POLITIK EKONOMI SOSIAL BUDAYA MILITER BUDAYA KESEHATAN SEJARAH OLAHRAGA BISNIS TEKNOLOGI PARIWISATA HUKUM AGAMA EDUKASI SASTRA NASIONAL INTERNASIONAL
Jumat, 16 Januari 2015
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER
Jakarta, 21 Januari 2009
No.: 21/VRH&P-SP/I/2009
Kepada Yth.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Propinsi DKI Jakarta
Jl. Prapatan No. 52
Jakarta Pusat
Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT
PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA
P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR
Dengan Hormat,
Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku
Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel
Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI),
beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26
C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok
– Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A.
Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut
sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini
memilih domisili hukum di kantor kuasanya,
……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan
Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009
(Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan
tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan
hak terkait adanya penyimpangan dana
JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel
Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1,
Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya
Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut
sebagai “ Pengusaha”.
Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa antara Pengusaha dengan
Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja
(“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat
(“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No.
955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni
2005 yang telah berkekuatan hukum tetap;
2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai
bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat
penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan
keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT.
HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana
Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan
uang iuran kepesertaan didasarkan pada
komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP),
bukan atas komponen upah (gaji termasuk
tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun
keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya
penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi
jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh
Pekerja;
3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta
pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel
Indonesia Natour melalui surat No.
6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005
perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya
pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia
Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari
Tua sesuai daftar terlampir;
4. Bahwa akan tetapi desakan
Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum
dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia
Natour. Sehingga permasalahan hak normatif
terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum
terselesaikan;
5. Bahwa oleh karena hak normatif
merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus
dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka
Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak-
nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum
melaksanakan kewajibannya tersebut;
6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan
transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku
pejabat negara yang diberikan kewenangan
melakukan pengawasan, sudah sepatutnya
memanggil kembali para pihak pihak yang
berselisih terkait dengan jamsostek yang belum
diberikan secara penuh kepada eks-pekerja;
7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek
berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak
mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan
secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari
potongan upah pekerja setiap bulannya sejak
pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003;
8. Bahwa dengan ini kami memohon
kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan
permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya
Nota Anjuran.
Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa
kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras
Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam
menjalankan fungsi dan kewenangannya,
khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan
hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat
VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H
LAMPIRAN :
1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009
2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/
PHK/6-2005;
3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/
PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005;
4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal
19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT;
5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK
Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata
Periode 0 tahun s/d Okt 2001;
Tembusan :
1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta;
2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi
DKI Jakarta;
3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan
Hubungan Industrial Depnakertrans;
4. Direktur Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Depnakertrans;
5. Direktur Pengawasan Norma
Ketenagakerjaan Depnakertrans;
6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour;
7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER
Jakarta, 21 Januari 2009
No.: 21/VRH&P-SP/I/2009
Kepada Yth.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Propinsi DKI Jakarta
Jl. Prapatan No. 52
Jakarta Pusat
Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT
PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA
P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR
Dengan Hormat,
Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku
Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel
Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI),
beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26
C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok
– Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A.
Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut
sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini
memilih domisili hukum di kantor kuasanya,
……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan
Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009
(Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan
tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan
hak terkait adanya penyimpangan dana
JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel
Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1,
Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya
Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut
sebagai “ Pengusaha”.
Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa antara Pengusaha dengan
Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja
(“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat
(“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No.
955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni
2005 yang telah berkekuatan hukum tetap;
2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai
bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat
penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan
keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT.
HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana
Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan
uang iuran kepesertaan didasarkan pada
komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP),
bukan atas komponen upah (gaji termasuk
tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun
keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya
penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi
jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh
Pekerja;
3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta
pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel
Indonesia Natour melalui surat No.
6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005
perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya
pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia
Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari
Tua sesuai daftar terlampir;
4. Bahwa akan tetapi desakan
Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum
dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia
Natour. Sehingga permasalahan hak normatif
terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum
terselesaikan;
5. Bahwa oleh karena hak normatif
merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus
dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka
Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak-
nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum
melaksanakan kewajibannya tersebut;
6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan
transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku
pejabat negara yang diberikan kewenangan
melakukan pengawasan, sudah sepatutnya
memanggil kembali para pihak pihak yang
berselisih terkait dengan jamsostek yang belum
diberikan secara penuh kepada eks-pekerja;
7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek
berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak
mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan
secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari
potongan upah pekerja setiap bulannya sejak
pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003;
8. Bahwa dengan ini kami memohon
kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan
permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya
Nota Anjuran.
Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa
kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras
Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam
menjalankan fungsi dan kewenangannya,
khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan
hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat
VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H
LAMPIRAN :
1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009
2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/
PHK/6-2005;
3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/
PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005;
4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal
19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT;
5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK
Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata
Periode 0 tahun s/d Okt 2001;
Tembusan :
1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta;
2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi
DKI Jakarta;
3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan
Hubungan Industrial Depnakertrans;
4. Direktur Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Depnakertrans;
5. Direktur Pengawasan Norma
Ketenagakerjaan Depnakertrans;
6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour;
7. Arsip.
SURAT PENGADUAN KE DISNAKER
Jakarta, 21 Januari 2009
No.: 21/VRH&P-SP/I/2009
Kepada Yth.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Propinsi DKI Jakarta
Jl. Prapatan No. 52
Jakarta Pusat
Perihal : PENGADUAN DAN TINDAK LANJUT
PERSELISIHAN HAK JAMSOSTEK EKS-PEKERJA
P.T. HOTEL INDONESIA NATOUR
Dengan Hormat,
Untuk dan atas nama Klien kami, ……………. , selaku
Pengurus Himpunan Mantan Karyawan Hotel
Indonesia Natour dan Inna Wisata (HIMKHI),
beralamat di Jl. Pangkalan Jati II, Gg. Seri No. 26
C, Rt.04/02, Kel. Pangkalan Jati, Kec. Limo, Depok
– Jawa Barat, yang telah dikuasakan oleh A.
Haerudin, dkk. ( 1.115 orang), selanjutnya disebut
sebagai “ Eks-Pekerja/Pekerja ”, dalam hal ini
memilih domisili hukum di kantor kuasanya,
……………… , berkedudukan di ………….., berdasarkan
Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009
(Terlampir), dengan ini mengajukan pengaduan dan
tindak lanjut kepada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Prop. DKI Jakarta perihal perselisihan
hak terkait adanya penyimpangan dana
JAMSOSTEK yang dilakukan oleh PT. Hotel
Indonesia Natour, beralamat di Jl. Thamrin No. 1,
Jakarta Pusat dan/atau Jl. Warung Buncit Raya
Kav. 38, Jakarta Selatan, selanjutnya disebut
sebagai “ Pengusaha”.
Adapun duduk permasalahannya adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa antara Pengusaha dengan
Pekerja telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja
(“PHK”) ditandai dengan Putusan Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat
(“P4P”) No. 956/561/99-5/IX/PHK/6-2005 dan No.
955/251/36-5/IX/PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni
2005 yang telah berkekuatan hukum tetap;
2. Bahwa faktanya sejak Pekerja mulai
bekerja hingga September 2003, ternyata terdapat
penyimpangan/kesalahan dalam pelaporan
keuangan oleh PT. Hotel Indonesia Natour (“PT.
HIN”) yang harus disetorkan kepada Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK). Di mana
Pengusaha hanya melaporkan dan menyetorkan
uang iuran kepesertaan didasarkan pada
komponen Gaji Pokok Dasar Pensiun (PHDP),
bukan atas komponen upah (gaji termasuk
tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun
keluarga/Take Home Pay) sesuai Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan, sehingga akibat dari adanya
penyimpangan pelaporan tersebut mempengaruhi
jumlah saldo yang seharusnya diterima oleh
Pekerja;
3. Bahwa Disnakertrans DKI Jakarta
pernah mengirimkan surat kepada Dirut PT. Hotel
Indonesia Natour melalui surat No.
6548A/-1.836.1 tertanggal 19 Oktober 2005
perihal pembayaran JHT (terlampir), yang isinya
pada pokoknya mendesak PT. Hotel Indonesia
Natour wajib membayar kekurangan Jaminan Hari
Tua sesuai daftar terlampir;
4. Bahwa akan tetapi desakan
Disnakertrans DKI Jakarta tersebut belum
dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Hotel Indonesia
Natour. Sehingga permasalahan hak normatif
terkait JAMSOSTEK tersebut hingga saat ini belum
terselesaikan;
5. Bahwa oleh karena hak normatif
merupakan hak Pekerja yang dimiliki dan harus
dipenuhi berdasarkan undang-undang, maka
Pekerja masih mereserver (mencadangkan) hak-
nya agar dipenuhi apabila Pengusaha belum
melaksanakan kewajibannya tersebut;
6. Bahwa Dinas tenaga kerja dan
transmigrasi Propinsi DKI Jakarta kerja selaku
pejabat negara yang diberikan kewenangan
melakukan pengawasan, sudah sepatutnya
memanggil kembali para pihak pihak yang
berselisih terkait dengan jamsostek yang belum
diberikan secara penuh kepada eks-pekerja;
7. Bahwa hal ini mengingat Jamsostek
berupa Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan hak
mutlak bagi pekerja, yang harus di kembalikan
secara utuh, sebab dana tersebut diambil dari
potongan upah pekerja setiap bulannya sejak
pekerja pertama kali bekerja s/d tahun 2003;
8. Bahwa dengan ini kami memohon
kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Propinsi DKI Jakarta untuk menyelesaikan
permasalahan ini hingga sampai dikeluarkannya
Nota Anjuran.
Demikianlah surat ini kami sampaikan. Bahwa
kami sangat menghargai apresiasi dan kerja keras
Dinas Tenaga Kerja Prop. DKI Jakarta dalam
menjalankan fungsi dan kewenangannya,
khususnya dalam hal penyelesaian perselisihan
hak normatif Pekerja atas JAMSOSTEK. Atas segala
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat
VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H
LAMPIRAN :
1. Surat Kuasa tertanggal 14 Januari 2009
2. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat No. 955/561/99-5/IX/
PHK/6-2005;
3. Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat dan No. 956/251/36-5/IX/
PHK/6-2005 tertanggal 16 Juni 2005;
4. Surat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Prop. DKI Jakarta No. 6548A/-1.836.1 tertanggal
19 Oktober 2005 Perihal pembayaran JHT;
5. Perhitungan Kekurangan JHT JAMSOSTEK
Eks Karyawan Hotel Indonesia & Inna Wisata
Periode 0 tahun s/d Okt 2001;
Tembusan :
1. Gubernur Provinsi DKI Jakarta;
2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Provinsi
DKI Jakarta;
3. Dir. Jen. Pembinaan dan Pengawasan
Hubungan Industrial Depnakertrans;
4. Direktur Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Depnakertrans;
5. Direktur Pengawasan Norma
Ketenagakerjaan Depnakertrans;
6. Direksi PT.Hotel Indonesia Natour;
7. Arsip.
Kamis, 15 Januari 2015
Kisah Bripda Taufik, Wujudkan Mimpi Jadi Polisi
meski Tinggal di Bekas Kandang Sapi
TRIBUN JOGJA/SANTO ARI
Bripda Muhammad Taufik Hidayat di depan
rumahnya. Ia dan keluarga tingga di bangunan
yang sebelumnya adalah kandang sapi.
Kamis, 15 Januari 2015 | 06:45 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — "Bapak tampar pipi
saya. Ini bukan mimpi toh . Saya benar diterima
menjadi polisi". Itulah kata-kata pertama yang
keluar dari mulut Bripda M Taufik Hidayat kepada
ayahnya, Triyanto, saat pertama kali tahu kalau dia
lulus menjadi calon anggota polisi.
Kata-kata itu bukanlah tanpa alasan. Sebab, meski
dengan segala keterbatasan ekonomi, pemuda
kelahiran 20 Maret 1995 ini perlu berjuang keras
untuk dapat meraih cita-citanya menjadi anggota
kepolisian. Terlahir dari keluarga tidak mampu,
sejak kecil M Taufik Hidayat sudah terbiasa kerja
keras untuk meraih apa yang diinginkannya.
Pendapatan Triyanto yang hanya sebagai buruh
bangunan terbilang pas-pasan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi untuk
membiayai sekolah Taufik dan ketiga adik-adiknya.
Tak jarang, Taufik harus menunggak biaya
sekolahnya karena tak punya biaya.
Karena itu, demi dapat menyelesaikan sekolahnya
dan membantu keuangan keluarga, Taufik rela ikut
bekerja sebagai tukang gali pasir di Sungai Gendol.
"Saya bantu bapak menambang pasir di Sungai
Gendol. Ya untuk biaya hidup dan biaya sekolah
saya dan adik-adik," ucapnya.
Menunda mimpi
Lulus dari sekolah menengah kejuruan (SMK), anak
pertama dari empat bersaudara ini pun harus
menahan cita-citanya mendaftar menjadi anggota
kepolisian. Kebutuhan ekonomi memaksanya untuk
bekerja di bekas sekolahnya, SMK 1 Seyegan,
sebagai pembina Pramuka merangkap asisten
perpustakaan.
"Honor saya dari pembina Pramuka dan asisten
perpustakaan sekitar Rp 700.000," tuturnya.
Pada awal Desember 2014 lalu, Taufik
memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan di
SMK 1 Seyegan. Ia membulatkan tekadnya untuk
mendaftar sebagai calon anggota polisi di Mapolda
DIY. Berkat kerja keras dan doa sang ayah, pada
akhir Desember 2014 Taufik lulus dari tes Calon
Anggota Polisi dan mengikuti pendidikan di
Sekolah Polisi Negara Selopamioro, Imogiri,
Bantul.
"Saya tidak percaya, sampai minta bapak
menampar pipi. Bahkan saat di gerbang SPN saya
masih tidak percaya," ujar Taufik sambil tersenyum
ketika mengingat satu fragmen dalam hidupnya.
Setelah lulus dengan pangkat Bripda, Taufiq
menjalani karier pertamanya di Direktorat Sabhara
Polda DIY. Namun, lagi-lagi karena tidak punya
biaya dan kendaraan, setiap pagi saat berangkat
dinas, Bripda M Taufik Hidayat harus rela berjalan
kaki sekitar 7 kilometer dari rumahnya di Dusun
Jongke Tengah RT 04 RW 23 Desa Sendangadi,
Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, menuju
Mapolda DIY.
"Bangun subuh, salat, lalu jalan kaki ke Mapolda
DIY. Kadang kalau pas ketemu teman ya bonceng,"
tuturnya.
Diakuinya, meski telah bangun subuh, tetapi
dirinya sering terlambat masuk dinas.
Keterlambatan itulah yang menuai kecurigaan dari
atasannya. Setelah memberikan penjelasan dan
mengecek kebenaran itu, atasan Bripda Taufik
lantas meminjamkan motor pribadinya. "Sekarang
saya dipinjami motor Pak Wadir Sabhara,"
ucapnya.
Hidup prihatin
Seperti bola tenis, ketika dilempar dengan keras ke
tanah maka lentingannya akan lebih tinggi ke atas.
Seperti itulah tekad Bripda Taufik. Pahit getir dan
kerasnya kehidupan yang dijalani anggota Sabhara
Polda DIY sejak kedua orangtuanya bercerai
menjadi kekuatan untuk melenting lebih tinggi.
Saat duduk di bangku SMP, Bripda Taufik harus
menerima kenyataan pahit. Kedua orangtuanya
bercerai. Rumah satu-satunya pun dijual oleh
sang ibu.
Alhasil, Bripda Taufik bersama ayah dan ketiga
adiknya harus pindah rumah. Namun, karena uang
tidak mencukupi untuk membeli rumah, Triyanto
selaku ayah memutuskan untuk mengontrak bekas
kandang sapi di Dusun Jongke Tengah. Kandang
sapi itu kemudian dialihfungsikan sebagai tempat
tinggal.
"Per bulan bayar Rp 170.000. Ya memang seperti
itu kondisinya. Lantainya masih tanah," ucap
Triyanto.
Rumah semipermanen berukuran 2,5 m x 5 m
kondisinya memang memprihatinkan. Bahkan
karena belum ada biaya, daun pintu dan dinding
sisi utara dibiarkan terbuka. Untuk mengurangi
embusan dingin udara malam dan tetesan air
hujan, terpaksa pintu dan sisi yang masih terbuka
ditutup dengan mengunakan spanduk-spanduk
bekas.
Sekeliling bangunan yang ditempati Bripda Taufik
pun merupakan kandang sapi yang dikelola
kelompok masyarakat setempat sehingga bau
menyengat kotoran sapi setiap hari harus
dirasakannya.
Di dalam rumah semipermanen itu hanya ada dua
kasur tempat tidur. Dua kasur dengan kodisi
berlubang itu dipakai oleh lima orang, yaitu tiga
adiknya, ayah, dan dirinya. Bahkan, ketika Bripda
Taufik tidur di rumah, Triyanto mengalah untuk
tidur di mobil pikap beralaskan tikar dan beratap
langit.
"Saya senang kalau piket dan tidak pulang.
Soalnya kasihan bapak kalau tidur di luar. Bapak
sering mengalah tidur di bak mobil," kata Taufik.
Melihat keadaan itu, di gaji pertamanya menjadi
anggota kepolisian, Taufik berencana akan
menggunakannya untuk mengontrak rumah yang
lebih layak. Ini dilakukan demi ayah dan ketiga
adiknya yang masih kecil-kecil.
"Nanti kalau gajian pertama, saya ingin gunakan
untuk mengontrak rumah. Kasihan bapak dan adik-
adik kalau tetap tinggal di sana," tuturnya.
Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma
Editor: Bayu Galih
Selasa, 13 Januari 2015
Konsultasi Umum:
Mengatasi Radang
Amandel Tanpa Operasi
Yulida Medistiara - detikhealth
Radang amandel memang mengganggu. Tidak
cuma anak-anak, orang dewasa pun bisa
mengalami keluhan ini. Saat kondisi ini terjadi,
menelan makanan jadi terasa nyeri. Alhasil
penderitanya pun kehilangan nafsu makan. Untuk
mengatasi radang amandel, bisakah dilakukan
tanpa operasi?
Dalam Konsultasi Umum detikHealth pertanyaan
seputar mengatasi radang amandel tanpa operasi
menjadi salah satu pertanyaan yang paling
populer. Misalnya yang dilontarkan Azhar, pria
lajang berusia 19 tahun. "Dokter yang
terhormat, bagaimana cara mengobati penyakit
amandel tanpa operasi?"
dr Dito Anurogo, pengasuh Konsultasi Umum
detikHealth memaparkan untuk mengobati
amandel ada dua macam cara, yaitu secara
konservatif dan operatif. Secara konservatif yakni
dengan cara menghilangkan gejala dan pemberian
obat (analgetik, antipiretik, obat kumur, antibiotik
spektrum luas sesuai indikasi).
"Strategi konservatif ini perlu disertai dengan
istirahat, diet makanan lunak, menghindari semua
yang digoreng serta sebisa mungkin tidak pedas,"
ucap dr Dito yang rajin menulis buku ini.
Sedangkan tindakan operatif, yaitu dengan cara
pengangkatan amandel (tonsilektomi) atau istilah
awamnya ialah operasi. Adapun indikasi perlu
tidaknya dioperasi, perlu dilakukan pemeriksaan
oleh dokter. Sebelum melakukan tonsilektomi
(operasi amandel), dokter akan
mempertimbangkan beberapa faktor, seperti
urgensi, tingkat keparahan, usia, biaya,
komplikasi, dan yang tak kalah penting adalah
beragam faktor penyulit yang berpotensi
menghambat atau bahkan 'mengganggu operasi'.
Faktor penyulit ini dapat disebabkan berbagai
macam penyakit atau komplikasi, seperti infeksi
leher bagian dalam, radang telinga bagian tengah
(otitis media), radang rongga hidung (sinusitis
paranasal), bahkan perluasan penyakit hingga ke
organ-organ ginjal, jantung, dan persendian.
Penyulit lainnya adalah perdarahan dan adanya
pnemonia aspirasi.
