Selasa, 03 November 2015

sukristiawan.com:Perang di bumi syam Telah allah Takdirkan

Perang di Bumi Syam,
Telah Allah Takdirkan
SYAM memang mempunyai
sejarah, bukan hanya bagi
umat Islam, tetapi juga
Kristen (Eropa) dan Yahudi
(Israel). Bagi umat Islam,
Syam adalah bumi penuh
berkah. Di sana tempat para
Nabi dan Rasul diutus oleh
Allah.
Di sana, Nabi Muhammad saw
diperjalankan, dan dimikrajkan ke
Sidratil Muntaha. Bagi umat
Kristiani, wilayah Syam, dahulu
adalah bagian dari imperium
Romawi Timur, Bizantium.
Sementara bagi umat Yahudi, Syam
juga diklaim menjadi tempat suci
mereka, dimana Haikal Sulaiman
berada di sana.
Bisyârah jatuhnya Syam ke tangan
kaum Muslim ditunjukkan oleh
Allah sejak Nabi Muhammad saw
dilahirkan. Saat Nabi lahir, cahaya
terpancar mengiringi kelahirannya.
Cahaya itu menerangi istana-istana
Syam.
Peristiwa Isra’ dan Mikraj Nabi saw
dari Masjidil Haram, di Makkah, ke
Masjid al-Aqsa, di Palestina, serta
ditunjuknya Nabi saw untuk
menjadi imam para Nabi dan Rasul
sebelumnya di Masjid al-Aqsa juga
menguatkan Bisyârah itu. Setelah
itu, Nabi pun berulangkali
menegaskan, “Uqru dar al-Islam bi
as-Syam (Pusat negara Islam itu
ada di Syam).”
Perang Salib Modern
Padahal saat itu, wilayah Syam
merupakan pusat kekuasaan
Romawi Timur, Bizantium. Syam
pun belum ditaklukkan oleh kaum
Muslim semasa hidup Nabi saw.
Setelah Nabi mengirim surat
kepada Heraklius pada tahun 6 H,
maka upaya pertama kali yang
dilakukan oleh Nabi saw untuk
menaklukkan wilayah itu dimulai
pada tahun 10 H, saat Perang
Mu’tah.
Dalam peperangan ini, Khalid bin
Walid muncul sebagai pahlawan,
sekaligus membuktikan kebenaran
sabda Nabi saw. Setelah itu,
sejarah kepahlawan Khalid pun
ditorehkan dalam sejarah
penaklukan Syam, saat Perang
Yarmuk, penaklukan Damaskus,
hingga Baitul Maqdis.
Jatuhnya Baitul Maqdis menandai
berakhirnya kekuasaan imperium
Romawi Timur, Bizantium. Inilah
yang menorehkan dendam kepada
umat Kristiani. Ketika mereka
menyaksikan Negara Khilafah di
bawah Bani ‘Abbasiyyah lemah,
mereka pun melancarkan Perang
Salib yang berlangsung selama 2
abad. Saat itu, umat Islam di Syam
dan Mesir bertempur menghadapi
mereka bukan sebagai umat.
Meski begitu, mereka pun berhasil
memenangkan perang itu. Setelah
itu, wilayah ini pun disatukan
kembali, ketika Shalahuddin al-
Ayyubi memberikan bai’atnya
kepada Khilafah ‘Abbasiyah.
Setelah orang-orang Kristen Eropa
itu dikalahkan tentara kaum Muslim
dalam Perang Salib, mereka pun
harus menelan pil pahit, saat
Konstantinopel jatuh ke tangan
Muhammad al-Fatih tepat tanggal
20 Jumadil Ula 857 H/29 Mei 1453
H.
Masalah ini menjadi mimpi buruk
bagi mereka, sehingga menjadi
momok yang sangat mengerikan.
Mereka menyebutnya dengan
Mas’alah Syarqiyyah (masalah
ketimuran). Sejak saat itu, mereka
bekerja keras mencari kelemahan
umat Islam, dan menunggu
kesempatan untuk menghancurkan
musuh mereka ini.
