Jumat, 16 Januari 2015

SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER Jakarta, 21 Januari 2009 No.: 21/VRH&P-SP/I/2009 Kepada Yth. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta Jl. Prapatan No. 52 Jakarta Pusat Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR Dengan Hormat, Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI), beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26 C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok – Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A. Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini memilih domisili hukum di kantor kuasanya, ……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 (Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan hak terkait adanya penyimpangan dana JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut sebagai “ Pengusaha”. Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa antara Pengusaha dengan Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No. 955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005 yang telah berkekuatan hukum tetap; 2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT. HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan uang iuran kepesertaan didasarkan pada komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP), bukan atas komponen upah (gaji termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh Pekerja; 3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel Indonesia Natour melalui surat No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari Tua sesuai daftar terlampir; 4. Bahwa akan tetapi desakan Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia Natour. Sehingga permasalahan hak normatif terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum terselesaikan; 5. Bahwa oleh karena hak normatif merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak- nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum melaksanakan kewajibannya tersebut; 6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku pejabat negara yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan, sudah sepatutnya memanggil kembali para pihak pihak yang berselisih terkait dengan jamsostek yang belum diberikan secara penuh kepada eks-pekerja; 7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari potongan upah pekerja setiap bulannya sejak pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003; 8. Bahwa dengan ini kami memohon kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya Nota Anjuran. Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya, khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala perhatiannya, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, Kuasa Hukum Penggugat VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H LAMPIRAN : 1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009 2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/ PHK/6-2005; 3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/ PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005; 4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT; 5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata Periode 0 tahun s/d Okt 2001; Tembusan : 1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta; 2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta; 3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan Hubungan Industrial Depnakertrans; 4. Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Depnakertrans; 5. Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Depnakertrans; 6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour; 7. Arsip.

Kamis, 15 Januari 2015

Kisah Bripda Taufik, Wujudkan Mimpi Jadi Polisi meski Tinggal di Bekas Kandang Sapi TRIBUN JOGJA/SANTO ARI Bripda Muhammad Taufik Hidayat di depan rumahnya. Ia dan keluarga tingga di bangunan yang sebelumnya adalah kandang sapi. Kamis, 15 Januari 2015 | 06:45 WIB YOGYAKARTA, KOMPAS.com — "Bapak tampar pipi saya. Ini bukan mimpi toh . Saya benar diterima menjadi polisi". Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut Bripda M Taufik Hidayat kepada ayahnya, Triyanto, saat pertama kali tahu kalau dia lulus menjadi calon anggota polisi. Kata-kata itu bukanlah tanpa alasan. Sebab, meski dengan segala keterbatasan ekonomi, pemuda kelahiran 20 Maret 1995 ini perlu berjuang keras untuk dapat meraih cita-citanya menjadi anggota kepolisian. Terlahir dari keluarga tidak mampu, sejak kecil M Taufik Hidayat sudah terbiasa kerja keras untuk meraih apa yang diinginkannya. Pendapatan Triyanto yang hanya sebagai buruh bangunan terbilang pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi untuk membiayai sekolah Taufik dan ketiga adik-adiknya. Tak jarang, Taufik harus menunggak