"Mencegah amandel agar tidak membengkak
dengan cara menghindari konsumsi minuman
dingin (termasuk es), gorengan atau jajanan
pasar, lebih sering mengonsumsi minuman yang
hangat, memertahankan daya tahan tubuh
(misalnya dengan berolahraga, berpola hidup
sehat dan seimbang)," saran dr Dito.
Jika terdapat kasus amandel yang kambuh
disertai rasa sakit yang bertambah, meriang,
batuk, flu dan sakit kepala, dr Dito menyarankan
seseorang yang memiliki gejala seperti itu untuk
segera memeriksakan diri ke dokter umum atau
dokter keluarga.
"Pertimbangan perlu tidaknya dioperasi, dapat
langsung ditanyakan, mengingat perlu
pemeriksaan lebih lanjut. Dengan penatalaksanaan
yang komprehensif dan paripurna, maka amandel
tentu tak lagi membandel," tutup dr Dito yang
pernah berkarya di Comprehensive Herbal
Medicine Institute (CHMI), Center for Robotic and
Intelligent Machines (CRIM), dan Brain and
Circulation Institute of Indonesia (BCII)
Quiz On Article PROGRAM
PILIHAN DETIKHEALTH 2014
Apa nama lembaga yang
secara khusus mengurusi
perlindungan anak?
Komnas HAM
Komnas Perlindungan
Anak
Komnas Saintifikasi Jamu
Kirim
Indonesia Jangan Takut pada
Tiongkok
Oleh Admin | Diposkan 2014-12-12
00:13:34
Jakarta, CNN Indonesia -- Puncak Hari
Nusantara yang jatuh pada tanggl 13
Desember, tahun ini diundur perayaannya
menjadi tanggal 15 Desember. Perayaan
yang dijadwalkan akan dihadiri oleh
Presiden Jokowi ini akan dilangsungkan di
Kotabaru, Banjarmasin, Kalimantan
Selatan.
Pengamat geopolitik maritim Suryo AB
dari Puspol Indonesia, mengatakan,
perayaan Hari Nusantara, yang akan
menjadi salah satu momen penting untuk
program poros maritim dunia yang
menjadi prioritas Jokowi, seharusnya bisa
dilangsungkan di lokasi yang lebih
strategis seperti Natuna.
“Kepulauan Natuna berbatasan dengan
delapan negara dan karena itu, jika
perayaan Hari Nusantara dilangsungkan
di sana, maka itu akan menjadi diplomasi
yang bagus bagi kita, bahwa Natuna
adalah milik kita. Ini seolah-olah kita
takut sama Tiongkok, kita jangan takut,”
ujar Suryo pada CNN Indonesia pada
Kamis (11/12).
Kepulauan Natuna, secara langsung
berbatasan dengan Thailand, Malaysia
dan Vietnam.
“Kalau berbatasan langsung memang
cuma tiga negara itu. Namun jika dilihat
dari pertarungan geopolitis, maka Natuna
berada di kawasan yang bersinggungan
dengan negara lain juga yakni Singapura,
Filipina, Brunei Darussalam, Tiongkok dan
Taiwan.
Kepualauan Natuna sempat
dikhawatirkan akan diklaim Tiongkok
ketika Tiongkok mendeklarasikan “9 Dash
Line”, berupa garis putus-putus yang
mengklaim 90 persen wilayah perairan
Laut China Selatan dan mencakup
beberapa wilayah laut negara Asean,
termasuk beberapa pulau terluar di
kepulauan Natuna.
Di tempat berbeda, seperti dikutip dari
Reuters, Luhut Pandjaitan, mantan
komandan Kopassus ketika berada di
Pusat Studi Strategis dan Internasional di
Washington, mengatakan bahwa
Indonesia seharusnya menambah
anggaran militer hingga US$20 miliar per
tahun pada 2019 untuk melindungi
wilayah kedaulatan wilayahnya.
Ini termasuk wilayah yang
dipersengketakan dengan Tiongkok di
Laut Cina Selatan di sekitar Kepulauan
Natuna.
Dihubungi lewat telepon pada Kamis
(11/12), Kapuspen TNI Fuad Basya
mengatakan bahwa TNI mengapresiasi
jika pemerintah berniat meningkatkan
dana militer TNI, namun itu belum tentu
hanya diperuntukkan di wilayah Natuna.
“Panglima TNI sudah pernah
mengkofirmasi soal garis putus-putus
yang dibuat oleh Tiongkok kepada
perwakilan Tiongkok di Indonesia dan
mereka menjawab Tiongkok tidak punya
klaim teritorial terhadap wilayah
Indonesia,” ujar Fuad.
Disinggung soal sengketa Laut China
Selatan antara Tiongkok dan beberapa
negara, Fuad mengatakan Indonesia akan
mengutamakan dialog.
“Jikapun ada permasalahan dengan
negara lain, maka kita berharap
diselesaikan dengan baik, lewat kerja
sama,” tambah Fuad.
