Senin, 03 Agustus 2015

sukristiawan.com:Jokowi ingin kembali hidupkan pasal penghinaan presiden di KUHP yg berarti matinya demokrasi kembali ke otoriter

Jokowi Ngotot Hidupkan Pasal Penghinaan
Presiden, DPR Dengan Tegas Menolak
Senin, 03 Agustus 2015 11:58 WIB | Dibaca : 320
Jakarta, HanTer - Disemprot kanan-kiri depan-
belakang atas-bawah, membuat Presiden Joko
Widodo gerah juga. Presiden Jokowi pun
menyodorkan 786 Pasal RUU KUHP ke DPR untuk
disetujui menjadi KUHP.
Salah satu pasal yang disodorkan adalah pasal
Penghinaan Presiden. Padahal Pasal 134, Pasal
136, dan Pasal 137 KUHP Tentang Penghinaan
Presiden tersebut sudah dihapus Mahkamah
Konstitusi (MK) pada tahun 2006.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPR RI
Aziz Syamsuddin, menyatakan, pasal yang telah
dibatalkan oleh MK tak bisa diajukan atau
dihidupkan kembali.
"Secara azas hukum yang berlaku segala Undang-
Undang atau pasal yang telah dibatalkan oleh Mk
itu sudah tak bisa dibahas atau dihidupkan
kembali dalam UU. Tapi itu biarlah nanti dibahas
oleh raker dalam inventarisir masalah," ujar Aziz di
Gedung DPR, Senin (3/8/2015).
Menurut Aziz, Menkumham Yasonna Laoly, telah
menyodorkan draf RUU KUHP pada rapat kerja
dengan Komisi III. Dalam RUU KUHP memang
benar ada permintaan untuk menghidupkan
kembali pasal tersebut.
"Pada saat raker dengan Menkumham, memang
ada pasal itu (penghinaan kepada Presiden).
Teman-teman sekarang sedang dalam persiapan
yang namanya inventarisir masalah. Ada beberapa
pasal yang dimunculkan kembali sejak adanya
putusan oleh MK, salah satunya pasal subtansi
tentang penghinaan kepada presiden dalam RUU
itu tapi kami belum membahas secara subtansi,
hanya mendengar," imbuhnya.
Dengan tegas, politisi Golkar ini menolak jika
pemerintah ngotot ingin menghidupkan kembali
pasal tersebut, karena putusan MK, lanjut Aziz
bersifat final dan mengikat.
"Tidak bisa kerena negara ini kan negara hukum,
putusan MK itu final dan mengikat. Jadi tak bisa
dihidupkan kembali, kalaupun dihidupkan kembali
akan langsung dibatalkan oleh MK," cetus Aziz.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK)
menilai, ketiga pasal itu (Pasal 134, Pasal 136, dan
Pasal 137 KUHP) menimbulkan ketidakpastian
hukum karena amat rentan pada tafsir apakah
suatu protes, pernyataan, pendapat, atau pikiran
merupakan kritik atau penghinaan kepada presiden
dan/atau wakil presiden.
Namun dalam RUU KUHP yang disodorkan ke DPR
pada 5 Juni 2015, pasal `zombie` tersebut kembali
muncul.
“Setiap orang yang di muka umum menghina
Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana
denda paling banyak Kategori IV,” begitulah isi
Pasal 263 ayat (1) RUU KUHP.
Dalam Pasal 263 ayat (2) RUU KUHP dijelaskan
bahwa perbuatan barusan dikecualikan apabila
perbuatan itu merupakan penghinaan jika dilakukan
untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan,
atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga
terlihat oleh umum, atau memperdengarkan
rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang
berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil
Presiden dengan maksud agar isi penghinaan
diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
pidana denda paling banyak Kategori IV,” demikian
ancam Pasal 264.
Asal tahu saja, dalam putusan Nomor 013-022/
PUU-IV/2006, MK menegaskan, Pasal Penghinaan
Presiden/Wakil Presiden bertentangan dengan
konstitusi. Sebab, Indonesia sebagai suatu negara
hukum yang demokratis, berbentuk republik, dan
berkedaulatan rakyat, serta menjunjung tinggi hak
asasi manusia sebagaimana telah ditentukan
dalam UUD 1945, tidak relevan lagi jika dalam
KUHP masih memuat pasal-pasal seperti Pasal
134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137.
“Yang menegasi prinsip persamaan di depan
hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan
pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi,
dan prinsip kepastian hukum,” begitu MK
memutuskan pada 6 Desember 2006.
KUHP yang berlaku saat ini dibuat pada 1830 oleh
penjajah Belanda dan dibawa ke Indonesia pada
1872.
Pemerintah kolonial memberlakukan secara
nasional pada 1918 hingga saat ini. KUHP yang
mempunyai nama asli Wet Wetboek van Strafrecht
itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di
Nusantara, dari hukum adat, hingga hukum pidana
agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...