POLITIK EKONOMI SOSIAL BUDAYA MILITER BUDAYA KESEHATAN SEJARAH OLAHRAGA BISNIS TEKNOLOGI PARIWISATA HUKUM AGAMA EDUKASI SASTRA NASIONAL INTERNASIONAL
Kamis, 08 Januari 2015
PHK yang Batal Demi Hukum
hmsiregar
Kategori:Buruh & Tenaga Kerja
Dengan hormat, saat ini saya mengalami
permasalahan kerja. Saya karyawan tetap
sudah 2 tahun lebih seminggu bekerja di
perusahan tersebut. Dan seminggu yang
lalu saya di-PHK dengan alasan mangkir
kerja 2 bulan. Tetapi semuanya ada
sebabnya, yaitu proses Transfer Letter
saya yang tidak mau ditandatangani oleh
atasan saya di departemen yang baru,
sehingga saya sering tidak masuk kantor
karena tidak tahu harus berkantor di
mana. Kalaupun ke kantor, saya datang ke
kantor yang lama hanya untuk cek e-mail
perusahaan (intranet) karena kantor baru
saya berjarak 70 KM dari kantor lama.
Sejujurnya saya memang ada tidak masuk
kantor tetapi tidak 2 bulan sebagaimana
yang dituduhkan HRD perusahaan (hal ini
bisa saya buktikan). Singkatnya saya di-
PHK secara sepihak oleh perusahaan
tanpa ada penetapan dari PHI, tanpa ada
pesangon serupiah pun. Bipartit telah
dilakukan namun gagal, tripartit sudah
seminggu saya masukkan surat untuk
dimediasi Disnaker tetapi belum ada
jawaban. Yang ingin saya tanyakan: 1.
Apakah PHK secara sepihak dengan
alasan mangkir kerja, tanpa ada putusan
pengadilan PHI sah? 2. Apakah PHK tanpa
pesangon atas saya sudah benar? 3. Lalu
saya rencananya akan mengajukan
gugatan ke pengadilan PHI, untuk itu
mohon saran dan dukungan agar gugatan
saya di PHI tidak gagal dan memiliki dalil
hukum yang kuat. Mohon balasan e-mail
ini, karena saya merasa sangat ditindas,
karena PHK saya ini penuh rekayasa dan
intrik kotor. Terima kasih, Hendri Marihot
Siregar, SH HP:0813-78489xxx
Jawaban:
1. Berdasarkan Pasal 151 ayat (2) UU No.
13/2003 jo Pasal 3 ayat (1) UU No. 2/2004 ,
bahwa setiap pemutusan hubungan
kerja (“PHK”) wajib dirundingkan
antara pengusaha (management )
dengan pekerja/buruh (karyawan) yang
bersangkutan atau dengan (melalui)
serikat pekerja/serikat buruh-nya.
Dalam perundingan dimaksud, di
samping merundingkan –- kehendak -–
PHK-nya, juga merundingkan hak-hak
yang (dapat) diperoleh dan/atau
kewajiban-kewajiban yang harus
ditunaikan masing-masing.
Bilamana perundingan mencapai
kesepakatan, dibuat PB (“Perjanjian
Bersama”). Namun, sebaliknya apabila
perundingan gagal, maka pengusaha
hanya dapat memutuskan hubungan
kerja (mem-PHK) setelah memperoleh
penetapan (“izin”) dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang berwenang, dalam hal
ini PHI (Pengadilan Hubungan
Industrial ). Dalam kaitan (perundingan
gagal) ini, wajib dibuat risalah
perundingan, karena risalah tersebut
merupakan syarat untuk proses
pernyelesaian perselisihan PHK
selanjutnya pada lembaga Mediasi atau
Konsiliasi /Arbitrase (vide Pasal 151 ayat
[3] UU No. 13/2003 jo Pasal 2 ayat [3]
Permenakertrans. No. Per-31/Men/
VI/2008 ).
Dengan demikian, pengusaha tidak
boleh (sewenang-wenang) melakukan
PHK secara sepihak tanpa penetapan
dari PHI, kecuali PHK dengan alasan-
alasan tertentu: karyawan masih dalam
masa percobaan (probation), karyawan
mengundurkan diri secara sukarela
atau mangkir yang dikualifikasikan
sebagai mengundurkan diri (resign ),
pensiun, ataukah meninggal dunia,
dengan ketentuan, PHK yang tanpa
penetapan tersebut adalah batal demi
hukum, nietig van rechtswege (vide Pasal
154 jo Pasal 60 ayat [1], Pasal 162 dan
Pasal 168, Pasal 166 dan Pasal 167 serta
Pasal 170 UU No. 13/2003 ).
Sehubungan dengan kasus Saudara,
apabila Saudara dianggap (melakukan)
mangkir, maka pengusaha harus dapat
membuktikannya, dengan syarat telah
dilakukan pemanggilan 2 (dua) kali
secara patut dan tertulis. Kalau belum
ada upaya (proses) pemanggilan, maka
Saudara belum (memenuhi syarat
untuk) dapat dikatakan mangkir,
walaupun telah tidak masuk –- bolos - –
setidaknya dalam waktu 5 (lima) hari
kerja (lihat Pasal 168 ayat [1] UU No.
13/2003 ).
2. Apabila Saudara di-PHK (melalui
perundingan), maka pada dasarnya
Saudara berhak atas uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja
(jika memenuhi syarat) serta uang
penggantian hak –- sekurang-kurangnya
-– sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4) UU No. 13/2003 .
Namun apabila Saudara di-PHK yang
dikualifikasikan mangkir, maka Saudara
hanya berhak uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU
No. 13/2003 dan uang pisah sesuai
dengan ketentuan (yang diatur) dalam
perjanjian kerja dan/atau peraturan
perusahaan / perjanjian kerja bersama
(lihat Pasal 168 ayat [3] UU No. 13/2003 ).
3. Sehubungan dengan hal-hal tersebut
di atas, kami sangat mendukung (men-
support) apabila Saudara bermaksud
(merencanakan) untuk menggugat hak-
hak Saudara, namun kami sarankan
untuk mencoba kembali menyelesaikan
permasalahan Saudara dengan pihak
management -- secara bipartit -- melalui
upaya-upaya perundingan (secara
musyawarah untuk mufakat). Dengan
cara itu, proses PHK tidak harus
melalui jalan yang panjang dan lama
yang menguras tenaga, pikiran dan
biaya. Demikian juga, dengan
musyawarah kesan PHK Saudara akan
lebih baik dan mewarnai nama baik
Saudara jika hendak masuk (bekerja)
di perusahaan lain. Tidak ada black list,
dan tidak menang jadi arang , kalah jadi
abu (sia-sia).
Demikian saran dan dukungan kami,
semoga bermanfaat.
Dasar Hukum :
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.Per-31/Men/XII/2008
Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui
Perundingan Bipartit.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar
Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM – Partai Bur...
-
Belajar Bareng Alie belajar menggemari belajar ...
-
Inilah Daftar Ribuan Nama Indonesia Di Panama Papers (Alphabetical Order) Inilah Daftar 2.961 Nama Indonesia Di “Panama Papers” (Alphabet...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar