taufik lulus dari tes Calon Anggota Polisi dan mengikuti pendidikan di Sekolah Polisi Negara Selopamioro, Imogiri, Bantul. "Saya tidak percaya, sampai minta bapak menampar pipi. Bahkan saat di gerbang SPN saya masih tidak percaya," ujar Taufik sambil tersenyum ketika mengingat satu fragmen dalam hidupnya. Setelah lulus dengan pangkat Bripda, Taufiq menjalani karier pertamanya di Direktorat Sabhara Polda DIY. Namun, lagi-lagi karena tidak punya biaya dan kendaraan, setiap pagi saat berangkat dinas, Bripda M Taufik Hidayat harus rela berjalan kaki sekitar 7 kilometer dari rumahnya di Dusun Jongke Tengah RT 04 RW 23 Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, menuju Mapolda DIY. "Bangun subuh, salat, lalu jalan kaki ke Mapolda DIY. Kadang kalau pas ketemu teman ya bonceng," tuturnya. Diakuinya, meski telah bangun subuh, tetapi dirinya sering terlambat masuk dinas. Keterlambatan itulah yang menuai kecurigaan dari atasannya. Setelah memberikan penjelasan dan mengecek kebenaran itu, atasan Bripda Taufik lantas meminjamkan motor pribadinya. "Sekarang saya dipinjami motor Pak Wadir Sabhara," ucapnya. Hidup prihatin Seperti bola tenis, ketika dilempar dengan keras ke tanah maka lentingannya akan lebih tinggi ke atas. Seperti itulah tekad Bripda Taufik. Pahit getir dan kerasnya kehidupan yang dijalani anggota Sabhara Polda DIY sejak kedua orangtuanya bercerai menjadi kekuatan untuk melenting lebih tinggi. Saat duduk di bangku SMP, Bripda Taufik harus menerima kenyataan pahit. Kedua orangtuanya bercerai. Rumah satu-satunya pun dijual oleh sang ibu. Alhasil, Bripda Taufik bersama ayah dan ketiga adiknya harus pindah rumah. Namun, karena uang tidak mencukupi untuk membeli rumah, Triyanto selaku ayah memutuskan untuk mengontrak bekas kandang sapi di Dusun Jongke Tengah. Kandang sapi itu kemudian dialihfungsikan sebagai tempat tinggal. "Per bulan bayar Rp 170.000. Ya memang seperti itu kondisinya. Lantainya masih tanah," ucap Triyanto. Rumah semipermanen berukuran 2,5 m x 5 m kondisinya memang memprihatinkan. Bahkan karena belum ada biaya, daun pintu dan dinding sisi utara dibiarkan terbuka. Untuk mengurangi embusan dingin udara malam dan tetesan air hujan, terpaksa pintu dan sisi yang masih terbuka ditutup dengan mengunakan spanduk-spanduk bekas. Sekeliling bangunan yang ditempati Bripda Taufik pun merupakan kandang sapi yang dikelola kelompok masyarakat setempat sehingga bau menyengat kotoran sapi setiap hari harus dirasakannya. Di dalam rumah semipermanen itu hanya ada dua kasur tempat tidur. Dua kasur dengan kodisi berlubang itu dipakai oleh lima orang, yaitu tiga adiknya, ayah, dan dirinya. Bahkan, ketika Bripda Taufik tidur di rumah, Triyanto mengalah untuk tidur di mobil pikap beralaskan tikar dan beratap langit. "Saya senang kalau piket dan tidak pulang. Soalnya kasihan bapak kalau tidur di luar. Bapak sering mengalah tidur di bak mobil," kata Taufik. Melihat keadaan itu, di gaji pertamanya menjadi anggota kepolisian, Taufik berencana akan menggunakannya untuk mengontrak rumah yang lebih layak. Ini dilakukan demi ayah dan ketiga adiknya yang masih kecil-kecil. "Nanti kalau gajian pertama, saya ingin gunakan untuk mengontrak rumah. Kasihan bapak dan adik- adik kalau tetap tinggal di sana," tuturnya. Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma Editor: Bayu Galih