biaya sekolahnya karena tak punya biaya. Karena itu, demi dapat menyelesaikan sekolahnya dan membantu keuangan keluarga, Taufik rela ikut bekerja sebagai tukang gali pasir di Sungai Gendol. "Saya bantu bapak menambang pasir di Sungai Gendol. Ya untuk biaya hidup dan biaya sekolah saya dan adik-adik," ucapnya. Menunda mimpi Lulus dari sekolah menengah kejuruan (SMK), anak pertama dari empat bersaudara ini pun harus menahan cita-citanya mendaftar menjadi anggota kepolisian. Kebutuhan ekonomi memaksanya untuk bekerja di bekas sekolahnya, SMK 1 Seyegan, sebagai pembina Pramuka merangkap asisten perpustakaan. "Honor saya dari pembina Pramuka dan asisten perpustakaan sekitar Rp 700.000," tuturnya. Pada awal Desember 2014 lalu, Taufik memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan di SMK 1 Seyegan. Ia membulatkan tekadnya untuk mendaftar sebagai calon anggota polisi di Mapolda DIY. Berkat kerja keras dan doa sang ayah, pada akhir Desember 2014 Taufik lulus dari tes Calon Anggota Polisi dan mengikuti pendidikan di Sekolah Polisi Negara Selopamioro, Imogiri, Bantul. "Saya tidak percaya, sampai minta bapak menampar pipi. Bahkan saat di gerbang SPN saya masih tidak percaya," ujar Taufik sambil tersenyum ketika mengingat satu fragmen dalam hidupnya. Setelah lulus dengan pangkat Bripda, Taufiq menjalani karier pertamanya di Direktorat Sabhara Polda DIY. Namun, lagi-lagi karena tidak punya biaya dan kendaraan, setiap pagi saat berangkat dinas, Bripda M Taufik Hidayat harus rela berjalan kaki sekitar 7 kilometer dari rumahnya di Dusun Jongke Tengah RT 04 RW 23 Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, menuju Mapolda DIY. "Bangun subuh, salat, lalu jalan kaki ke Mapolda DIY. Kadang kalau pas ketemu teman ya bonceng," tuturnya. Diakuinya, meski telah bangun subuh, tetapi dirinya sering terlambat masuk dinas. Keterlambatan itulah yang menuai kecurigaan dari atasannya. Setelah memberikan penjelasan dan mengecek kebenaran itu, atasan Bripda Taufik lantas meminjamkan motor pribadinya. "Sekarang saya dipinjami motor Pak Wadir Sabhara," ucapnya. Hidup prihatin Seperti bola tenis, ketika dilempar dengan keras ke tanah maka lentingannya akan lebih tinggi ke atas. Seperti itulah tekad Bripda Taufik. Pahit getir dan kerasnya kehidupan yang dijalani anggota Sabhara Polda DIY sejak kedua orangtuanya bercerai menjadi kekuatan untuk melenting lebih tinggi. Saat duduk di bangku SMP, Bripda Taufik harus menerima kenyataan pahit. Kedua orangtuanya bercerai. Rumah satu-satunya pun dijual oleh sang ibu. Alhasil, Bripda Taufik bersama ayah dan ketiga adiknya harus pindah rumah. Namun, karena uang tidak mencukupi untuk membeli rumah, Triyanto selaku ayah memutuskan untuk mengontrak bekas kandang sapi di Dusun Jongke Tengah. Kandang sapi itu kemudian dialihfungsikan sebagai tempat tinggal. "Per bulan bayar Rp 170.000. Ya memang seperti itu kondisinya. Lantainya masih tanah," ucap Triyanto. Rumah semipermanen berukuran 2,5 m x 5 m kondisinya memang memprihatinkan. Bahkan karena belum ada biaya, daun pintu dan dinding sisi utara dibiarkan terbuka. Untuk mengurangi embusan dingin udara malam dan tetesan air hujan, terpaksa pintu dan sisi yang masih terbuka ditutup dengan mengunakan spanduk-spanduk bekas. Sekeliling bangunan yang ditempati Bripda Taufik pun merupakan kandang sapi yang dikelola kelompok masyarakat setempat sehingga bau menyengat kotoran sapi setiap hari harus dirasakannya. Di dalam rumah semipermanen itu hanya ada dua kasur tempat tidur. Dua kasur dengan kodisi berlubang itu dipakai oleh lima orang, yaitu tiga adiknya, ayah, dan dirinya. Bahkan, ketika Bripda Taufik tidur di rumah, Triyanto mengalah untuk tidur di mobil pikap beralaskan tikar dan beratap langit. "Saya senang kalau piket dan tidak pulang. Soalnya kasihan bapak kalau tidur di luar. Bapak sering mengalah tidur di bak mobil," kata Taufik. Melihat keadaan itu, di gaji pertamanya menjadi anggota kepolisian, Taufik berencana akan menggunakannya untuk mengontrak rumah yang lebih layak. Ini dilakukan demi ayah dan ketiga adiknya yang masih kecil-kecil. "Nanti kalau gajian pertama, saya ingin gunakan untuk mengontrak rumah. Kasihan bapak dan adik- adik kalau tetap tinggal di sana," tuturnya. Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma Editor: Bayu Galih

Selasa, 13 Januari 2015

Konsultasi Umum: Mengatasi Radang Amandel Tanpa Operasi Yulida Medistiara - detikhealth Radang amandel memang mengganggu. Tidak cuma anak-anak, orang dewasa pun bisa mengalami keluhan ini. Saat kondisi ini terjadi, menelan makanan jadi terasa nyeri. Alhasil penderitanya pun kehilangan nafsu makan. Untuk mengatasi radang amandel, bisakah dilakukan tanpa operasi? Dalam Konsultasi Umum detikHealth pertanyaan seputar mengatasi radang amandel tanpa operasi menjadi salah satu pertanyaan yang paling populer. Misalnya yang dilontarkan Azhar, pria lajang berusia 19 tahun. "Dokter yang terhormat, bagaimana cara mengobati penyakit amandel tanpa operasi?" dr Dito Anurogo, pengasuh Konsultasi Umum detikHealth memaparkan untuk mengobati amandel ada dua macam cara, yaitu secara konservatif dan operatif. Secara konservatif yakni dengan cara menghilangkan gejala dan pemberian obat (analgetik, antipiretik, obat kumur, antibiotik spektrum luas sesuai indikasi). "Strategi konservatif ini perlu disertai dengan istirahat, diet makanan lunak, menghindari semua yang digoreng serta sebisa mungkin tidak pedas," ucap dr Dito yang rajin menulis buku ini. Sedangkan tindakan operatif, yaitu dengan cara pengangkatan amandel (tonsilektomi) atau istilah awamnya ialah operasi. Adapun indikasi perlu tidaknya dioperasi, perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Sebelum melakukan tonsilektomi (operasi amandel), dokter akan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti urgensi, tingkat keparahan, usia, biaya, komplikasi, dan yang tak kalah penting adalah beragam faktor penyulit yang berpotensi menghambat atau bahkan 'mengganggu operasi'. Faktor penyulit ini dapat disebabkan berbagai macam penyakit atau komplikasi, seperti infeksi leher bagian dalam, radang telinga bagian tengah (otitis media), radang rongga hidung (sinusitis paranasal), bahkan perluasan penyakit hingga ke organ-organ ginjal, jantung, dan persendian. Penyulit lainnya adalah perdarahan dan adanya pnemonia aspirasi. "Mencegah amandel agar tidak membengkak dengan cara menghindari konsumsi minuman dingin (termasuk es), gorengan atau jajanan pasar, lebih sering mengonsumsi minuman yang hangat, memertahankan daya tahan tubuh (misalnya dengan berolahraga, berpola hidup sehat dan seimbang)," saran dr Dito. Jika terdapat kasus amandel yang kambuh disertai rasa sakit yang bertambah, meriang, batuk, flu dan sakit kepala, dr Dito menyarankan seseorang yang memiliki gejala seperti itu untuk segera memeriksakan diri ke dokter umum atau dokter keluarga. "Pertimbangan perlu tidaknya dioperasi, dapat langsung ditanyakan, mengingat perlu pemeriksaan lebih lanjut. Dengan penatalaksanaan yang komprehensif dan paripurna, maka amandel tentu tak lagi membandel," tutup dr Dito yang pernah berkarya di Comprehensive Herbal Medicine Institute (CHMI), Center for Robotic and Intelligent Machines (CRIM), dan Brain and Circulation Institute of Indonesia (BCII) Quiz On Article PROGRAM PILIHAN DETIKHEALTH 2014 Apa nama lembaga yang secara khusus mengurusi perlindungan anak? Komnas HAM Komnas Perlindungan Anak Komnas Saintifikasi Jamu Kirim
Indonesia Jangan Takut pada Tiongkok Oleh Admin | Diposkan 2014-12-12 00:13:34 Jakarta, CNN Indonesia -- Puncak Hari Nusantara yang jatuh pada tanggl 13 Desember, tahun ini diundur perayaannya menjadi tanggal 15 Desember. Perayaan yang dijadwalkan akan dihadiri oleh Presiden Jokowi ini akan dilangsungkan di Kotabaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pengamat geopolitik maritim Suryo AB dari Puspol Indonesia, mengatakan, perayaan Hari Nusantara, yang akan menjadi salah satu momen penting untuk program poros maritim dunia yang menjadi prioritas Jokowi, seharusnya bisa dilangsungkan di lokasi yang lebih strategis seperti Natuna. “Kepulauan Natuna berbatasan dengan delapan negara dan karena itu, jika perayaan Hari Nusantara dilangsungkan di sana, maka itu akan menjadi diplomasi yang bagus bagi kita, bahwa Natuna adalah milik kita. Ini seolah-olah kita takut sama Tiongkok, kita jangan takut,” ujar Suryo pada CNN Indonesia pada Kamis (11/12). Kepulauan Natuna, secara langsung berbatasan dengan Thailand, Malaysia dan Vietnam. “Kalau berbatasan langsung memang cuma tiga negara itu. Namun jika dilihat dari pertarungan geopolitis, maka Natuna berada di kawasan yang bersinggungan dengan negara lain juga yakni Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Tiongkok dan Taiwan. Kepualauan Natuna sempat dikhawatirkan akan diklaim Tiongkok ketika Tiongkok mendeklarasikan “9 Dash Line”, berupa garis putus-putus yang mengklaim 90 persen wilayah perairan Laut China Selatan dan mencakup beberapa wilayah laut negara Asean, termasuk beberapa pulau terluar di kepulauan Natuna. Di tempat berbeda, seperti dikutip dari Reuters, Luhut Pandjaitan, mantan komandan Kopassus ketika berada di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, mengatakan bahwa Indonesia seharusnya menambah anggaran militer hingga US$20 miliar per tahun pada 2019 untuk melindungi wilayah kedaulatan wilayahnya. Ini termasuk wilayah yang dipersengketakan dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan di sekitar Kepulauan Natuna. Dihubungi lewat telepon pada Kamis (11/12), Kapuspen TNI Fuad Basya mengatakan bahwa TNI mengapresiasi jika pemerintah berniat meningkatkan dana militer TNI, namun itu belum tentu hanya diperuntukkan di wilayah Natuna. “Panglima TNI sudah pernah mengkofirmasi soal garis putus-putus yang dibuat oleh Tiongkok kepada perwakilan Tiongkok di Indonesia dan mereka menjawab Tiongkok tidak punya klaim teritorial terhadap wilayah Indonesia,” ujar Fuad. Disinggung soal sengketa Laut China Selatan antara Tiongkok dan beberapa negara, Fuad mengatakan Indonesia akan mengutamakan dialog. “Jikapun ada permasalahan dengan negara lain, maka kita berharap diselesaikan dengan baik, lewat kerja sama,” tambah Fuad.

Senin, 12 Januari 2015

Resources / Hukum & UU Waralaba / Permendag RI No.12 2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan STPUW by: Waralaba.com Peraturan mengenai penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-DAG/PER/3/2006 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan usaha Waralaba perlu dikembangkan dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha Waralaba nasional dan meningkatkan peran serta pengusaha kecil dan menengah baik sebagai Pemberi Waralaba, Penerima Waralaba maupun sebagai Pemasok barang dan/atau jasa; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3611); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690); 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718); 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005; 6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 62 Tahun 2005; 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2005; 8. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 30/M-DAG/PER/12/2005; 9. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 09/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/ atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba. 2. Pemberi Waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba. 3. Penerima Waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba. 4. Penerima Waralaba Utama (Master Franchisee) adalah Penerima Waralaba yang melaksanakan hak membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan yang diperoleh dari Pemberi Waralaba dan berbentuk Perusahaan Nasional. 5. Penerima Waralaba Lanjutan adalah badan usaha atau perorangan yang menerima hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba melalui Penerima Waralaba Utama. 6. Perjanjian Waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba Utama. 7. Perjanjian Waralaba Lanjutan adalah perjanjian secara tertulis antara Penerima Waralaba Utama dengan Penerima Waralaba Lanjutan. 8. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba selanjutnya disingkat STPUW adalah bukti pendaftaran yang diperoleh Penerima Waralaba setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan STPUW dan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan ini. 9. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya dibidang Perdagangan. BAB II KEGIATAN DAN PERSYARATAN USAHA WARALABA Pasal 2 Kegiatan usaha Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Pasal 3 (1) Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba Utama untuk membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan. (2) Penerima Waralaba Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai Pemberi Waralaba dalam melaksanakan Perjanjian Waralaba Lanjutan. Pasal 4 Penerima Waralaba Utama wajib melaksanakan sendiri kegiatan usaha Waralaba dan mempunyai paling sedikit 1 (satu) tempat usaha. Pasal 5 Sebelum membuat perjanjian, Pemberi Waralaba wajib memberikan keterangan tertulis atau prospektus mengenai data atau informasi usahanya dengan benar kepada Penerima Waralaba yang paling sedikit memuat: a. Identitas Pemberi Waralaba, berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba 1 (satu) tahun terakhir; b. Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek Waralaba disertai dokumen pendukung; c. Keterangan tentang kriteria atau persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi Penerima Waralaba termasuk biaya investasi; d. Bantuan atau fasilitas yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba; e. Hak dan Kewajiban antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba; dan f. Data atau informasi lain yang perlu diketahui oleh Penerima Waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian Waralaba selain huruf a sampai dengan huruf e. Pasal 6 Perjanjian Waralaba memuat paling sedikit : a. Nama dan alamat perusahaan para pihak; b. Nama dan jenis Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha seperti sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi Objek Waralaba; c. Hak dan kewajiban para pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada Penerima Waralaba; d. Wilayah usaha (zone) Waralaba; e. Jangka waktu perjanjian; f. Perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian; g. Cara penyelesaian perselisihan; h. Tata cara pembayaran imbalan; i. Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada Penerima Waralaba; j. Kepemilikan dan ahli waris. Pasal 7 (1) Jangka waktu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba Utama berlaku paling sedikit 10 (sepuluh) tahun. (2) Jangka Waktu Perjanjian Waralaba antara Penerima Waralaba Utama dengan Penerima Waralaba Lanjutan berlaku paling sedikit 5 (lima) tahun. Pasal 8 (1) Pemberi Waralaba dari luar negeri wajib memiliki surat keterangan legalitas usaha yang dikeluarkan oleh instansi berwenang di negara asalnya. (2) Surat keterangan legalitas usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilegalisir oleh Atase Perdagangan/Pejabat Perwakilan RI di negara setempat. (3) Pemberi Waralaba dari dalam negeri wajib memiliki Izin Usaha dari Departemen/Instansi Teknis. Pasal 9 (1) Pemberi Waralaba mengutamakan pengusaha kecil dan menengah daerah setempat sebagai Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan. (2) Dalam hal Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba Lanjutan bukan merupakan pengusaha kecil dan menengah, Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba Lanjutan mengutamakan pengusaha kecil dan menengah daerah setempat sebagai pemasok barang dan atau jasa. BAB III KEWENANGAN Pasal 10 (1) Menteri memiliki kewenangan pengaturan kegiatan usaha Waralaba. (2) Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri. (3) Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Gubernur DKI/Bupati/Walikota bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam dan Luar Negeri. (4) Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam dan Luar Negeri. (5) Khusus Propinsi DKI Jakarta, Gubernur melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab dibidang perdagangan bagi Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam dan Luar Negeri. BAB IV TATA CARA DAN PERSYARATAN PENERBITAN STPUW Pasal 11 (1) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri wajib mendaftarkan Perjanjian Waralaba beserta keterangan tertulis atau prospektus kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan. (2) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba dalam negeri dan Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri dan Dalam Negeri wajib mendaftarkan Perjanjian Waralaba beserta keterangan tertulis atau prospektus kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab di bidang perdagangan daerah setempat. (3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dengan cara mengisi Daftar Isian Permohonan STPUW Model A, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berlakunya Perjanjian. Pasal 12 (1) Daftar Isian Permohonan STPUW yang telah diisi dan ditandatangani oleh Penerima Waralaba atau kuasanya di atas kertas bermeterai cukup, diserahkan kepada pejabat penerbit STPUW dengan dilampirkan: a. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/ pengurus perusahaan; b. Copy Izin Usaha Departemen/Instansi teknis; c. Copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP); d. Copy Perjanjian Waralaba; e. Copy Keterangan tertulis (Prospektus usaha) Pemberi Waralaba; f. Copy Surat Keterangan Legalitas Usaha Pemberi Waralaba. (2) Copy dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilampirkan dokumen asli dan akan dikembalikan kepada pemohon STPUW setelah selesai pemeriksaan mengenai keabsahannya. Pasal 13 (1) Paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya Daftar Isian Permohonan STPUW secara lengkap dan benar, Pejabat Penerbit STPUW menerbitkan STPUW dengan menggunakan formulir STPUW Model B, sebagaimana tercantum dalam lampiran II. (2) Apabila Daftar Isian Permintaan STPUW dinilai belum lengkap dan benar, paling lambat 5 (lima) hari kerja, pejabat penerbit STPUW membuat surat penolakan disertai alasan-alasan. (3) Bagi pemohon yang ditolak permohonannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan permohonan STPUW kembali setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan ini. Pasal 14 Masa berlaku STPUW selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang apabila jangka waktu perjanjian Waralaba masih berlaku. Pasal 15 (1) Dalam hal Pemberi Waralaba memutuskan Perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba sebelum berakhirnya masa berlakunya Perjanjian Waralaba, dan kemudian menunjuk Penerima Waralaba yang baru, penerbitan STPUW bagi Penerima Waralaba yang baru hanya diberikan