Senin, 12 Januari 2015
Resources / Hukum & UU Waralaba /
Permendag RI No.12 2006 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara
Penerbitan STPUW
by: Waralaba.com
Peraturan mengenai penerbitan Surat
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 12/M-DAG/PER/3/2006
TENTANG
KETENTUAN DAN TATA CARA
PENERBITAN
SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa kegiatan usaha Waralaba perlu
dikembangkan dalam rangka mendorong
pertumbuhan dan pengembangan usaha Waralaba
nasional dan meningkatkan peran serta pengusaha
kecil dan menengah baik sebagai Pemberi
Waralaba, Penerima Waralaba maupun sebagai
Pemasok barang dan/atau jasa;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan
Peraturan Menteri Perdagangan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 3611);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1997,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3690);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 1997,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3718);
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu, sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 171/M Tahun 2005;
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia No. 62 Tahun 2005;
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun
2005;
8. Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Perdagangan, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 30/M-DAG/PER/12/2005;
9. Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 09/M-DAG/PER/3/2006 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin
Usaha Perdagangan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI
PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA
CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN
USAHA WARALABA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan :
1. Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara
Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba
dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk
menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/
atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki
Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh
Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban
menyediakan dukungan konsultasi operasional
yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba
kepada Penerima Waralaba.
2. Pemberi Waralaba (Franchisor) adalah badan
usaha atau perorangan yang memberikan hak
kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan hak kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi
Waralaba.
3. Penerima Waralaba (Franchisee) adalah badan
usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk
memanfaatkan dan/atau menggunakan hak
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
yang dimiliki Pemberi Waralaba.
4. Penerima Waralaba Utama (Master Franchisee)
adalah Penerima Waralaba yang melaksanakan hak
membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan yang
diperoleh dari Pemberi Waralaba dan berbentuk
Perusahaan Nasional.
5. Penerima Waralaba Lanjutan adalah badan
usaha atau perorangan yang menerima hak untuk
memanfaatkan dan/atau menggunakan hak
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba melalui
Penerima Waralaba Utama.
6. Perjanjian Waralaba adalah perjanjian secara
tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima
Waralaba Utama.
7. Perjanjian Waralaba Lanjutan adalah perjanjian
secara tertulis antara Penerima Waralaba Utama
dengan Penerima Waralaba Lanjutan.
8. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba
selanjutnya disingkat STPUW adalah bukti
pendaftaran yang diperoleh Penerima Waralaba
setelah yang bersangkutan mengajukan
permohonan STPUW dan memenuhi persyaratan
yang ditentukan dalam Peraturan ini.
9. Menteri adalah Menteri yang tugas dan
tanggungjawabnya dibidang Perdagangan.
BAB II
KEGIATAN DAN PERSYARATAN USAHA WARALABA
Pasal 2
Kegiatan usaha Waralaba diselenggarakan
berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi
Waralaba dan Penerima Waralaba dan terhadapnya
berlaku hukum Indonesia.
Pasal 3
(1) Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula
pemberian hak bagi Penerima Waralaba Utama
untuk membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan.
(2) Penerima Waralaba Utama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai Pemberi
Waralaba dalam melaksanakan Perjanjian Waralaba
Lanjutan.
Pasal 4
Penerima Waralaba Utama wajib melaksanakan
sendiri kegiatan usaha Waralaba dan mempunyai
paling sedikit 1 (satu) tempat usaha.
Pasal 5
Sebelum membuat perjanjian, Pemberi Waralaba
wajib memberikan keterangan tertulis atau
prospektus mengenai data atau informasi
usahanya dengan benar kepada Penerima Waralaba
yang paling sedikit memuat:
a. Identitas Pemberi Waralaba, berikut keterangan
mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan
daftar rugi laba 1 (satu) tahun terakhir;
b. Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau
ciri khas usaha yang menjadi objek Waralaba
disertai dokumen pendukung;
c. Keterangan tentang kriteria atau persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi Penerima
Waralaba termasuk biaya investasi;
d. Bantuan atau fasilitas yang diberikan Pemberi
Waralaba kepada Penerima Waralaba;
e. Hak dan Kewajiban antara Pemberi Waralaba dan
Penerima Waralaba; dan
f. Data atau informasi lain yang perlu diketahui
oleh Penerima Waralaba dalam rangka pelaksanaan
perjanjian Waralaba selain huruf a sampai dengan
huruf e.
Pasal 6
Perjanjian Waralaba memuat paling sedikit :
a. Nama dan alamat perusahaan para pihak;
b. Nama dan jenis Hak Kekayaan Intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha seperti sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau
distribusi yang merupakan karakteristik khusus
yang menjadi Objek Waralaba;
c. Hak dan kewajiban para pihak serta bantuan dan
fasilitas yang diberikan kepada Penerima Waralaba;
d. Wilayah usaha (zone) Waralaba;
e. Jangka waktu perjanjian;
f. Perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan
perjanjian;
g. Cara penyelesaian perselisihan;
h. Tata cara pembayaran imbalan;
i. Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada
Penerima Waralaba;
j. Kepemilikan dan ahli waris.
Pasal 7
(1) Jangka waktu Perjanjian Waralaba antara
Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba
Utama berlaku paling sedikit 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka Waktu Perjanjian Waralaba antara
Penerima Waralaba Utama dengan Penerima
Waralaba Lanjutan berlaku paling sedikit 5 (lima)
tahun.