Kesempatan itu pun tiba, saat
Khilafah ‘Utsmaniyyah lemah.
Mereka mulai menyusun strategi.
Dimulai dengan menyebarkan virus
nasionalisme di dalam tubuh umat
Islam, dan merekrut orang-orang
fasik dengan iming-iming
kekuasaan.
Pecahlah Revolusi Arab, yang
berhasil memisahkan wilayah Arab
dari Khilafah. Setelah itu, Perancis
dan Inggeris pun melakukan invasi
ke wilayah Arab. Wilayah ini,
termasuk Syam, kemudian
dijadikan sebagai Mandat Inggris
dan Prancis. Mereka pun membagi
wilayah ini di antara sesama
mereka, dengan Perjanjian Sykes-
Pycot.
Bukan hanya Syam yang
dipecahbelah, tetapi seluruh wilayah
Arab juga mereka bagi-bagi sesuai
dengan kepentingan mereka.
Ketika Lord Allenby, komandan
pasukan Inggeris, berhasil
menduduki Palestina, tahun 1917
M, dengan tegas dia menyatakan,
“Baru sekaranglah Perang Salib
telah berakhir.”
Memang benar, tujuan Perang Salib
adalah mengalahkan umat Islam,
dan menghancurkan kekuatan
mereka. Kekuatan umat ini, seperti
kata Lord Curzon, Menlu Inggris
saat itu, terletak pada Islam dan
Khilafah. Maka, mega proyek
mereka adalah menghancurkan
Khilafah, dan menjauhkan Islam
dari kehidupan umatnya.
Karena itu, ketika Islam telah
kembali ke dalam pelukan umatnya,
dan mereka membangun kembali
mega proyek Khilafah, George
Walker Bush, mengobarkan Perang
Salib kembali. Dengan kedok
Perang Melawan Terorisme, AS,
Inggeris, Perancis, Rusia dan
sekutunya mengobarkan Perang
Salib melawan umat Islam.
Mereka pun berhasil mendapat
dukungan dari para pengkhianat
umat Islam. Namun, perang
melawan terorisme ini pun
menguras energi mereka. Perang
dengan target untuk menundukkan
umat Islam agar menjauhi agama
mereka, dan meninggalkan mega
proyek Khilafah ini ternyata gagal
total.
Alih-alih ditinggalkan, justru
tuntutan umat Islam untuk kembali
kepada agama mereka semakin
menguat. Demikian juga dengan
mega proyek Khilafah. Jika awalnya
hanya Hizbut Tahrir yang
menyuarakan, kini mega proyek ini
telah menjadi mega proyek umat
Islam di seluruh dunia.
Karena itu, ketika Barat tengah
bergelut dengan krisis ekonomi,
Timur Tengah pun bangkit dengan
Arab Spring yang telah berhasil
menumbangkan boneka-boneka
mereka, mereka pun sangat takut
kembalinya Islam dan Khilafah di
wilayah-wilayah ini.
Di Tunisia, Aljazair, Libya, Yaman,
Mesir dan Bahrain berhasil mereka
rem, dengan boneka-boneka yang
dibenci rakyatnya, dengan boneka-
boneka mereka yang lain, yang
bisa diterima oleh rakyatnya. Api
Arab Spring itu pun berhasil
mereka padamkan.
Namun, di Suriah, kobaran api itu
hingga kini tidak berhasil mereka
padamkan. Maka, kini kobaran api
Revolusi Islam di Suriah ini pun
mereka hadapi bersama. Mereka
pun tahu, jika Islam dan Khilafah
kembali di Suriah, ini benar-benar
akan mengakhiri kekuasaan
mereka.
Mereka mendapat dukungan penuh
dari antek-antek mereka. Turki,
Iran, Libanon, Yordania, Irak, Mesir,
Qatar, Saudi dan Israel, termasuk
Hizbullah semuanya bahu-
membahu, bekerja sama dengan
Amerika, Inggris, Prancis, Rusia,
Cina dan sekutu mereka untuk
memadamkan api Revolusi ini.
