Senin, 26 Oktober 2015

sukristiawan.com: RPP upahan Untuk Kepentingan pengusaha atau pekerja.

sukristiawan.com:
RPP upahan Untuk
Kepentingan pengusaha atau pekerja.

Judul di atas adalah sebuah pertanyaan mendasar
bagi buruh dan kaitannya dengan upah buruh.
Selama ini para buruh menilai bahwa upah yang
diterima oleh buruh belum sampai pada satu
tahap memberikan kesejahteraan bagi buruh. Hal
tersebut juga diamini oleh pemerintah yang
mengatakan bahwasanya upah hanyalah semata
jaring pengaman bagi kehidupan buruh.
Untuk mencapai pada satu tahap kesejahteraan,
maka upah saja tak akan cukup untuk
mensejahterakan. Harus ditunjang dengan
berbagai komponen lain agar kehidupan buruh
dapat sejahtera. Berbagai bentuknya seperti bonus
kerja, tunjangan, biaya perumahan dan pangan
yang murah, akses kesehatan dan pendidikan bagi
anak-anak buruh yang murah atau gratis,
transportasi dan berbagai penunjang lainnya.
Namun apakah semua hal tersebut di atas sudah
didapakan oleh buruh atau masyarakat umum
lainnya? Karena hal tersebut belum dirasakan,
maka tak heran jika disetiap tahun dan
berlangsung selama bertahun-tahun, buruh selalu
menyuarakan tentang kenaikan upah agar mereka
dapat hidup lebih baik dari apa yang telah mereka
terima selama ini. Namun alih-alih tuntutannya
diakomodir oleh pemerintah, dalam praktek di
lapangan yang terjadi justru sebaliknya.
Pemerintah mempunyai kecenderungan berada
pada sisi para pengusaha untuk tidak menaikan
upah yang terlalu besar karena dianggap akan
merugikan perusahaan.
Isu yang paling hangat saat ini adalah rencana
pemerintah untuk memberlakukan RPP
Pengupahan. Dalih yang dipakai oleh pemerintah,
dengan formulasi dan sistem pengupahan yang
baru nanti, para pekerja akan mendapatkan
kepastian kenaikan upah serta struktur dan skala
upah.
Berbagai kritik dan penolakan muncul dari
kalangan buruh atas RPP Pengupahan tersebut.
Bukan hanya semata teknis dalam pasal-pasal
pengupahan yang ditolak, namun secara prinsip
RPP Pengupahan tersebut dinilai bukan
diperuntukan bagi buruh, namun justru
diperuntukan bagi kepentingan dunia usaha.
Sebut saja salah satunya tentang judul dari
regulasi RPP Pengupahan yang nantinya akan
menganulir Peraturan Pemerintah No. 81 tentang
Perlindungan Upah. Bagi buruh, RPP Pengupahan
telah menghilangkan makna dari pemerintah atau
negara untuk memberikan perlindungan terhadap
buruh terkait dengan upah kerja yang diterima
oleh buruh.
Salah satu contoh yang dari hilangnya
perlindungan upah tersebut tertuang dalam salah
satu pasal RPP Pengupahan yang menghilangkan
sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar
ketentuan upah kepada buruhnya. Sanksi pun
berganti bentuk menjadi sanksi administratif
berupa tidak mendapatkan pelayanan publik
tertentu seperti izin mempekerjakan tenaga kerja
asing; izin Perusahaan penyedia jasa pekerja/
buruh; izin lembaga penempatan tenaga kerja
swasta; izin pelatihan kerja; dan/atau; izin yang
terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Padahal apa yang terjadi selama ini di lapangan
masih banyak perusahaan yang tidak
membayarkan upah buruhnya sesuai dengan
ketentuan Upah Minimum Kota/Kabupaten yang
berlaku dan disepakati oleh Dewan Pengupahan
(perwakilan buruh, pengusaha dan pemerintah).
Sementara itu, terkait dengan sitem pengupahan
baru dianggap akan menghilangkan peranan
serikat buruh dalam melakukan advokasi dan
pembelaan kenaikan upah bagi para anggotanya
ataupun bagi para pekerja secara umum. Model
tersebut pada akhirnya dianggap telah menafikan
dialog antara serikat buruh dengan pengusaha
pengusaha, seperti yang selama ini telah
diterapkan dalam forum Dewan Pengupahan.
Partisipasi dan keterlibatan buruh yang
merupakan salah satu stakeholder atau pemangku
kepentingan dalam penentuan upah akan hilang.
Padahal partisipasi dan keterlibatan secara aktif
adalah sebuah indikator demokrasi dalam
bernegara. Formulasi baru sistem pengupahan
telah merumuskan kenaikan upah setiap tahunnya
dan menghilangkan mekanisme dan proses yang
selama ini terjadi.
Serikat buruh yang kuat memang menjadi momok
yang menakutkan bagi para pengusaha, karena
serikat buruh yang besar akan memiliki posisi
tawar yang besar pula dalam penentuan
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan
perburuhan, tak terkecuali dalam hal kebijakan
penentuan upah. Itulah yang secara mendasar
akan hilang. Hilangnya posisi tawar serikat dan
hilangnya posisi tawar dari buruh dalam
penentuan upah dan kesejahteraan buruh.
Berkaca pada tahun 2006 tentang rencana revisi
UU Ketenagakerjaan yang mampu menghadirkan
penolakan dan perlawanan yang besar dan masif
dari kalangan buruh, saat ini situasi tersebut
serperti sirna. Berbagai penolakan yang terjadi
atas RPP Pengupahan secara masih, masih
disuarakan dalam bentuk pernyataan sikap. Dan
jikapun terjadi masih berbentuk parsial dan belum
menjadi satu gerakan bersama dari serikat-serikat
buruh.
Sebuah pertanyaan yang tak akan mampu dijawab
oleh siapapun kecuali oleh serikat buruh itu
sendiri. Karena berbagai pengalaman lampau telah
memberikan satu pembelajaran bahwa hanya
dengan aksi-aksi yang besar dan masiflah sebuah
kebijakan yang dinilai tidak adil dapat digagalkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...