kalau Penerima Waralaba telah menyelesaikan segala permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pemutusan tersebut dalam bentuk kesepakatan bersama melalui penyelesaian secara tuntas (Clean Break). (2) Dalam hal Penerima Waralaba Utama yang bertindak sebagai Pemberi Waralaba memutuskan Perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba Lanjutan yang lama, sebelum berakhir masa berlakunya Perjanjian Waralaba, dan kemudian menunjuk Penerima Waralaba Lanjutan yang baru, penerbitan STPUW bagi Penerima Waralaba Lanjutan yang baru hanya diberikan kalau Penerima Waralaba Utama telah menyelesaikan segala permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pemutusan tersebut dalam bentuk kesepakatan bersama melalui penyelesaian secara tuntas (Clean Break). BAB IV PEMBINAAN USAHA WARALABA Pasal 16 Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilaksanakan dalam rangka kepentingan pembinaan dan pengembangan usaha dengan cara Waralaba. Pasal 17 (1) Pemilik STPUW berhak mendapatkan fasilitas secara selektif sesuai program pemerintah yang tersedia. (2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain terdiri dari : a. pendidikan dan pelatihan; b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran; c. rekomendasi untuk mengikuti pameran baik di dalam dan luar negeri; d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis; e. pemberian penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik. BAB V PELAPORAN Pasal 18 (1) Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan tahunan kepada pejabat penerbit STPUW mengenai perkembangan kegiatan usaha Waralaba setiap tanggal 31 Januari dengan menggunakan Formulir Model C sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan ini. (2) Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada pejabat penerbit STPUW mengenai perubahan berupa: a. Penambahan atau pengurangan tempat usaha (outlet); b. Pengalihan kepemilikan usaha; c. Pemindahan alamat Kantor Pusat atau tempat usaha Waralaba; d. Nama pengurus, pemilik dan bentuk badan usaha dari Penerima Waralaba atau Pemberi Waralaba; e. Perpanjangan/perubahan jangka waktu perjanjian antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. BAB VI SANKSI Pasal 19 (1) Pemilik STPUW yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari pejabat penerbit STPUW. (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal pengiriman oleh pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Surat Peringatan Tertulis Model D, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan ini. Pasal 20 (1) Pemilik STPUW yang tidak mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pemberhentian sementara STPUW paling lama 1 (satu) bulan. (2) Pemberhentian sementara STPUW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Keputusan Pemberhentian Sementara Model E, sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan ini. Pasal 21 (1) Pemilik STPUW yang tetap tidak mengindahkan atau tidak melakukan perbaikan setelah pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan STPUW. (2) Pencabutan STPUW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan Keputusan Pencabutan STPUW Model F sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan ini. Pasal 22 Pemilik STPUW yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan STPUW dan tetap melaksanakan kegiatan usaha Waralaba dikenakan sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis. Pasal 23 Penerima Waralaba yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) dan tetap melaksanakan kegiatan usaha Waralaba meskipun telah diberi peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dikenakan sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang sejenis. BAB VII KETENTUAN LAIN Pasal 24 (1) Ketentuan pelaksanaan dan hal-hal teknis yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan. (2) Dengan berlakunya Peraturan ini maka ketentuan waralaba sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dinyatakan tidak berlaku. Pasal 25 Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba Lanjutan yang telah memiliki STPUW, wajib melakukan penyesuaian dengan ketentuan dalam Peraturan ini dan diberikan tenggang waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan Peraturan ini. BAB VIII PENUTUP Pasal 26 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 2006 MENTERI PERDAGANGAN R.I. ttd MARI ELKA PANGESTU Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum Departemen Perdagangan Djunari I Waskito

sukristiawan.com:Fundamental Dasar Saham yang sering disebut sebagai Analisis Fundamental.

Fundamental Dasar Saham  yang sering disebut sebagai  Analisis Fundamental . Tentu, mari kita bahas Fundamental Dasar Saham yang sering dis...