Pasal 8
(1) Pemberi Waralaba dari luar negeri wajib
memiliki surat keterangan legalitas usaha yang
dikeluarkan oleh instansi berwenang di negara
asalnya.
(2) Surat keterangan legalitas usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilegalisir oleh Atase
Perdagangan/Pejabat Perwakilan RI di negara
setempat.
(3) Pemberi Waralaba dari dalam negeri wajib
memiliki Izin Usaha dari Departemen/Instansi
Teknis.
Pasal 9
(1) Pemberi Waralaba mengutamakan pengusaha
kecil dan menengah daerah setempat sebagai
Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan.
(2) Dalam hal Penerima Waralaba Utama/Penerima
Waralaba Lanjutan bukan merupakan pengusaha
kecil dan menengah, Pemberi Waralaba dan
Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba
Lanjutan mengutamakan pengusaha kecil dan
menengah daerah setempat sebagai pemasok
barang dan atau jasa.
BAB III
KEWENANGAN
Pasal 10
(1) Menteri memiliki kewenangan pengaturan
kegiatan usaha Waralaba.
(2) Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan
STPUW kepada Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri, bagi Penerima Waralaba Utama yang
berasal dari Pemberi Waralaba Luar Negeri.
(3) Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan
STPUW kepada Gubernur DKI/Bupati/Walikota bagi
Penerima Waralaba Utama yang berasal dari
Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima
Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi
Waralaba Dalam dan Luar Negeri.
(4) Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan
penerbitan STPUW kepada Kepala Dinas yang
bertanggung jawab di bidang perdagangan bagi
Penerima Waralaba Utama yang berasal dari
Pemberi Waralaba Dalam Negeri, Penerima
Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi
Waralaba Dalam dan Luar Negeri.
(5) Khusus Propinsi DKI Jakarta, Gubernur
melimpahkan kewenangan penerbitan STPUW
kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab
dibidang perdagangan bagi Penerima Waralaba
Utama yang berasal dari Pemberi Waralaba Dalam
Negeri, Penerima Waralaba Lanjutan yang berasal
dari Pemberi Waralaba Dalam dan Luar Negeri.
BAB IV
TATA CARA DAN PERSYARATAN PENERBITAN
STPUW
Pasal 11
(1) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari
Pemberi Waralaba Luar Negeri wajib mendaftarkan
Perjanjian Waralaba beserta keterangan tertulis
atau prospektus kepada Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Departemen
Perdagangan.
(2) Penerima Waralaba Utama yang berasal dari
Pemberi Waralaba dalam negeri dan Penerima
Waralaba Lanjutan yang berasal dari Pemberi
Waralaba Luar Negeri dan Dalam Negeri wajib
mendaftarkan Perjanjian Waralaba beserta
keterangan tertulis atau prospektus kepada Kepala
Dinas yang bertanggungjawab di bidang
perdagangan daerah setempat.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan (2) dengan cara mengisi Daftar Isian
Permohonan STPUW Model A, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal berlakunya Perjanjian.
Pasal 12
(1) Daftar Isian Permohonan STPUW yang telah
diisi dan ditandatangani oleh Penerima Waralaba
atau kuasanya di atas kertas bermeterai cukup,
diserahkan kepada pejabat penerbit STPUW dengan
dilampirkan:
a. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/
pengurus perusahaan;
b. Copy Izin Usaha Departemen/Instansi teknis;
c. Copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
d. Copy Perjanjian Waralaba;
e. Copy Keterangan tertulis (Prospektus usaha)
Pemberi Waralaba;
f. Copy Surat Keterangan Legalitas Usaha Pemberi
Waralaba.
(2) Copy dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib dilampirkan dokumen asli dan akan
dikembalikan kepada pemohon STPUW setelah
selesai pemeriksaan mengenai keabsahannya.
Pasal 13
(1) Paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
diterimanya Daftar Isian Permohonan STPUW
secara lengkap dan benar, Pejabat Penerbit STPUW
menerbitkan STPUW dengan menggunakan formulir
STPUW Model B, sebagaimana tercantum dalam
lampiran II.
(2) Apabila Daftar Isian Permintaan STPUW dinilai
belum lengkap dan benar, paling lambat 5 (lima)
hari kerja, pejabat penerbit STPUW membuat surat
penolakan disertai alasan-alasan.
(3) Bagi pemohon yang ditolak permohonannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
mengajukan permohonan STPUW kembali setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam
Peraturan ini.
Pasal 14
Masa berlaku STPUW selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang apabila jangka waktu perjanjian
Waralaba masih berlaku.
Pasal 15
(1) Dalam hal Pemberi Waralaba memutuskan
Perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba
sebelum berakhirnya masa berlakunya Perjanjian
Waralaba, dan kemudian menunjuk Penerima
Waralaba yang baru, penerbitan STPUW bagi
Penerima Waralaba yang baru hanya diberikan
kalau Penerima Waralaba telah menyelesaikan
segala permasalahan yang timbul sebagai akibat
dari pemutusan tersebut dalam bentuk
kesepakatan bersama melalui penyelesaian secara
tuntas (Clean Break).