Berapapun harga yang harus
mereka bayar.
Karena kembalinya Islam dan
tegaknya Khilafah di Suriah benar-
benar menjadi akhir dari sejarah
mereka. Umat Islam di seluruh
dunia pun menyambut bisyârah
Nabi itu dengan gegap gempita.
Sementara para Mujahidin yang
berjuang di Suriah, siang dan
malam terus berjuang untuk
mewujudkan bisyârah Nabi.
Mereka berdatangan dari berbagai
penjuru dunia untuk mewujudkan
bisyârah Nabi di tanah penuh
berkah, yang dipenuhi oleh hamba-
hamba Allah pilihan, Syam. Semua
ini menandai “Kembalinya Syam
Bumi Khilafah yang Hilang.”
Perang Syam, Telah Ditakdirkan
Konflik yang terjadi di Mesir (sinai),
Suriah, Irak, dan Palestina juga
telah tertulis dalam Alquran. Ustaz
Bachtiar Nasir mengatakan, tafsir
ayat Alquran yang memprediksi
konflik Mesir terdapat dalam Surat
At-Tin ayat 1-3.
"Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun.
Dan demi bukit Sinai. Dan demi
kota (Makkah) ini yang aman," tutur
Bachtiar membacakan terjemahan
Surat At-Tin ayat 1-3 beberapa
waktu lalu.
Bachtiar berkata, tafsir dari surat
tersebut adalah, "Demi bumi tin di
Damaskus (Suriah), dan demi bumi
zaitun di Palestina, dan demi bukit
Thur yg ada di Sinai (Mesir). Dan
demi kota Makkah yang aman."
Jika dilihat dari kacamata
sederhana surat At-Tin, lanjutnya,
maka konflik yang terjadi di Suriah,
Palestina, dan Mesir, adalah perang
global yang sudah Allah takdirkan.
Perang itu, kata Bachtiar, bahkan
melibatkan seluruh dunia.
Bachtiar meyakini, akhir dari konflik
Mesir juga sudah termaktub dalam
Surat Al-Qashshash ayat 5 yang
menceritakan kisah Musa melawan
Firaun.
"Dan Kami hendak memberi
karunia kepada orang-orang yang
tertindas di bumi (Mesir) itu dan
hendak menjadikan mereka
pemimpin dan menjadikan mereka
orang-orang yang mewarisi
(bumi)," bunyi terjemahan dari
Surat Al-Qashshash ayat 5.
"Pada akhirnya di ayat itu
digambarkan orang-orang yang
dilemahkan nanti akan dikuatkan
dan diwariskan kekuasaan di
Mesir," tutup Bachtiar.
Dikutip Harian The New York
Times , Jumat (31/1/2014), Institute
for Policy Analysis of Conflict
mengungkapkan sebuah laporan
bahwa, Perang jihad yang diyakini
sebagai perang yang paling sakral.
"Berdasarkan perhitungan ilmu
akhirat (eschatology) pertempuran
terakhir akan berlangsung di Syam.
Kawasan Syam dikenal
sebagai Suriah Raya yang meliputi
Suriah, Yordania, Lebanon,
Palestina dan Israel," tulis laporan
lembaga tersebut.
Karenanya, Bachtiar mengatakan,
persoalan Suriah, Mesir dan
Palestina janganlah dianggap
sebagai konflik politik. Sebab, jika
melihat persoalan tersebut dari sisi
politik saja maka hati akan terasa
kosong.
Lebih dari itu, ia melihat Allah telah
menyiapkan skenario besar dalam
peristiwa ini.
Disadur: Penulis Samir
Hijawi , Wartawan Jordania,
Assyarq Qatar
Sumber | republished by (YM) Yes
Muslim !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sukristiawan.com:Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar

Tolak Perppu Ciptaker, Buruh Ancam Gelar Aksi Besar Azhar Ferdian Senin, 02/01/2023 | 00:01 WIB Ilustrasi/Net INDOPOLITIKA.COM  – Partai Bur...