Senin, 23 Februari 2015

Bolehkah Atasan Mengatakan 'Anda Saya Pecat!'? th0riq Kategori:Buruh & Tenaga Kerja Salam sejahtera hukum online, saya adalah karyawan sebuah perusahaan multinasional di Bekasi. Saya ingin menanyakan beberapa kasus yang pernah terjadi di tempat saya bekerja: 1. Bolehkah seorang atasan mengatakan "anda saya pecat !!!" atau "anda mau saya pecat?!" atau "anda mau di pecat?!!" dsb? 2. Jikalau memang tidak boleh, mohon pertimbangan hukumnya,dan apa sanksi hukum yang harus diterima atasan tersebut? 3. Langkah apa saja yang harus ditempuh jika terjadi hal seperti itu? Atas bantuannya saya ucapkan banyak terima kasih. Jawaban: Terima kasih atas pertanyaan Anda. 1. Sebenarnya, tidak ada ketentuan yang melarang pengusaha untuk berkata “Anda saya pecat!” atau yang senada dengan itu. Akan tetapi, jika ada pengusaha yang mengatakan demikian, tidak serta merta saat itu juga secara hukum terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”). Menurut Pasal 1 angka 25 UU No. 13 Tahun 2008 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Pengusaha tidak dapat mem-PHK pekerja secara sembarangan tanpa alasan yang dibenarkan undang- undang. Sayangnya, Anda tidak menjelaskan lebih lanjut apa alasannya sehingga atasan Anda mengatakan “Anda saya pecat!” kepada pekerja yang bersangkutan. Jika ungkapan tersebut disebabkan pekerja dianggap tidak menjalankan perintah atasan, maka pengusaha dapat menjatuhkan sanksi kepada pekerja sebagaimana tertuang dalam peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja (PK) dan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Umumnya, sanksi itu berupa teguran lisan, teguran tertulis, pembinaan, skorsing atau bahkan PHK (simak juga artikel Dalil PHK yang mengada-ada ). Dalam hal PHK, menurut Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan , pengusaha tidak boleh mem-PHK pekerja karena alasan antara lain: a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; d. pekerja/buruh menikah; e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/ buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/ serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Jika pengusaha mem-PHK pekerja karena alasan-alasan yang tidak dibenarkan undang-undang, maka PHK tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan (Pasal 153 ayat [2] UU Ketenagakerjaan ). Berdasarkan Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan , baik pihak pengusaha maupun pekerja malah diharuskan dengan segala upaya agar jangan sampai terjadi PHK. Jika segala upaya telah dilakukan tetapi PHK tetap tidak terhindarkan maka maksud PHK harus dirundingkan antara pengusaha dan pekerja (Pasal 151 ayat [2] UU Ketenagakerjaan ). Apabila perundingan tidak menghasilkan persetujuan juga, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 151 ayat [3] UU Ketenagakerjaan ). Selain itu, dalam dalam Pasal 161 ayat (1) UU Ketenagakerjaan diatur juga syarat untuk melakukan PHK yaitu, “ bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut .” Penjelasan selengkapnya mengenai hal ini silakan simak artikel Sanksi Berurutan . Jadi, jelas bahwa pengusaha tidak dapat mem-PHK pekerja hanya dengan mengatakan “anda saya pecat!”. PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu pengadilan hubungan industrial (“PHI”) yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”). Sebelum mem-PHK pekerja, pengusaha juga sebelumnya telah memberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga kepada pekerja yang bersangkutan. Dengan demikian, jika pengusaha mengatakan “Anda saya pecat!” kepada pekerja, tidak serta merta saat itu juga secara hukum terjadi PHK. 2. Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, tidak ada ketentuan yang melarang pengusaha untuk berkata “Anda saya pecat!” atau yang senada dengan itu. Karena itu, tidak ada sanksi pidana maupun sanksi administratif yang dapat dikenakan terhadap pengusaha yang melakukan hal tersebut. Apabila PHK yang memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan telah terjadi, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (Pasal 156 ayat [1] UU Ketenagakerjaan ). 3. Jika pengusaha melakukan PHK secara sewenang-wenang, maka langkah yang dapat ditempuh adalah melaporkan tindakan pengusaha kepada instansi ketenagakerjaan di tingkat kabupaten/kota karena merupakan pengawas ketenagakerjaan berdasarkan Pasal 178 ayat (1) UU Ketenagakerjaan . Apabila tidak menemukan penyelesaian yang baik, barulah kemudian Anda dapat menempuh langkah dengan memperkarakan PHK yang sewenang-wenang ke PHI sebagaimana diatur dalam ketentuan UU 2/2004. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum: 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Ketenagakerjaan 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Putusan : Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 37/ PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2011 Bung Pokrol Share: KLINIK TERKAIT: Bisakah Di-PHK Karena Tidur di Tempat Kerja? PHK yang Batal Demi Hukum Dapatkah di-PHK Karena Terlambat Masuk Kantor? Upaya Hukum Jika Di-PHK Sepihak Lewat SMS PHK Sepihak pada Perwakilan Negara Asing di Indonesia Tiga Bulan Tidak Digaji, Bolehkah Pekerja Kontrak Mengundurkan Diri? Dipaksa Perusahaan Tanda Tangani Surat Pengunduran Diri Aturan Jangka Waktu Pemberitahuan Pengunduran Diri (One Month Notice) Ilman Hadi, S.H. Hukum Malpraktik di Indonesia Hak-hak Masyarakat dalam Pemberantasan Kejahatan Narkotika Konsekuensi Hukum Jika Membayar Suap untuk Jadi Polisi Batasan Luka Berat dan Luka Ringan dalam Kecelakaan Lalu Lintas Bolehkah Memotong Upah Pekerja yang Di-Skorsing? Cara Penyelesaian Sengketa Pajak Proses Hukum Oknum Polisi yang Melakukan Tindak Pidana Pemberitaan Pers dan Asas Praduga Tak Bersalah Ukuran Ban Tidak Sesuai Keluaran Pabrik, Bisakah Ditilang? Cara Pembayaran PNBP Fidusia Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...