Selasa, 13 Januari 2015

Konsultasi Umum: Mengatasi Radang Amandel Tanpa Operasi Yulida Medistiara - detikhealth Radang amandel memang mengganggu. Tidak cuma anak-anak, orang dewasa pun bisa mengalami keluhan ini. Saat kondisi ini terjadi, menelan makanan jadi terasa nyeri. Alhasil penderitanya pun kehilangan nafsu makan. Untuk mengatasi radang amandel, bisakah dilakukan tanpa operasi? Dalam Konsultasi Umum detikHealth pertanyaan seputar mengatasi radang amandel tanpa operasi menjadi salah satu pertanyaan yang paling populer. Misalnya yang dilontarkan Azhar, pria lajang berusia 19 tahun. "Dokter yang terhormat, bagaimana cara mengobati penyakit amandel tanpa operasi?" dr Dito Anurogo, pengasuh Konsultasi Umum detikHealth memaparkan untuk mengobati amandel ada dua macam cara, yaitu secara konservatif dan operatif. Secara konservatif yakni dengan cara menghilangkan gejala dan pemberian obat (analgetik, antipiretik, obat kumur, antibiotik spektrum luas sesuai indikasi). "Strategi konservatif ini perlu disertai dengan istirahat, diet makanan lunak, menghindari semua yang digoreng serta sebisa mungkin tidak pedas," ucap dr Dito yang rajin menulis buku ini. Sedangkan tindakan operatif, yaitu dengan cara pengangkatan amandel (tonsilektomi) atau istilah awamnya ialah operasi. Adapun indikasi perlu tidaknya dioperasi, perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Sebelum melakukan tonsilektomi (operasi amandel), dokter akan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti urgensi, tingkat keparahan, usia, biaya, komplikasi, dan yang tak kalah penting adalah beragam faktor penyulit yang berpotensi menghambat atau bahkan 'mengganggu operasi'. Faktor penyulit ini dapat disebabkan berbagai macam penyakit atau komplikasi, seperti infeksi leher bagian dalam, radang telinga bagian tengah (otitis media), radang rongga hidung (sinusitis paranasal), bahkan perluasan penyakit hingga ke organ-organ ginjal, jantung, dan persendian. Penyulit lainnya adalah perdarahan dan adanya pnemonia aspirasi. "Mencegah amandel agar tidak membengkak dengan cara menghindari konsumsi minuman dingin (termasuk es), gorengan atau jajanan pasar, lebih sering mengonsumsi minuman yang hangat, memertahankan daya tahan tubuh (misalnya dengan berolahraga, berpola hidup sehat dan seimbang)," saran dr Dito. Jika terdapat kasus amandel yang kambuh disertai rasa sakit yang bertambah, meriang, batuk, flu dan sakit kepala, dr Dito menyarankan seseorang yang memiliki gejala seperti itu untuk segera memeriksakan diri ke dokter umum atau dokter keluarga. "Pertimbangan perlu tidaknya dioperasi, dapat langsung ditanyakan, mengingat perlu pemeriksaan lebih lanjut. Dengan penatalaksanaan yang komprehensif dan paripurna, maka amandel tentu tak lagi membandel," tutup dr Dito yang pernah berkarya di Comprehensive Herbal Medicine Institute (CHMI), Center for Robotic and Intelligent Machines (CRIM), dan Brain and Circulation Institute of Indonesia (BCII) Quiz On Article PROGRAM PILIHAN DETIKHEALTH 2014 Apa nama lembaga yang secara khusus mengurusi perlindungan anak? Komnas HAM Komnas Perlindungan Anak Komnas Saintifikasi Jamu Kirim

sukristiawan.com:Fundamental Dasar Saham yang sering disebut sebagai Analisis Fundamental.

Fundamental Dasar Saham  yang sering disebut sebagai  Analisis Fundamental . Tentu, mari kita bahas Fundamental Dasar Saham yang sering dis...