(2) Dalam hal Penerima Waralaba Utama yang
bertindak sebagai Pemberi Waralaba memutuskan
Perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba
Lanjutan yang lama, sebelum berakhir masa
berlakunya Perjanjian Waralaba, dan kemudian
menunjuk Penerima Waralaba Lanjutan yang baru,
penerbitan STPUW bagi Penerima Waralaba
Lanjutan yang baru hanya diberikan kalau
Penerima Waralaba Utama telah menyelesaikan
segala permasalahan yang timbul sebagai akibat
dari pemutusan tersebut dalam bentuk
kesepakatan bersama melalui penyelesaian secara
tuntas (Clean Break).
BAB IV
PEMBINAAN USAHA WARALABA
Pasal 16
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 dilaksanakan dalam rangka kepentingan
pembinaan dan pengembangan usaha dengan cara
Waralaba.
Pasal 17
(1) Pemilik STPUW berhak mendapatkan fasilitas
secara selektif sesuai program pemerintah yang
tersedia.
(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain terdiri dari :
a. pendidikan dan pelatihan;
b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana
perpasaran;
c. rekomendasi untuk mengikuti pameran baik di
dalam dan luar negeri;
d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis;
e. pemberian penghargaan kepada Pemberi
Waralaba lokal terbaik.
BAB V
PELAPORAN
Pasal 18
(1) Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan
tahunan kepada pejabat penerbit STPUW mengenai
perkembangan kegiatan usaha Waralaba setiap
tanggal 31 Januari dengan menggunakan Formulir
Model C sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
III Peraturan ini.
(2) Pemilik STPUW wajib menyampaikan laporan
secara tertulis kepada pejabat penerbit STPUW
mengenai perubahan berupa:
a. Penambahan atau pengurangan tempat usaha
(outlet);
b. Pengalihan kepemilikan usaha;
c. Pemindahan alamat Kantor Pusat atau tempat
usaha Waralaba;
d. Nama pengurus, pemilik dan bentuk badan
usaha dari Penerima Waralaba atau Pemberi
Waralaba;
e. Perpanjangan/perubahan jangka waktu
perjanjian antara Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba.
BAB VI
SANKSI
Pasal 19
(1) Pemilik STPUW yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dikenakan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis dari
pejabat penerbit STPUW.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan tenggang waktu 2 (dua)
minggu terhitung sejak tanggal pengiriman oleh
pejabat penerbit STPUW dengan mengeluarkan
Surat Peringatan Tertulis Model D, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV Peraturan ini.
Pasal 20
(1) Pemilik STPUW yang tidak mengindahkan
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19 ayat (2) dikenakan sanksi administratif
berupa pemberhentian sementara STPUW paling
lama 1 (satu) bulan.
(2) Pemberhentian sementara STPUW sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat
penerbit STPUW dengan mengeluarkan Keputusan
Pemberhentian Sementara Model E, sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V Peraturan ini.
Pasal 21
(1) Pemilik STPUW yang tetap tidak mengindahkan
atau tidak melakukan perbaikan setelah
pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 20 ayat (1) dikenakan sanksi
administratif berupa pencabutan STPUW.
(2) Pencabutan STPUW sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat penerbit
STPUW dengan mengeluarkan Keputusan
Pencabutan STPUW Model F sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI Peraturan ini.
Pasal 22
Pemilik STPUW yang dikenakan sanksi administratif
berupa pencabutan STPUW dan tetap
melaksanakan kegiatan usaha Waralaba dikenakan
sanksi pencabutan SIUP atau izin lain yang
sejenis.
Pasal 23
Penerima Waralaba yang tidak melakukan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
ayat (1) dan ayat (2) dan tetap melaksanakan
kegiatan usaha Waralaba meskipun telah diberi
peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dikenakan sanksi pencabutan SIUP
atau izin lain yang sejenis.
BAB VII
KETENTUAN LAIN
Pasal 24
(1) Ketentuan pelaksanaan dan hal-hal teknis yang
belum diatur dalam Peraturan Menteri ini,
ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri, Departemen
Perdagangan.
(2) Dengan berlakunya Peraturan ini maka
ketentuan waralaba sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha
Waralaba dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Penerima Waralaba Utama/Penerima Waralaba
Lanjutan yang telah memiliki STPUW, wajib
melakukan penyesuaian dengan ketentuan dalam
Peraturan ini dan diberikan tenggang waktu 1
(satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan
Peraturan ini.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 26
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Peraturan ini dengan
menempatkannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2006
MENTERI PERDAGANGAN R.I.
ttd
MARI ELKA PANGESTU
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum
Departemen Perdagangan
Djunari I Waskito
Langganan:
Komentar (Atom)
sukristiawan.com:Fundamental Dasar Saham yang sering disebut sebagai Analisis Fundamental.
Fundamental Dasar Saham yang sering disebut sebagai Analisis Fundamental . Tentu, mari kita bahas Fundamental Dasar Saham yang sering dis...
-
Pada Sidang International Labour Organization (ILO) tahun 2024, **Jumhur Hidayat** (Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia...
-
Inilah Daftar Ribuan Nama Indonesia Di Panama Papers (Alphabetical Order) Inilah Daftar 2.961 Nama Indonesia Di “Panama Papers” (Alphabet...